Aktivitas bongkar muat petikemas di pelabuhan Tanjung Priuk, Jakarta Utara. Foto: Ismail Pohan/TrenAsia
Makroekonomi

Aturan Impor Kian Ketat, Kadin Minta Keringanan dan Peninjauan Ulang

  • Pengusaha yang tergabung dalam Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia memperhatikan beberapa aspek dalam Peraturan Menteri perdagangan (Permendag) Nomor 36 tahun 2023 tentang kebijakan dan regulasi impor yang akan berlaku mulai 10 Maret 2024.
Makroekonomi
Distika Safara Setianda

Distika Safara Setianda

Author

JAKARTA - Pengusaha yang tergabung dalam Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia memperhatikan beberapa aspek dalam Peraturan Menteri perdagangan (Permendag) Nomor 36 tahun 2023 tentang kebijakan dan regulasi impor yang akan berlaku mulai 10 Maret 2024.

Wakil Ketua Umum Bidang Perdagangan Kadin, Juan Permata Adoe, mengungkapkan infrastruktur yang mendukung kebijakan ini perlu dipersiapkan dengan matang, karena hal ini sangat berkaitan dengan kelangsungan proses produksi di industri dalam negeri.

“Kami mengimbau agar sistem elektronik dan seluruh peraturan pelaksana terkait Permendag tersebut sudah siap paling tidak 3 sampai 6 bulan sebelum pelaksanaan peraturan ini dijalankan,” kata Juan dalam keterangannya pada Jumat, 23 Februari 2024.

Perbaikan pada sistem elektronik diperlukan untuk memfasilitasi pengajuan izin dan memberikan cukup waktu bagi pelaku usaha untuk mematuhi regulasi yang ada.

Sistem elektronik baru terkait baru diimplementasikan pada 10 Maret 2024, dan sebagian peraturan pendukung yang menjadi panduan untuk memperoleh persetujuan teknis baru akan segera disosialisasikan dalam waktu dekat.

“Dalam hal ini, kami mengimbau perlu adanya penambahan grace period selama 3 sampai 6 bulan setelah sistem elektronik terkait, serta seluruh peraturan pelaksana tersedia dan sosialisasikan kepada seluruh stakeholder terkait,” imbuh Juan.

Menurutnya, langkah tersebut diambil untuk menjamin kelangsungan rantai pasokan dan memastikan kontinuitas produksi dalam negeri tetap terjaga. 

Di samping itu, Juan juga menyoroti pentingnya menjaga keberlakuan peraturan yang telah ada untuk pengiriman dengan Bill of Landing (BL) sebelum tanggal 10 Maret, dengan tujuan untuk mengakomodasi pengiriman yang sedang dalam perjalanan atau transit.

“Terkait in transit shipment ini sangat penting untuk keberlanjutan proses produksi dan berpengaruh pada produktivitas industri,” tukasnya.

Juan menekankan pelaku industri harus terus berupaya mencapai target produksi baik untuk pasar domestik maupun ekspor tanpa mengalami gangguan. Terlebih lagi, saat ini, sektor industri prioritas sedang dihadapkan pada tantangan yang cukup tinggi.

“Dapat dilihat dari kinerja ekspor di mana pencapaian sektor industri pengolahan dan juga pertambangan. Kendala ini bisa berujung pada kehilangan pangsa pasar dunia,” tutur Juan.

Juan menambahkan, kemudahan berusaha dan ekosistem yang mendukung peningkatan daya saing sangatlah krusial dalam meningkatkan kinerja industri, termasuk dalam upaya meningkatkan ekspor yang sedang menjadi fokus bagi Indonesia. Salah satu langkah yang diusulkan adalah pembentukan Satgas khusus untuk meningkatkan ekspor nasional.

“Pembatasan importasi bahan baku dan bahan baku penolong hendaknya dapat mempertimbangkan keterbatasan kapasitas industri, sehingga kelangkaan bahan baku maupun bahan penolong industri dapat dihindari juga (dapat) tepat sasaran,” jelasnya.

Juan mengusulkan agar pemerintah melakukan evaluasi lebih lanjut terhadap barang-barang dengan beberapa kode Harmonized System (HS) yang masuk dalam kategori pembatasan, terutama barang-barang yang merupakan bahan baku atau bahan penolong bagi industri yang berorientasi ekspor.

“Kadin khawatir pelarangan terbatas yang tidak tepat sasaran akan menimbulkan gangguan pada rantai pasok dan keberlangsungan produksi di sejumlah industri strategis nasional misalnya otomotif pertambangan termasuk smelter, elektronika juga makanan dan minuman yang berorientasi ekspor. Jangan sampai gangguan pada rantai pasok berdampak pada kinerja ekspor,” terangnya.

Beberapa komoditas yang perlu ditinjau ulang di antaranya:

1. Garam industri untuk kebutuhan produksi ekspor industri kertas dan makanan minuman.

2. Besi baja dan turunannya sebagai bahan baku dan bahan penolong serta suku cadang mesin untuk yang diperlukan dalam proses manufaktur, terutama yang tidak diproduksi di Indonesia.

3. Ban kendaraan berat sebagai bahan penolong produksi terutama pengoperasian alat berat di industri tambang dan sejenis.

4. Monoethylene Glycole (MEG) untuk kebutuhan produksi polimerisasi industri sintetik filamen.

5. Komoditas bahan baku plastik, termasuk 12 HS kode yang sudah disampaikan kepada pemerintah.

6. Komoditas non woven untuk bahan baku dan bahan penolong industri, seperti industri otomotif juga pertambangan dan smelter yang belum sepenuhnya dapat diproduksi dalam negeri.

7. Komoditas kabel serat optik untuk bahan baku dan bahan penolong industri hilir, yang belum sepenuhnya diproduksi dalam negeri.

Juan berharap, pemerintah dapat memperhatikan tantangan yang dihadapi oleh pelaku usaha dalam melakukan impor beberapa komoditas bahan baku dan bahan penolong, sehingga kegiatan produksi dapat tetap berjalan tanpa terganggu.

“Kadin senantiasa akan menjadi Mitra pemerintah untuk memastikan peningkatan kinerja ekspor yang tentunya juga harus didukung oleh ekosistem usaha yang kondusif,” terang Juan.

Meskipun Juan juga menghargai upaya pemerintah dalam memberantas importasi produk ilegal yang membanjiri pasar dalam negeri, dengan beleid teranyar ini.

“Kadin sangat mengapresiasi upaya pemerintah dalam memperbaiki tata kelola impor dan peningkatan tegas terhadap ilegal impor yang berdampak pada produk domestik seperti pakaian, sepatu, furnitur dan produk jadi lainnya,” pungkas Juan.

Sebelumnya, Kemendag merilis Peraturan Menteri Nomor 36 tahun 2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor.

Langkah ini untuk menata kembali kebijakan impor dengan mengubah pengawasan impor dari setelah barang tiba di pelabuhan (post-border) menjadi sebelum barang masuk ke wilayah Indonesia (border), serta memberikan relaksasi atau kemudahan dalam impor barang kiriman untuk Pekerja Migran Indonesia (PMI).

Selain itu, Permendag Nomor 36 Tahun 2023 juga mengatur fasilitas impor bahan baku untuk industri yang memiliki status Authorized Economic Operator (AEO) dan mitra utama kepabeanan.

Peraturan ini telah ditetapkan pada 11 Desember 2023 dan akan mulai berlaku setelah 90 hari sejak tanggal diundangkannya atau tepatnya pada tanggal 10 Maret 2024.