Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat melakukan groundbreaking smelter tambang tembaga milik PT Freeport Indonesia (PTFI) di Gresik, Jawa Timur. Foto: BPMI Setpres/Lukas
Industri

Bahaya Jerat Utang BUMN di Balik Proyek Smelter Freeport Rp42 Triliun

  • Ambisi Presiden Joko Widodo untuk membangun smelter Gresik patut diapresiasi. Kendati demikian, patut dikritisi karena menumpuk utang BUMN MIND ID.
Industri
Daniel Deha

Daniel Deha

Author

JAKARTA -- Ambisi Presiden Joko Widodo untuk melakukan hilirisasi tambang mineral patut diapresiasi. Kendati demikian, investasi gila-gilaan tanpa mempertimbangkan sumber pendanaan untuk menambal kebocoran keuangan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ini patut dikritisi.

Baru-baru ini, Presiden Jokowi melakukan peletakan batu pertama (groundbreaking)  proyek pembangunan smelter PT Freeport Indonesia (PTFI) yang terletak di Kawasan Industri Terintegrasi Java Integrated  Industrial and Ports Estate (JIIPE) Kawasan Ekonomi Khusus Gresik, Jawa Timur.

Pembangunan pabrik peleburan dan pemurnian alias smelter Freeport di JIIPE Gresik merupakan bagian dari komitmen perusahaan untuk melakukan hilirisasi  industri mineral dalam negeri.

Komitmen itu tertuang dalam Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) PTFI yang menjadi bagian dari izin keberlanjutan operasi PTFI hingga 2041 ketika pemerintah menyerap divestasi saham PTFI pada 2018.

PTFI merupakan perusahaan tambang afiliasi dari Freeport-McMoran dan holding industri pertambangan BUMN, Mining Industry Indonesia (MIND ID).

Anggota holding ini ada empat perusahaan  yaitu PT Timah (Persero) Tbk, PT Bukit Asam (Persero) Tbk, PT Aneka Tambang (Persero) Tbk, dan PT Freeport Indonesia (PTFI).

Pada Desember 2018, PT Indonesia Asahan  Alumunium (Inalum) Persero (sekarang MIND ID) membeli sebagian saham PTFI sehingga kepemilikan saham Indonesia atas PTFI meningkat dari 9,36% menjadi 51,23%. Sementara Freeport-McMoran menggenggam 40% saham dari 90,64%.

Dari 51,23% saham Freeport Indonesia, MIND ID menguasai 26,23% secara langsung.  Sementara, 25% saham sisanya dimiliki oleh PT Indonesia Papua Metal dan Mineral (IPMM) yang merupakan perusahaan patungan Inalum (60%) dan BUMD milik Pemkab Mimika dan Pemprov Papua (40%).

Untuk mengakuisisi saham PTFI, MIND ID merogoh kocek US$3,85 miliar atau setara Rp53,9 triliun melalui penerbitan surat utang global alias global bonds sekitar US$4 miliar pada tahun itu.

Dalam proses divestasi saham PTFI, pemerintah melalui MIND ID mendesak agar PTFI harus membangun smelter tembaga agar memberikan nilai tambah kepada produk mineral dalam negeri ketimbang mengekspor konsentrat mentah ke Spanyol.

Jokowi berharap kehadiran smelter PT Freeport Indonesia di KEK JIIPE Gresik bisa menjadi daya tarik bagi industri lain, khususnya industri turunan tembaga, untuk masuk berinvestasi ke KEK JIIPE Gresik.

"Saya mendapat laporan bahwa smelter yang akan dibangun dengan desain single line ini, terbesar di dunia, karena mampu mengolah 1,7 juta ton konsentrat tembaga per tahun atau 480.000 ton logam tembaga. Ini besar sekali," kata Jokowi dalam sambutannya  seperti disiarkan di kanal YouTube Sekretariat Presiden, Selasa, 12 Oktober 2021.

Dia berharap investasi smelter Freeport di JIIPE Gresik memberikan nilai tambah bagi negara, dalam artian memberikan pemasukan yang lebih tinggi kepada negara, dan juga menciptakan lapangan pekerjaan. 

Jokowi pun akan memerintahkan satu per satu perusahaan baik swasta maupun BUMN yang berkaitan dengan tambang minerba untuk masuk ke hilirisasi.

"Jangan sampai kita memiliki tambang, tapi smelter-nya ada di negara lain. Nilai tambahnya yang menikmati mereka. Inilah kenapa smelter PT Freeport ini dibangun di dalam negeri yaitu di Gresik," katanya.

