Ilustrasi asuransi.
IKNB

Bagaimana Kabar Kasus 4 Asuransi Bermasalah? Kresna Life, Wanaartha, AJB Bumiputera, dan Jiwasraya

  • Ogi menegaskan bahwa Jiwasraya telah dikenakan sanksi Pembatasan Kegiatan Usaha (PKU) oleh OJK.

IKNB

Idham Nur Indrajaya

JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terus mengawasi proses yang tengah dijalani oleh perusahaan asuransi bermasalah seperti Kresna Life, Wanaartha Life, AJB Bumiputera, dan Jiwasraya. 

Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun (PPDP) OJK, Ogi Prastomiyono, mengungkapkan update terbaru dari proses gugatan wanprestasi yang dihadapi oleh perusahaan-perusahaan tersebut. 

Proses Likuidasi Kresna Life Berlanjut

Terkait dengan kasus Kresna Life, Ogi menyatakan bahwa tim likuidasi Kresna Life sudah menerima tagihan dari kreditur dan pemegang polis. 

“Selain itu, tim likuidasi juga telah memulai proses penunjukan akuntan publik untuk menyusun neraca penutupan,” ujar Ogi melalui jawaban tertulis, dikutip Selasa, 8 Oktober 2024.

Kasus Wanaartha Life: Pemilik Dihimbau Pulang

Terkait kasus Wanaartha Life, OJK juga terus memantau perkembangan proses hukum. Ogi Prastomiyono menegaskan, “OJK menghormati proses hukum yang berjalan hingga saat ini. 

Dalam setiap kesempatan, OJK selalu meminta pemilik Wanaartha untuk kembali ke Indonesia guna mempertanggungjawabkan perbuatan hukum yang terjadi.” Sejauh ini, Tim Likuidasi telah melakukan pembagian dana jaminan dalam tiga tahap secara proporsional kepada pemegang polis. 

Selain itu, upaya likuidasi terhadap aset lainnya, termasuk penjualan aset properti tersisa, sedang berlangsung. Tim likuidasi juga terus mengejar aset-aset keuangan Wanaartha Life yang masih dalam proses hukum.

Kasus AJB Bumiputera: Upaya Pemenuhan Target RPK

OJK telah Bumiputera 1912 untuk lebih berupaya dalam memenuhi target yang tercantum dalam Rencana Penyehatan Keuangan (RPK). 

Hingga saat ini, pencapaian Bumiputera dinilai belum memuaskan. Ogi mengatakan bahwa pihaknya menyoroti empat inisiatif strategis yang masih belum tercapai.

"RPK yang telah disetujui oleh OJK pada Juli 2024 masih berproses, namun belum memenuhi target yang ditetapkan. Ada empat inisiatif strategis yang terkait dengan RPK," ungkap Ogi.

Poin pertama yang disoroti adalah pembayaran klaim asuransi yang outstanding hingga Agustus 2024 baru mencapai Rp319,5 miliar, sementara target di RPK adalah Rp2,8 triliun hingga akhir tahun. Kedua, rencana konversi aset tetap menjadi aset produktif dan finansial hanya terealisasi sebesar Rp181 miliar dari target yang ditetapkan.

Selain itu, meski AJBB telah berhasil menjual premi baru dengan total nilai pertanggungan sebesar Rp285,3 miliar, angka tersebut masih jauh dari target yang diharapkan. 

Terakhir, terkait reorganisasi dan rasionalisasi sumber daya manusia (SDM), meskipun sudah berjalan, pelaksanaannya belum mencapai harapan yang dituangkan dalam RPK. Proses ini masih dalam tahap penyusunan kebijakan dan perangkat peraturan yang diperlukan.

"OJK meminta AJBB untuk memberikan upaya ekstra dalam mencapai target-target tersebut. Tindakan korektif sesuai RPK akan segera dilakukan, termasuk penyelesaian hak karyawan sesuai dengan ketentuan yang berlaku," lanjut Ogi.

Baca Juga: Perjalanan Kasus Skandal Jiwasraya sebelum Disanksi OJK

Kasus Jiwasraya: Rencana Pembubaran

PT Asuransi Jiwasraya (Persero) terus menjadi perhatian publik setelah kabar rencana pembubarannya semakin santer terdengar. Hal ini menimbulkan kekhawatiran di kalangan nasabah, terutama mereka yang menolak proses restrukturisasi polis yang ditawarkan perusahaan. 

Menurut Ogi Prastomiyono, Jiwasraya saat ini tengah dalam tahap akhir penyelesaian pengalihan portofolio polis ke IFG Life, perusahaan asuransi yang ditunjuk untuk mengambil alih polis Jiwasraya. Hingga 31 Agustus 2024, OJK mencatat bahwa 9,7% dari keseluruhan polis Jiwasraya telah setuju dengan proses restrukturisasi.

"Polis-polis yang telah setuju restrukturisasi tersebut telah dialihkan ke IFG Life dengan nilai total Rp37,97 triliun," ungkap Ogi. Ia juga menambahkan bahwa tahap akhir dari pengalihan ini sedang dalam proses finalisasi dan akan segera rampung.

Namun, masih ada nasabah yang menolak restrukturisasi. Ogi menjelaskan bahwa OJK telah meminta Jiwasraya untuk tetap menangani nasabah tersebut dengan menawarkan ulang opsi restrukturisasi. 

Selain itu, perusahaan juga diharuskan mengantisipasi proses penyelesaian kewajiban bagi nasabah yang tidak menyetujui restrukturisasi sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Ogi menegaskan bahwa Jiwasraya telah dikenakan sanksi Pembatasan Kegiatan Usaha (PKU) oleh OJK. Sanksi ini dikenakan karena Jiwasraya dinilai melanggar sejumlah ketentuan di bidang perasuransian. "Dengan dikenakannya PKU, Jiwasraya dilarang untuk melakukan kegiatan penutupan pertanggungan baru untuk seluruh lini usaha, tetapi tetap diwajibkan untuk memenuhi kewajiban yang telah ada," tambahnya.

Selain sanksi PKU, Ogi menyebutkan bahwa Jiwasraya juga telah dikenakan sanksi administratif. OJK terus memonitor dan mendorong Jiwasraya untuk mempersiapkan proses penyelesaian kewajiban terhadap pemegang polis sebaik mungkin. 

Pengawasan Khusus Terhadap Perusahaan Asuransi dan Reasuransi

Hingga September 2024, OJK masih melakukan pengawasan khusus terhadap delapan perusahaan asuransi dan reasuransi. Angka ini menurun dibandingkan akhir tahun 2022, yang mencatat ada 12 perusahaan di bawah pengawasan khusus.

Ogi Prastomiyono menjelaskan bahwa pengawasan dilakukan secara intensif untuk memastikan perusahaan-perusahaan ini mampu mengatasi masalah yang membuat mereka berada dalam status pengawasan khusus. “Kami mendorong pemegang saham dan pengurus perusahaan untuk melaksanakan rencana tindak yang telah disusun dengan disiplin,” ujar Ogi.

OJK juga memantau secara ketat kemajuan setiap perusahaan dalam memenuhi ketentuan tentang Risk-Based Capital (RBC) dan ekuitas minimum. Langkah-langkah ini diambil untuk melindungi konsumen dan menjaga kepercayaan masyarakat terhadap industri asuransi dan reasuransi di Indonesia.

Dengan langkah-langkah yang dilakukan, OJK berharap perusahaan-perusahaan tersebut dapat segera keluar dari status pengawasan khusus, sehingga industri asuransi dapat tumbuh dengan lebih sehat dan kondusif.