Aspirasi Pengusaha Panas Bumi Sudah Masuk UU Cipta Kerja
Dihilangkannya ketentuan harga energi dan produksi untuk pemanfaatan langsung yang tentu saja hal ini mengurangi beban pengeluaran dari dunia usaha pemanfaatan langsung
Nasional & Dunia
JAKARTA – Asosiasi Daerah Penghasil Panasbumi Indonesia (ADPPI) mengaku aspirasi dan masukannya kepada Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) dan DPR RI telah diakomodasi dalam Undang-undang Cipta Kerja yang telah disahkan pada Senin, 5 Oktober 2020.
Ketua Umum ADPPI, Hasanuddin menyampaikan, pada Februari lalu pihaknya telah melakukan sejumlah diskusi dengan Kementerian ESDM dan DPR. Pada saat itu ia meminta adanya penyempurnaan pada Undang-undang Panas Bumi.
Penyempurnaan yang dimaksud sebagaimana UU Cipta Kerja Pasal 41, beberapa ketentuan dalam UU Nomor 21 Tahun 2014 tentang Panas Bumi telah diubah.
- 11 Bank Biayai Proyek Tol Serang-Panimbang Rp6 Triliun
- PTPP Hingga Mei 2021 Raih Kontrak Baru Rp6,7 Triliun
- Rilis Rapid Fire, MNC Studios Milik Hary Tanoe Gandeng Pengembang Game Korea
- Anies Baswedan Tunggu Titah Jokowi untuk Tarik Rem Darurat hingga Lockdown
- IPO Akhir Juni 2021, Era Graharealty Dapat Kode Saham IPAC
Perubahan itu di antaranya terkait dengan pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota tetap memiliki kewenangan dalam penyelenggaraan pengusahaan panas bumi untuk pemanfaatan langsung.
“Dan dihilangkannya ketentuan harga energi dan produksi untuk pemanfaatan langsung. Tentu saja hal ini mengurangi beban pengeluaran dari dunia usaha pemanfaatan langsung,” ujarnya di Jakarta, Jumat 9 Oktober 2020.
Selanjutnya, ia menjelaskan perihal penyederhanaan perizinan yang akan mengacu pada Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria (NSPK). Nantinya, pengaturan akan diatur melalui peraturan pemerintah (PP).
Hasanuddin juga mengapreasisi dengan adanya penyederhanaan perizinan dalam pemanfaatan tidak langsung untuk kepentingan Pembangkit Listrik Tenaga Panasbumi (PLTP).
“Kami berharap, Kementerian ESDM untuk segera menyosialisasikan perubahan ini kepada para pihak terkait. (Hal itu dilakukan) untuk mempercepat pelaksanaan pemberian perizinan pada pemanfaatan langsung yang selama ini tertunda hingga 6 tahun lebih,” tegasnya. (SKO)