Badai PHK Industri Tekstil Berlanjut, Serikat Pekerja: Buruh Tua jadi Korban
- Badai Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di sejumlah industri masih menghantui terutama padat karya seperti sektor Tekstil dan Produk Tekstil (TPT). Meski investasi moncer penyerapan justru belum maksimal.
Nasional
JAKARTA - Badai Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) pada sejumlah industri masih menghantui, terutama pada sektor padat karya seperti Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) di tengah kondisi tak sejalan antara kenaikan nilai investasi dan penyerapan tenaga kerja yang minim.
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN) Ristadi mengungkapkan, meskipun sebelumnya pemerintah mengklaim investasi moncer, namun nyatanya penyerapan tenaga kerja kerja tak bisa sejalan dengan banjirnya investasi.
"Investasi baru itu, kalau investasi baru memang menyerap tenaga kerjanya umumnya yang freshgraduate, sementara yang di PHK itu umur di atas 40-50 tahun faktanya, jadi nggak nyambung," katanya saat ditemui di Gedung DPR RI, Rabu, 21 Juni 2023.
- Chandra Asri (TPIA) Berpotensi Pertahankan Profitabilitas di 2023
- Laba Pupuk Indonesia Tahun Ini Diproyeksikan Turun Hampir Rp6 Triliun
- PHK 1.000 Karyawan, Badai di Grab Masih Berlanjut?
Maka dari itu menurut Ristadi, jenjang karier korban PHK seusia itu sulit untuk kembali bersaing dengan para lulusan baru . Ia menyebut korban PHK banyak berasal dari daerah Jawa Barat, sedangkan para Investor menaruh modalnya di Jawa Tengah.
Berdasarkan data NSW Kementerian BKPM, selama kuartal 1-2023 realisasi investasi Penanaman Modal Asing (PMA) di Jawa Tengah menembus US$145 ribu, sedangkan daerah Jawa Barat diangka US$121,1 ribu. Sementara itu, Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) di wilayah Jawa tengah diangka US$569 juta. Lalu untuk wilayah Jawa Barat lebih besar pada kisaran US$2,41 juta.
Solusi untuk Pemerintah
Ristadi mengungkapkan, solusi yang harus dilakukan pemerintah di antaranya dengan menstimulus geliat sektor tekstil dengan meningkatkan permintaan pasar yang saat ini merosot. Pasalnya produksi yang dilakukan para pelaku industri tidak laku dijual karena pangsa pasar yang diisi produk luar negeri.
Pemerintah diminta segera mengevaluasi tata kelola impor terutama barang ilegal yang lebih murah sehingga tidk merusak harga pasar domestik. "Masalahnya yang merusak pasar kan ilegal impor. Harganya sangat jatuh pasti membuat produk kami tidak laku. Meskipun bisa melakukan produksi namun tak laku ya sama saja,"lanjutnya.
- Integrasi GoTo Bantu Mitra Pertahankan Pendapatan Saat Kegiatan Offline Kembali Pulih
- Dukung ESG, GoTo Optimistis Capai Target Penggunaan 3.000 Motor Listrik Tahun Ini
- Pemulihan Harga Ayam dan Pakan jadi Angin Segar Industri Poultry
Setelah itu, lanjut dia, pemerintah juga perlu melihat seberapa efektif pemberian insentif selama ini kepada para korban PHK. Ristadi membeberkan bahwa jaminan kehilangan pekerjaan dari BPJS Ketenagakerjaan ternyata menjadi masalah baru di kalangan pekerja.
Akibat perusahaan yang bandel tak taat pembayaran BPJS Ketenagakerjaan para pekerja yang harus menerima akibatnya. Menurut Ristadi badai PHK ini tidak dapat diperkirakan kapan akan berakhir selama kondisi ekonomi dunia masih lemah dan pemerintah Indonesia tidak berbenah untu memperbaiki hal ini.
Nilai Investasi
Sebelumnya, PHK sektor industri masih terjadi, namun pemerintah mengungkapkan, realisasi investasi pada kuartal I-2023 telah mencapai Rp328,9 triliun.
- Mantap! Bank Mandiri Sabet Gelar Bank BUMN Nomor Wahid versi Forbes
- Bank Mandiri Edukasi Pengelolaan Sampah dan Kampanye Kebersihan di Ajang FIFA Match Day
- RUPST Hari Ini, Berikut Prediksi Dividen Jumbo Bukit Asam (PTBA)
Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengatakan angka ini mengalami peningkatan dibandingkan dengan tahun lalu atau secara year-on-year (yoy) sebesar 16,5%. Namun jika dilihat berdasarkan target, realisasi investasi yang telah mencapai 23,5% dari target 2023 sebesar Rp1.400 triliun.
Menurut Bahlil, capaian realisasi investasi tersebut dapat menyerap sebanyak 384.892 tenaga kerja yang berasal dari dalam negeri bukan para pekerja asing atau TKA.
Total realisasi investasi tertinggi masih dipegang oleh provinsi Jawa Barat sebesar Rp50 triliun, diikuti oleh DKI Jakarta Rp36,5 triliun, Jawa Timur Rp30 triliun, Sulawesi Tengah Rp29,8 triliun, dan Banten Rp25,7 triliun.