Vice Presiden Corporate Communication PTFI Riza Pratama pernah mengatakan smelter dibangun di JIIPE Gresik karena di wilayah itu sangat cocok. Alasannya, ada pabrik semen yang dapat memanfaatkan hasil pengolahan asam sulfat, perak dan gipsum.

"Ya kenapa smelter Freeport dibangun di Gresik, salah satunya bisa dimanfaatkan pabrik semen untuk mengelola asam sulfat paling dominan," katanya.

Sebagai gambaran, smelter Freeport berlokasi di kawasan industri JIIPE, Jawa Timur. Smelter ini dibangun di atas lahan 100 hektare, serta supporting area seluas 120 hektare.

JIIPE Gresik merupakan kawasan industri industri terintegrasi pertama di Indonesia yang telah dilengkapi dengan pelabuhan dan dermaga untuk kapal pesiar dan perumahan berkonsep kawasan industri yang ramah lingkungan.

JIIPE terdiri dari 3.000 Ha yang dibagi menjadi Kawasan Industri 1.800 Ha, Pelabuhan Laut Dalam 400 Ha, dan Perumahan 800 Ha.

⁣KEK JIIPE Gresik didirikan oleh perusahaan patungan antara PT AKR Corporindo Tbk  lewat anak perusahaannya PT Usaha Era Pratama Nusantara, dan PT Pelabuhan Indonesia III di bawah anak perusahaannya PT Berlian Jasa Terminal Indonesia.

JIIPE Gresik ditetapkan sebagai KEK Gresik melalui Peraturan Pemerintah (PP) Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2021 tentang Kawasan Ekonomi Khusus Gresik yang ditandatangani Presiden Republik Indonesia,  Joko Widodo pada tanggal 28 Juni 2021.

Investasi Rp42 Triliun

Proses peleburan dan pemurnian tambang emas di smelter / Dok. Archi Indonesia

Pembangunan smelter atau pemurnian tembaga di JIIPE Gresik menelan investasi sekitar US$3,5 miliar setara Rp42 triliun.

Presiden Direktur Freeport Indonesia Tony Wenas mengatakan PTFI menggandeng PT Chiyoda International Indonesia untuk melakukan pekerjaan Engineering, Procurement, dan Construction (EPC) pada tahap konstruksi.

Kedua perusahaan menandatangani Kontrak Kerja Sama EPC proyek smelter Gresik milik PTFI pada15 Juli 2021 lalu.

Chiyoda dari Kanda dalam kontrak ini bukan sebagai investor, melainkan hanya sebagai kontraktor. Sehingga, saat smelter yang dibangun dan beroperasi, posisi Freeport sepenuhnya sebagai pemilik.

Pengerjaan konstruksi smelter akan membuka lapangan pekerjaan bagi setidaknya 40.000 tenaga kerja yang direkrut melalui perusahaan kontraktor dengan mengutamakan putra-putri terbaik bangsa, termasuk masyarakat lokal Gresik.

Sejak 2018, PTFI telah mengerjakan sejumlah tahapan pengerjaan seperti Front-End Engineering Design (FEED), reklamasi dan penguatan lahan, serta rekayasa detail. Kemajuan pembangunan smelter Gresik telah mencapai 8% hingga tahun ini.

Tahap awal pengerjaan proyek yang dibangun di atas lahan seluas 100 Ha ini sudah menghabiskan biaya sekitar US$450 juta setara Rp6,3 triliun dari total biaya investasi yang mencapai Rp42 triliun.

Tony mengatakan, pendanaan proyek pembangunan smelter Gresik berasal dari pinjaman perbankan dan internal kas perusahaan.

Lembaga pembiayaan, kata dia, telahmenyetujui komitmen US$1 miliar.  Selebihnya, pendanaan akan diambil dari kantong PTFI dan sumber pendanaan lainnya. Namun dia belum menjelaskan sumber pendanaan seperti apa yang akan diambil perusahaan.

Pembangunan ditargetkan akan selesai dalam jangka waktu lima tahun, diundur 4-5 bulan dari target awal karena digebuk pandemi. Rencananya, konstruksi smelter selesai pada 2026, atau dua tahun setelah Jokowi lengser.

"Ada kendala pandemi sehingga proses penyelesaiannya mungkin 5 tahun ditambah sekitar 4-5 bulan. Ini sama seperti proyek-proyek lain di dunia yang hampir semua tertunda akibat situasi pandemi," katanya, 22 Oktober 2021.

