<p>Plaza Atrium Senen, Jakarta, milik PT Cowell Development Tbk. / Cowelldev.com</p>
Industri

Bagaimana Cowell Development Bisa Pailit?

  • Kepailitan merupakan suatu kondisi di mana perusahaan mengalami ketidakcukupan untuk menjalankan usahanya atau kegagalan perusahaan dalam menjalankan operasi perusahaan untuk menghasilkan laba.

Industri
Aprilia Ciptaning

Aprilia Ciptaning

Author

JAKARTA – Emiten pengembang properti PT Cowell Development Tbk. (COWL) tengah dalam proses persidangan kepailitan.

Sebelumnya, kreditur Cowell Development, yaitu PT Multi Cakra Kencana Abadi mengajukan permohonan pailit ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Permohonan pailit atas utang sebesar Rp53,4 miliar atau setara dengan 1,93% dari total utang perseroan yang jatuh tempo pada 24 Maret 2020 tersebut tercatat dengan No.21/Pdt.Sus-Pailit/2020/PN.Niaga.Jkt.Pst tanggal 17 Juni 2020.

Di samping itu, terkait Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU), COWL juga digugat oleh pemohon PT Mega Sukses bersama tanggal 17 Juni dengan nomor perkara 154/Pdt.Sus-PKPU/2020/PN Niaga Jkt Pst.

Kepailitan merupakan suatu kondisi di mana perusahaan mengalami ketidakcukupan untuk menjalankan usahanya atau kegagalan perusahaan dalam menjalankan operasi perusahaan untuk menghasilkan laba.

Menurut peneliti Jefferey S. Grower, salah satu cara untuk memprediksi kebangkrutan, yaitu dengan mengetahui apakah suatu perusahaan mengalami kesulitan keuangan (financial distress). Di samping itu, indikasi lain juga ditunjukkan dengan kondisi laba bersih perusahaan yang negatif dalam tiga tahun berturut-turut.

Bursa Efek Indonesia (BEI) membekukan saham PT Cowell Development Tbk. dengan kode COWL. Foto: Ismail Pohan/TrenAsia

Suspensi dari BEI

Direktur Penilaian Perusahaan Bursa Efek Indonesia (BEI) I Gede Nyoman Yetna pun mengatakan, Cowell Development belum menyampaikan laporan keuangan 31 Desember 2019 dan 31 Maret 2020.

Pengembang propert ini diketahui baru menyampaikan laporan keuangan hingga kuartal III-2019. Pada periode ini, perusahaan dengan aset Rp3,66 triliun punya liabilitas Rp2,77 triliun dengan ekuitas Rp892,38 miliar.

Dalam sembilan bulan 2019, Cowell Development membukukan penjualan bersih dan pendapatan usaha Rp236,94 miliar. Angka ini turun 30,67% dari periode sama 2018 Rp341,74 miliar.

Meski begitu, seiring menurunnya beban pokok pendapatan, rugi bersih COWL juga membaik dari Rp205,25 miliar menjadi Rp25,89 miliar.

Namun perseroan harus menanggung utang bank hingga Rp1,99 triliun. Angka ini terdiri dari utang bank jangka pendek Rp220,77 miliar dan utang bank jangka panjang Rp1,77 triliun.

“Konsekuensi dari belum disampaikannya laporan keuangan tersebut, Bursa sudah memberikan sanksi kepada COWL dan hal tersebut sudah diumumkan,” Nyoman di Jakarta, Jumat, 17 Juli 2020.

Suspensi atau penghentian sementara perdagangan efek saham emiten ini pun dilakukan di seluruh pasar efek sejak sesi II perdagangan hari Senin, 13 Juli 2020.

Nyoman juga menjelaskan, BEI telah melakukan dengar pendapat dengan Cowell Development pada 15 Maret 2020 untuk meminta penjelasan. “Bursa juga sudah mengingatkan COWL untuk secara proaktif menyampaikan kepada publik terkait perkembangan kasus permohonan pailit dan PKPU yang sedang dihadapi,” katanya.

