Awal Tahun 2023, Nilai Kurs Rupiah Terancam Melemah Imbas Kontraksi Manufaktur China
- Nilai kurs rupiah dibuka melemah 21,5 poin di posisi Rp15.594 per-dolar Amerika Serikat (AS) pada Selasa, 3 Januari 2022.
Pasar Modal
JAKARTA - Nilai kurs rupiah terancam melemah seiring dengan kekhawatiran perlambatan ekonomi global yang kembali meningkat akibat kontraksi pada kinerja manufaktur China.
Menurut data perdagangan Bloomberg, Selasa, 3 Januari 2022, nilai kurs rupiah dibuka melemah 21,5 poin di posisi Rp15.594 per-dolar Amerika Serikat (AS).
Pada perdagangan sebelumnya, Jumat, 30 Desember 2022, nilai kurs rupiah ditutup menguat 85,5 poin di level Rp15.572,5 per-dolar AS.
- Layanan Internet Paling Populer Sepanjang 2022
- Avatar The Way of Water Raup Pendapatan Rp15,5 Triliun Selama Dua Pekan
- Masuk Tahun Baru, Shopee dan Tokopedia Kompak Sesuaikan Tarif Pelapak
Analis PT Sinarmas Futures Ariston Tjendra mengatakan, rupiah terancam melemah pada perdagangan hari ini akibat data manufaktur China yang menunjukkan kontraksi.
Hal itu pun memperkuat ekspetasi pelaku pasar akan perlambatan ekonomi global tahun 2023 sehingga mendorong keluarnya mereka dari instrumen-instrumen berisiko, termasuk rupiah.
"Data survei aktivitas manufaktur China pada Desember 2022 masih menunjukkan kontraksi atau perlambatan. Ini bisa memvalidasi kekhawatiran (perlambatan ekonomi global) tersebut," ujar Ariston kepada TrenAsia, Selasa, 3 Januari 2022.
Sementara, data manufaktur China berpotensi menekan rupiah, Ariston menyampaikan pula bahwa pencabutan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) di dalam negeri dapat menjadi sentimen yang menahan tekanan pada mata uang Garuda.
Menurut Ariston, untuk perdagangan hari ini, nilai kurs rupiah berpotensi melemah ke Rp15.600 per-dolar AS dengan potensi support di kisaran Rp15.550 per-dolar AS.
- Kaleidoskop BUMN 2022: Bersih-Bersih 'Zombie' hingga Transformasi BUMN
- Cara Download Instagram Reels dan Video yang Bisa Ditonton Offline Agar Makin Hemat Kuota
- Penemuan Fosil Dinosaurus Pemakan Mamalia
Untuk diketahui, aktivitas manufaktur di China mengalami penurunan selama tiga bulan berturut-turut di akhir tahun 2022 karena kasus COVID-19 yang menyebar di jalur produksi negeri Tirai Bambu.
Dikutip dari Reuters, Selasa, 3 Januari 2022, Biro Statistik Nasional mencatat angka purchasing manager index (PMI) yang menurun ke posisi 47 pada Desember 2022, menurun dari 48 poin pada bulan sebelumnya.
Penurunan itu pun menjadi yang terbesar sejak World Health Organization menetapkan status pandemi pada awal tahun 2020.