Disebutkan bahwa smelter Gresik memiliki kapasitas produksi 1,7 juta ton konsentrat per tahun. Produk hasil smelter ini mencakup 480.000 logam tembaga dan 600.000 ton katoda tembaga per tahun.

Selain tembaga dan turunannya, smelter ini juga akan memurnikan emas. Diperkirakan akan menghasilkan 35 ton emas per tahun yang nilai transaksinya tembus Rp30 triliun.

Sementara itu, estimasi pendapatan tembagadari smelter Gresik mencapai Rp76 triliun, atau dua kali lipat dari nilai investasi.

Pemerintah bertujuan untuk mendongkrak daya saing industri nasional melalui hilirisasi mineral. Banyak produk hilirisasi yang bisa dikejar dari smelter Gresik untuk pabrik lain.

Tembaga, memang bisa dijadikan bahan baku industri otomotif, industri elektronik, kabel, pabrik AC, konstruksi instalasi listrik hingga electric vehicle.

Komitmen Freeport Indonesia

Presiden Direktur PT Freeport Indonesia, Tony Wenas saat menghadiri rapat kerja di komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin, 23 November 2020. Foto: Ismail Pohan/TrenAsia

Pembangunan smelter Gresik merupakan bagian dari klausul divestasi Freeport pada 2018. PTFI berjanji membangun smelter baru sebagai jaminan penerbitan IUPK.

Dalam membangun smelter Gresik, PTFI menggelontorkan dana sebesar US$3,5 miliar dengan US$1 miliar dipinjam dari bank. Sisanya akan diambil dari kantong sendiri dan beberapa sumber pendanaan lain.

Menurut laporan keuangan pada akhir 2020, Freeport-McMoran tercatat memiliki arus kas operasi US$3 miliar dan arus kas konsolidasi US$3,7 miliar. 

Utang perusahaan mencapai US$9,7 miliar dan tidak ada pinjaman di bawah US$3,5 miliar revolving fasilitas kredit.

Berdasarkan volume penjualan saat ini dan perkiraan biaya, dan dengan asumsi harga rata-rata US$3,50 per pon tembaga, US$1,850 per ons emas dan US$9,00 per pon molibdenum, arus kas terkonsolidasi diperkirakan sekitar US$5,5 miliar tahun ini.

Sementara, dampak perubahan harga tembaga selama tahun 2021 terhadap arus kas operasional akan mendekati US$380 juta untuk setiap US$0,10 per pon perubahan harga rata-rata tembaga.

Tahun ini, Freeport-McMoran membelanjakan dana mendekati US$2,3 miliar, termasuk US$1,4 miliar untuk proyek pengembangan penambangan bawah tanah Grasberg.

Sementara belanja modal untuk pengembangan smelter Gresik menjadi sekitar US$100 juta tahun ini.

Menurut Freeport-McMoran, rencana untuk mengatur pembiayaan proyek smelter, dan pembayaran utang akan dibagi oleh pemegang saham PTFI yaitu MIND ID sesuai dengan ekuitas masing-masing porsi kepemilikan.

Ekuitas Freeport-McMoran hingga akhir2020 tercatat sebesar US$18,66 miliar dengan liabilitas US$23,47 miliar. Dengan demikian aset penambangan Grasberg ini mencapai US$42,14 miliar pada 2020.

Dengan demikian, setoran Freeport-McMoran untuk proyek smelter Gresik, jika disesuaikan dengan porsi sahamnya, mencapai US$1,71 miliar, sedangkan MIND ID US$1,78 miliar.

Potensi Utang Baru

Presiden Joko Widodo (Jokowi) bersama Menko Perekonomian Airlangga Hartarto,dan Menteri BUMN Erick Thohir, saat melakukan groundbreaking smelter tambang tembaga milik PT Freeport Indonesia (PTFI) di Gresik, Jawa Timur. Foto: BPMI Setpres/Lukas

Dengan pembagian pembiayaan proyek smelter antara Freeport-McMoran dengan MIND ID sebagai pemegang saham mayoritas PTFI, maka dana yang harus disetor holding BUMN tambang ini sebesar US$1,78 miliar.

Belum diketahui apakah nantinya MIND ID akan menyetor lagi miliaran dolar uang untuk membiayai proyek smelter Freeport atau tidak. Jika hal itu terjadi, maka akan menambah beban keuangan induk holding tambang pelat merah tersebut.