Melati Mas Residence adalah salah satu proyek properti milik Cowell Development. / Cowelldev.com

Tindak Lanjut COWL

Sementara itu, pada Rabu, 22 Juli 2020, Tim Kuasa Hukum Cowell Development Jimmy Simanjuntak menjelaskan bahwa Tim Kurator mengundang para kreditur untuk rapat perdana guna menyampaikan perkembangan dan diskusi lebih lanjut mengenai permohonan kepailitan tersebut.

Menurutnya, pengajuan pailit tersebut sesuai dengan Pasal 2 ayat (1) UU Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU yang berbunyi, debitur yang mempunyai dua atau lebih kreditur dan tidak membayar sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dapat dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan, baik atas permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih krediturnya.

Meskipun demikian, kata Jimmy, pihak COWL masih terus mengupayakan perdamaian dalam proses ini. “Disampaikan perkembangannya, lalu diskusi karena bagaimana pun juga, Cowell masih terus berupaya untuk mencapai perdamaian dalam proses ini,” ujarnya di Jakarta, Kamis, 16 Juli 2020.

Hasilnya, kreditur dimohon untuk melakukan pengajuan tagihan hingga Selasa, 4 Agustus 2020 pukul 10.00-17.00 WIB di Kantor Sekretariat Tim Kurator RDTX Tower Kuningan.

Selanjutnya, verifikasi dan pencocokan piutang para kreditur akan dilaksanakan pada Senin, 24 Agustus mendatang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Demi kelancaran proses pencatatan tersebut, ujarnya, pengajuan pencatatan wajib disertakan dokumen-dokumen yang berkaitan dengan Cowell Development.

Lexington Residence adalah proyek apartemen di Selatan Jakarta milik Cowell Development. / Cowelldev.com

Pengembang Properti Kelas Menengah Atas

Diketahui, Cowell Development merupakan salah satu pengembang properti di Indonesia yang berfokus di bidang pengembangan properti kelas menengah atas.

Berdasarkan laman resmi perusahaan, Cowell Development yang didirikan pada 25 Maret 1981 ini awalnya berdiri sebagai PT Internusa Artacipta. Kemudian pada 2005, perusahaan mengalami perubahan nama menjadi PT Karya Cipta Putra Indonesia dan akhirnya mengubah indentitas lagi menjadi Cowell Development pada 2006.

Unit bisnisnya meliputi township atau kota mandiri, apartemen, residensial atau perumahan, komersial, serta perkantoran.

Untuk proyek township perseroan, terdiri dari The Oasis di Cikarang dan Borneo Paradiso di Balikpapan. Proyek kota mandiri ini mengadopsi konsep superblock yang memadukan kawasan perumahan dengan perkantoran serta area komersial.

Selain itu perseroan juga memiliki proyek apartemen di Jakarta Selatan yaitu Lexington Residence. Kompleks apartemen dengan dua gedung ini terletak di area premium Jakarta, dekat dengan Pondok Indah dan TB Simatupang.

Untuk proyek perumahan meliputi Laverde Serpong Park dengan total 3.700 unit rumah dan Melati Mas Residence 1.200 unit rumah. Sementara itu, unit bisnis di bidang komersial, yaitu Plaza Atrium yang diakusisi perseroan pada 2012 silam.

Adapun, proyek perkantoran milik perseroan yaitu Cowell Tower di Jakarta Pusat. Bersamaan dengan Plaza Atrium, gedung perkantoran ini juga diakusisi perseroan pada 2012 dan kemudian dilakukan renovasi pada 2015.

Gedung perkantoran yang berada di atas lahan seluas 22.000 meter persegi itu, memiliki tipe bangunan mid-rise building dengan 16 lantai. Gedung perkantoran ini terkoneksi langsung dengan Plaza Atrium. (SKO)