<p>Ilustrasi mengelola keuangan. / Id.pinterest.com</p>
Gaya Hidup

Atur Ulang Keuanganmu di Masa Pandemi COVID-19

  • JAKARTA – Bagaimana pengeluaran Anda selama work from home (WFH) dibandingkan sebelum WFH? Lebih hemat atau sama saja? Banyak orang beranggapan, sebenarnya pengeluaran selama WFH tidak berbeda dengan sebelum WFH. Walaupun tidak makan di restoran atau nongkrong di kafe, setiap hari kita harus masak dan belanja kebutuhan dapur yang terbilang banyak. Selain itu, penggunaan listrik […]

Gaya Hidup
Gloria Natalia Dolorosa

Gloria Natalia Dolorosa

Author

JAKARTA – Bagaimana pengeluaran Anda selama work from home (WFH) dibandingkan sebelum WFH? Lebih hemat atau sama saja?

Banyak orang beranggapan, sebenarnya pengeluaran selama WFH tidak berbeda dengan sebelum WFH.

Walaupun tidak makan di restoran atau nongkrong di kafe, setiap hari kita harus masak dan belanja kebutuhan dapur yang terbilang banyak. Selain itu, penggunaan listrik dan pembelian kuota internet semakin besar.

Belum lagi godaan belanja online. Tanpa sadar terjadi kebocoran kecil yang mempengaruhi keuangan, seperti membeli barang yang tidak perlu.

Fakta menunjukkan, generasi milenial dengan penghasilan yang besar ternyata pengeluarannya juga besar. Akibatnya, mereka sulit menabung dan tidak punya dana darurat.

Menanggapi kondisi tersebut, konsultan keuangan sekaligus CEO dan Co-Founder ZAP Finance, Prita Ghozie, menyarankan perlu adanya pengaturan ulang budget cashflow.

Dengan demikian, kondisi keuangan tetap aman di masa krisis seperti sekarang ini.

Kita harus menyadari bahwa tidak hanya aktivitas yang harus menyesuaikan dengan the new normal, tetapi juga budget.

Prita menekankan pada prinsip pengelolaan, yaitu living-saving-playing.

Porsi living kira-kira 50% dari pemasukan, saving  sebesar 30%, dan playing 20%. Karena itu, perlu dilakukan penyesuaian pengeluaran dari WFO menjadi WFH yang tentunya berbeda-beda pada setiap individu.

Prita memberi contoh, pos transportasi untuk mereka yang tinggal di Jakarta memakan porsi yang besar dalam pemasukan. Selama pandemi, pos transportasi bisa dikatakan hampir nol karena tidak keluar rumah.

Atau, pos kesehatan yang semula sedikit sekarang tiba-tiba meningkat.

“Itu yang harus kita akali. Ada pos yang mengalami kenaikan, ada yang mengalami penurunan,” kata Prita dalam Instagram Live Femina Magazine, 15 Mei 2020.

Dana Darurat

Di masa krisis, kita juga harus cek kecukupan dana darurat. Pasalnya, dana darurat itu yang akan menjadi pertahanan secara finansial untuk rumah tangga lajang maupun mereka yang menikah.

“Kalau dana darurat itu sangat kurang atau tidak ada, maka perlu ada penghematan di pos yang tidak esensial,” kata Prita.

Prita mengingatkan, idealnya dana darurat digunakan dalam kondisi kehilangan pekerjaan, pengeluran dana kesehatan yang sifatnya darurat dan tidak di-cover asuransi, pembelian peralatan rumah tangga yang rusak, serta bencana alam.

Di masa krisis ini, ketahanan finansial harus dibangun dengan adanya dana darurat sebesar 12 kali biaya hidup.

Pemerintah telah mengeluarkan relaksasi kredit. Spirit ini bukan berarti membebaskan cicilan, melainkan membantu masyarakat membayar kewajiban.

Ada beberapa opsi yang ditawarkan, di antaranya penurunan cicilan, permohonan penurunan suku bunga, dan tidak membayar cicilan sama sekali untuk periode tertentu.

“Kalian yang masih punya pemasukan harus berhati-hati sekali. Relaksasi ini hanya untuk mereka yang benar-benar terhimpit,” kata Prita.

Prita menganjurkan masyarakat untuk memahami perilaku diri kaitannya dengan kepribadian. Orang dengan kepribadian influential dan dominan biasanya sulit menahan diri karena mereka cenderung impulsif dan kompetitif.

Berbeda halnya dengan orang bertipe kepribadian compliance dan sympathy yang taat budget dan berhati-hati.

“Kenali tipe kepribadian Anda supaya tahu cara mengatur keuangan,” tutur Prita.

Prita menyerukan kepada masyarakat untuk selalu membuat prioritas pengeluaran yang dibedakan menjadi wajib-butuh-ingin. Pengeluaran wajib itu tidak bisa dinegosiasikan, misalnya cicilan atau uang sekolah anak.

Pengeluaran butuh misalnya makanan dan minuman yang mungkin bisa disubstitusi.

“Di masa krisis kita harus mengubah gaya hidup, misalnya sebelum pandemi ada empat lauk di meja makan, tapi sekarang dikurangi menjadi dua,” kata Prita.

Bagi wirausaha, Prita menekankan untuk memisahkan pengeluaran rumah tangga dan pengeluaran usaha serta merinci fixed cost yang harus dibayar.

Di masa pandemi ini hal pertama yang harus dilakukan adalah komunikasi dengan tim untuk bersama-sama berubah dengan mengerjakan hal apapun.

“Cek juga berapa banyak cash yang dimiliki agar sanggup bertahan saat tidak ada pemasukan,” tutur Prita.  Masa pandemi menjadi momen mengenali diri sendiri. Perlu dipahami, apa sebenarnya pengeluaran dasar kita tanpa embel-embel keinginan.