Logo baru Twitter yang sekarang dikenal dengan X
Tekno

Australia Denda X Rp5,79 Miliar

  • Denda diberikan sebagai respons terhadap ketidakpatuhan platform tersebut dalam partisipasi penyelidikan praktik anti-pelecehan anak

Tekno

Muhammad Imam Hatami

JAKARTA - Pemerintah Australia memberikan denda sebesar US$386.000, setara dengan sekitar Rp5,79 miliar (kurs Rp15.000) kepada platform media sosial X, yang sebelumnya lebih dikenal dengan nama Twitter. 

Denda  diberikan sebagai respons terhadap ketidakpatuhan platform tersebut dalam partisipasi penyelidikan praktik anti-pelecehan anak, sebuah isu yang semakin memprihatinkan terkait pengurangan kekerasan konten di dunia digital.

Komisi e-Safety Australia menilai bahwa X tidak memberikan respons yang memadai terhadap sejumlah pertanyaan yang diajukan, termasuk pertanyaan mengenai waktu yang dibutuhkan untuk menanggapi laporan-laporan tentang materi pelecehan anak di platform mereka dan metode yang digunakan untuk mendeteksinya. Keputusan ini merupakan langkah  sangat penting dan menunjukkan komitmen pemerintah Australia untuk menjaga keamanan anak-anak dalam lingkungan digital.

Denda ini tidak hanya berdampak pada aspek keuangan X, namun juga berpotensi merusak reputasi perusahaan tersebut. X sebelumnya telah mengalami penurunan pendapatan karena banyak pengiklan yang enggan beriklan di platform ini akibat kurangnya pengurangan konten yang efektif menggaet banyak penonton dan pengaktifan kembali ribuan konten yang sebelumnya telah diblokir atau dihapus.

Tidak hanya Australia, Uni Eropa juga tengah melakukan investigasi terhadap platform ini terkait dengan dugaan pelanggaran aturan teknologi baru yang berkaitan dengan pengendalian penyebaran berita palsu, terutama dalam konteks serangan Hamas terhadap Israel.

Sebelumnya, platform media sosial X telah menutup kantor operasionalnya di Australia setelah diakuisisi oleh Elon Musk. Keputusan ini diambil karena dorongan platform media sosial yang berfokus pada fleksibilitas tempat kerja. Pasca penutupan tersebut, X menginstruksikan karyawan untuk bekerja dari rumah.

Kasus ini mencerminkan tantangan besar yang dihadapi oleh perusahaan teknologi raksasa dalam menjaga kualitas layanan dan perlindungan konsumen dalam lingkungan digital yang terus berkembang dan semakin kompleks yang menjadi perhatian utama dalam era digital saat ini.