Bagaimana UU PPSK Bisa Mempercepat Inklusi Keuangan Digital di Indonesia? Simak di Sini!
- UU PPSK ini pun diproyeksikan untuk turut mempercepat inklusi keuangan dan meningkatkan stabilitas ekonomi serta mendorong perlindungan konsumen di sektor keuangan digital.
Fintech
JAKARTA - Indonesia Fintech Society (IFSOC) menilai bahwa Undang-undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK) dapat mempercepat inklusi keuangan digital di Indonesia.
Ketua Steering Committee IFSOC Rudiantara menyampaikan bahwa dengan disahkannya UU PPSK pada pekan lalu, sektor keuangan Indonesia telah memasuki babak baru yang diharapkan akan lebih tangguh dan progresif.
UU PPSK ini pun diproyeksikan untuk turut mempercepat inklusi keuangan dan meningkatkan stabilitas ekonomi serta mendorong perlindungan konsumen di sektor keuangan digital.
- Goldman Sachs Bersiap Rumahkan 3.900 Karyawan
- Ekspor Indonesia Menuju Tren Penurunan, Dampak Ancaman Resesi?
- Tambang Emas Kian Berkilau, Laba Merdeka Copper (MDKA) Terbang 279 Persen
Rudiantara menyatakan apresiasinya kepada pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang melalui UU PPSK telah mendorong penguatan dan pengembangan sektor keuangan dengan penyediaan payung hukum yang pada gilirannya dapat menguatkan peran fintech ke depannya.
"Percepatan penyusunan aturan pelaksana dan harmonisasi regulasi menjadi agenda prioritas ke depan yang perlu dikawal agar dapat memberikan kepastian hukum melalui framework yang adaptif serta kejelasan implementasi teknis dari ketentuan UU PPSK," ujar Rudiantara dikutip dari keterangan yang diterima TrenAsia, Selasa, 20 Desember 2022.
Rudiantara menambahkan, UU PPSK telah menghadirkan upaya untuk mewujudkan ekosistem fintech yang integraif dalam aspek pengaturan dan pengawasan di ruang lingkup inovasi teknologi sistem keuangan (ITSK) dengan pendekatan berbasis aktivitas.
Pendekatan berbasis aktivitas dinilai sudah tepat karena proses perizinan dapat lebih adaptif dalam mengikuti perkembangan industri sektor keuangan digital dan mengedepankan prinsip "same risk, same regulation".
Sementara itu, anggota Steering Committee IFSCO Prasetyantoko turut memaparkan bahwa pengkategorian aset keuangan digital yang diatur dalam UU PPSK telah memberikan batasan yang jelas pada instrumen digital di sektor keuangan.
Menurut Prasetyantoko, pengkategorian ini adalah langkah yang tepat dan fundamental dalam mendukung perkembangan aset keuangan digital ke depan.
"Hal ini akan berdampak dalam penguatan pengaturan dan pengawasan aset keuangan digital, termasuk dalam aspek perlindungan konsumen," katanya.
- Bos InJourney Beberkan Dampak Disahkannya RUU KUHP ke Sektor Pariwisata
- Digugat Rp3,1 Miliar, Ini Klarifikasi PTPP
- Dibayangi RUU KUHP, Angkasa Pura I: Tidak Ada Dampak kepada Pariwisata
Untuk diketahui, di dalam UU PPSK, diatur mengenai kepastian hukum akan aktivitas industri fintech di Indonesia dan penguatan mekanisme pengawasan.
Tidak hanya mengatur aktivitas penyelenggara dalam menghadirkan produk dan jasa keuangan, UU PPSK ini juga mengatur soal teknologi informasi yang digunakan, status fintech yang bisa beroperasi, produk dan jasa yang ditawarkan, hubungan pemberi dan penerima pinjaman, serta perlindungan bagi pengguna layanan.
Dalam UU yang biasa juga disebut Omnibus Law Keuangan itu pun diatur mengenai penugasan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk mengawasi sektor keuangan secara menyeluruh, mulai dari perbankan, pasar modal, dana pensiun, asuransi, koperasi, hingga fintech dan kripto.
OJK pun nantinya akan menunjuk seorang anggota dewan komisioner untuk menjadi kepala eksekutif pengawas ITSK, aset keuangan digital, dan aset kripto.