<p>Sumber: menpan.go.id</p>
Industri

Bahan Bakar Nabati Jadi Super Prioritas Kemenristekdikti

  • JAKARTA – Selain industri garam dan drone tempur Elang Hitam, pemerintah melalui Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) menetapkan Bahan Bakar Nabati (BBN) sebagai produk riset super prioritas. Tiga jenis bahan bakar yang dihasilkan berupa bensin, diesel, dan avtur yang kesemuanya dihasilkan dari produk kelapa sawit. Implementasi pemanfaatan hasil produk tersebut diharapkan dapat mengurangi […]

Industri
Ananda Astri Dianka

Ananda Astri Dianka

Author

JAKARTA – Selain industri garam dan drone tempur Elang Hitam, pemerintah melalui Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) menetapkan Bahan Bakar Nabati (BBN) sebagai produk riset super prioritas.

Tiga jenis bahan bakar yang dihasilkan berupa bensin, diesel, dan avtur yang kesemuanya dihasilkan dari produk kelapa sawit.

Implementasi pemanfaatan hasil produk tersebut diharapkan dapat mengurangi ketergantungan impor negara. Oleh karena itu, pemerintah berencana membangun pabrik minyak nabati industrial di Musi Banyuasin, Sumatera Selatan dan Pelalawan, Riau. Di samping itu, pabrik katalis juga akan dibangun oleh PT Pupuk Kujang bersama dengan PT Pertamina dan ITB.

Bahan bakar nabati menjadi salah satu temuan produk dalam bentuk katalis, salah satunya telah dikembangkan oleh para peneliti dari Institut Teknologi Bandung (ITB).

Berdasarkan informasi resmi dari laman ITB, Laboraturium Teknik Reaksi Kimia dan Katalis (TRRK) ITB bersama Research Technology Center (RCT) Pertamina mengembangkan katalis untuk konversi minyak sawit menjadi bahan bakar nabati.

Peneliti senior, Prof. Subagjo dari ITB mengatakan bahwa proses katalis bahan bakar dapat mengurangi impor minyak mentah (crude oil) maupun bahan bakar minyak (BBM). Dengan adanya katalis, hasil sawit dapat dimanfaatkan secara maksimal.

Namun, produksi massal dari BBN mempunyai sejumlah kendala, khususnya dalam hal persaingan industri di tengah tingginya aktivitas impor BBM.

Tercatat hingga tahun 2019, kebutuhan produk katalis di Indonesia cukup besar, yakni mencapai 500 juta USD atau setara dengan 6,8 triliun, tetapi sebagian besar pemenuhannya masih mengimpor dari luar negeri.

Potensi BBN di Indonesia

Upaya pemerintah mendorong penggunaan BBN untuk mengurangi konsumsi BBM yang berasal dari minyak bumi, pemerintah mengeluarkan Peraturan Presiden RI Nomor 5 Tahun 2006 dengan mentargetkan pemanfaatan BBN hingga 5% dari total energi primer pada tahun 2025.

Merujuk laporan resmi yang dikeluarkan oleh Bappenas, kelapa sawit menjadi salah satu tanaman penghasil minyak nabati utama di Indonesia. Dalam keadaan yang optimal, produktivitas kelapa sawit dapat mencapai 20-25 ton TBS/ha/tahun atau sekitar 4-5 ton minyak sawit.

Pakar studi bioenergi dari ITB, Tatang Hernas Soerawidjaja di laman resmi itb.ac.id, mengatakan jumlah produksi minyak lemak di Indonesia mencapai 31 juta ton/tahun CPO (Crude Palm Oil) yang setara dengan 600.000 barel/hari minyak bumi.

Pemanfaatan BBN bagi perekonomian nasional di antaranya dapat meningkatkan nilai tambah industri CPO yang akan menjadi biodiesel. Di samping itu, ia juga berkontribusi pada pajak penerimaan negara dan penyerapan tenaga kerja di industri.