Atasi Krisis Batu Bara, Ini Alasan Erick Tunjuk Hartanto Wibowo Jadi Direktur Energi PLN
- Erick Thohir menujuk Hartanto Wibowo sebagai Direktur Energi Primer PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN untuk menggantikan posisi Rudy Hendra Prastowo.
Nasional
JAKARTA -- Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir menujuk Hartanto Wibowo sebagai Direktur Energi Primer PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN untuk menggantikan posisi Rudy Hendra Prastowo.
Pergantian Direksi PLN tersebut tertuang dalam SK-2/MBU.01/2022 tanggal 6 Januari 2022 tentang Pemberhentian dan Pengangkatan Anggota Direksi Perusahaan Perseroan (Persero) PT Perusahaan Listrik Negara.
"Saudara Hartanto Wibowo merupakan Top Talent di PLN. Usianya 45 tahun dan saya lihat juga dari berbagai background bahwa ia memiliki kemampuan," ujar Erick saat konferensi pers di Lobby Kementerian BUMN, Jakarta, Kamis, 6 Januari 2022.
Dia menjelaskan, Direktur Energi PLN bertugas menangani persoalan pasokan energi untuk pembangkit listrik milik PLN, baik stok batu bara maupun Liquifed Natural Gas (LNG).
- RUPSLB YELO Setujui Pengunduran Diri Tiang Cun Hui dan Ivana Susanto
- Bangkitkan Ekonomi Warga, Seniman Ini Ajak Warga Manfaatkan Limbah Sampah Plastik Jadi Karya Seni Bernilai Ekonomis
- Waspada Omicron, Pemerintah Tutup Akses Perjalanan WNA Mulai 7 Januari
Erick berharap hadirnya Hartanto dalam jajaran Direksi PLN dapat mengatasi permasalahan suplai batu bara dan LNG sebagai sumber energi dalam mendukung pasokan listrik.
"Karena saya rasa kita ini negara penghasil sumber daya alam dan kalau dilihat komposisinya cukup aman, banyak negara yang tidak punya sumber daya alam, tidak mengalami krisis energi. Artinya apa? Ada sesuatu yang harus kita perbaiki sama-sama," pungkas Erick.
Erick menambahkan, untuk mengatasi permasalahan suplai batubara dan LNG sebagai sumber energi dalam mendukung pasokan listrik nasional jangka panjang adalah dengan pembelian batubara secara jangka panjang asalkan dilakukan secara transparan.
Hal ini seharusnya bisa dilakukan mengingat adanya domestic market obligation (DMO) yang mewajibkan produsen batu bara menjual 25% dari total produksi kepada PLN per tahun dengan harga yang sudah ditentukan.
"Kalaupun harganya lebih murah dari DMO maka boleh ada negosiasi ulang sesuai dengan harga pasar, karena kan kalau harganya lebih mahal dari DMO itu yang diambil adalah harga DMO, tetapi kalau harganya lebih murah dari DMO, masa pakai DMO," tukasnya.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) per 1 Januari 2022 melarang ekspor batu bara setelah terjadi kelangkaan pasokan batu bara dalam negeri awal tahun ini.
Kelangkaan tersebut salah satunya dipicu oleh booming harga batu bara di pasar internasional yang membuat sejumlah produsen batu bara ramai-ramai mengekspor. Lantas, hampir 20 Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang dimiliki PLN terjadi krisis pasokan batu bara. Belum lagi banyak perusahaan yang tidak mau mengikuti aturan DMO.
Pelarangan ekspor dilakukan sepanjang Januari 2022. Langkah tersebut diambil sebagai upaya menjaga ketersediaan pasokan batu bara untuk kebutuhan listrik domestik aman.
Namun, sampai saat ini masih terjadi polemik mengenai larangan tersebut. Sejumlah fraksi di DPR masih 'menggonggong' agar Jokowi mencabut kembali pelarangan ekspor komoditas unggulan Indonesia tersebut, meski merupakan salah satu penghasil karbon terbesar.
Meski demikian, Jokowi tetap bersikeras bahkan akan memberikan sanksi berupa pencabutan izin usaha bagi perusahaan yang tidak patuh dalam melaksanakan kewajiban pemenuhan kebutuhan batu bara dalam negeri atau DMO.
“Perusahaan yang tidak dapat melaksanakan kewajibannya untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri bisa diberikan sanksi. Bila perlu, bukan cuma tidak mendapatkan izin ekspor tapi juga pencabutan izin usahanya," katanya.
Jokowi juga mengingatkan kembali kepada seluruh perusahaan pertambangan batu bara baik swasta maupun pelat merah untuk mendahului pasokan kebutuhan dalam negeri sebelum melakukan ekspor. Dia menegaskan bahwa hal tersebut adalah amanat konstitusi.
“Ini adalah amanat dari Pasal 33 Ayat 3 Undang-Undang Dasar 1945 bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat," tandasnya.
Kepala Negara pun telah memerintahkan kepada Kementerian ESDM, Kementerian BUMN, dan PLN untuk segera mencari solusi terbaik demi kepentinganenergi listrik nasional.
Jokowi juga menegaskan prioritas pemenuhan pasokan kebutuhan nasional pada komoditas lainnya seperti gas alam cair atau Liquified Natural Gas (LNG) dan Crude Palm Oil (CPO).
"Sekali lagi, prioritas utama pemerintah adalah kebutuhan rakyat. Harga minyak goreng harus tetap terjangkau. Jika perlu, Menteri Perdagangan bisa melakukan lagi operasi pasar agar harga tetap terkendali," ungkapnya.