<p>Produk antivirus berbahan eucalyptus yang diluncurkan Kementan/Foto: Kementan</p>
Nasional & Dunia

Awas! Pandemi Bikin Penjual Obat Corona Abal-abal Menjamur

  • JAKARTA – Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menjelaskan sejumlah alasan mengapa masyarakat Indonesia dibanjiri klaim obat COVID-19. Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi menyebut pemicu awal banyaknya fenomena obat COVID-19 adalah buruknya politik manajemen penanganan pandemi dari pemerintah. Sejak sebelum diumumkannya kasus positif COVID-19 di Indonesia pada 2 Maret 2020, pemerintah dinilai tidak mengantisipasi hal […]

Nasional & Dunia
Ananda Astri Dianka

Ananda Astri Dianka

Author

JAKARTA – Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menjelaskan sejumlah alasan mengapa masyarakat Indonesia dibanjiri klaim obat COVID-19.

Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi menyebut pemicu awal banyaknya fenomena obat COVID-19 adalah buruknya politik manajemen penanganan pandemi dari pemerintah.

Sejak sebelum diumumkannya kasus positif COVID-19 di Indonesia pada 2 Maret 2020, pemerintah dinilai tidak mengantisipasi hal tersebut sehingga terjadi lonjakan kasus hingga saat ini.

“Sejak akhir Februari hingga sekarang, penanganan politik manajemen terkait pandemi oleh pemerintah masih kurang maksimal,” kata Tulus dalam diskusi virtual, Senin 10 Agustus 2020.

Selain kurangnya manajemen bencana non alam dari pemerintah, tingkat literasi masyarakat terhadap produk obat atau kesehatan juga dinilai sangat minin. Sehingga, masyarakat kurang kritis menyikapi beredarnya isu vaksin atau obat terkait pandemi.

Masyarakat Mudah Tertipu

Tulus menyatakan bahwa berbagai pihak yang mengklaim obat COVID-19 sengaja menyerang aspek psikologis masyarakat agar percaya dengan narasi yang dibangun. Kecemasan masyarakat akan ketidakpastian akibat pandemi membuat psikologis masyarakat kebih rentan untuk diarahkan.

Apalagi, saat ini belum tersedia obat atau vaksin COVID-19 yang mampu memberikan sentiment positif. Ditambah lagi dengan esklalasi kasus terkonfirmasi positif yang lajunya masih terus naik hingga hari ini.

“Akibatnya, banyak masyarakat mencari jalan keluar sendiri untuk membuat obat dan melakukan pengobatan sendiri,” tambah Tulus.

Dilihat dari aspek hukum, undang-undang membolehkan masyarakat melakukan pengobatan mandiri.

Namun, apabila produk tersebut bertujuan komersial seperti adanya iklan, promosi, dan penjualan, maka harus disertai dengan penelitian yang kemudian berizin edar sebelum sampai di tangan masyarakat.

Adapun, dari aspek ekonomi, krisis kesehatan akibat pandemi memang tidak dipungkiri turut membuahkan krisis ekonomi. Alhasil, masyarakat makin melakukan segala upaya untuk mencari alternatif pemasukan, salah satunya dengan menjual produk yang diklaim sebagai obat COVID-19.

Apabila sudah terjadi fenomena seperti ini, Tulus mengatakan lemahnya tindakan hukum setelah pelanggaran ini juga menjadi bahan bakar penjual nakal yang meresahkan masyarakat.

Sebab, penjual merasa tidak ada sanksi tegas sehingga mereka dapat bebas berjualan. “Saya kira empat hal ini yang melingkupi mengapa klaim obat COVID-19 itu menjadi marak,” ujar dia. (SKO)