Ketika menyerap divestasi saham Freeport, MIND ID merogoh kocek sebesar US$3,85 miliar atau setara Rp53,9 triliun melalui penerbitan global bonds sekitar US$4 miliar pada 2018. 

Sisa penerbitan obligasi sebesar US$150 juta digunakan untuk pembayaran biaya transaksi serta kontribusi belanja modal (capital expenditure/capex) pengembangan tambang bawah tanah PTFI pada tahun 2019 dan awal 2020.

Penerbitan obligasi MIND ID terdaftar di Singapore Exchange Securities dan memiliki masa jatuh tempo berbeda-beda dengan tingkat kupon rata-rata sebesar 5,99%.

Tenor pertama, MIND ID harus melunasi US$1 miliar hingga 2021. Kedua, US$1,25 miliar dengan tenor 2023. Ketiga, US$1 miliar dengan tenor 2028. Terakhir, US$ 750 juta dengan tenor 2048.

Pada Mei 2020, MIND ID kembali menerbitkan surat utang sebesar US$2,5 miliar untuk sejumlah kebutuhan. Salah satunya untuk membayar utang jatuh tempo ke PTFI.

Direktur Utama MIND ID Orias Petrus Moedak belum lama ini mengatakan, utang jatuh tempo telah dibayar sebesar US$1,02 miliar saat terbitkan global bonds US$2,5 miliar tersebut di mana US$500 juta untuk bayar utang 2020 dan US$500 jutaan akan bayar pada November tahun ini.

Secara keseluruhan, utang perusahaan ketika menyerap divestasi saham Freeport mencapai US$5,5 miliar. Utang tersebut berasal dari US$4 miliar dari global bonds di Singapura dan obligasi baru US$2,5 miliar di mana US$1 miliar disiapkan untuk bayar utang jatuh tempo. Sehingga total utang yang harus dibayar ke depan US$4,5 miliar.

"Jumlah utang dan kas ini menunjukkan posisi kami aman, termasuk untuk bayar utang US$500 juta yang jatuh tempo sudah aman. Kami juga punya line (akses) ke bank untuk melakukan pembayaran," kata Orias penuh percaya diri.

Dengan pola yang ada, MIND ID tampaknya bakal menerbitkan obligasi baru untuk membayar utang jatuh tempo dan demikian seterusnya. Dengan kata lain, MIND ID membayar utang dengan utang baru alias refinancing.

Masalah penerbitan obligasi baru tidak menekan keuangan perusaaan. Alasannya, dengan ekuitas perusahaan Rp72,58 triliun pada tahun 2020, MIND ID masih mampu untuk membayar kewajibannya.

Sementara, merujuk laporan keuangan pada 2020, holding tambang ini memiliki total liabilitas Rp108,19 triliun dengan aset Rp180,77 triliun. Dari aset ini, investasi pada  Freeport Indonesia mencapai Rp69,92 triliun.

Kendati demikian, dengan utang eksisting US$4,5 miliar, sulit bagi MIND ID untuk merogoh koceknya sendiri guna membiayai investasi pembangunan smelter Gresik.

Sebagai pemilik saham terbesar Freeport Indonesia, MIND ID diprediksi akan kembali menerbitkan obligasi untuk memenuhi daya demi membangun smelter yang mencapai US$1,78 miliar sesuai porsi saham di PTFI.

Lantas, dari mana dana tersebut?

Belakangan ini, santer dibicarakan mengenai rencana MIND ID menggelar penawaran umum perdana saham (Initial Public Offering/IPO). Targetnya IPO akan terjadi pada akhir 2022.

Aksi korporasi tersebut dilakukan usai pemisahan Inalum Operating dari Induk Holding. Pemisahan perusahaan pelat merah di sektor pertambangan itu pun menjadi salah satu syarat MIND ID go public.

Saat ini, proses penggodokan tengah dilakukan Kementerian BUMN dan Kementerian Keuangan sambil menanti penerbitan Peraturan Pemerintah (PP) oleh Presiden Jokowi sebagai payung hukum.

Orias mengatakan bila pemisahan dua entitas pertambangan itu sesuai target, maka Inalum Operating terlebih dahulu mencatatkan sahamnya di pasar modal kemudian diikuti dengan rencana IPO MIND ID.

Opsi IPO sendiri didasarkan pada kebutuhan keuangan perusahaan dengan utang yang menggunung.

"Kalau proses pemisahannya bisa terlaksana tahun ini atau awal tahun depan, diharapkan IPO (Inalum Operating) bisa terlaksana di akhir 2022. Setelah itu selesai, baru akan dibahas lebih lanjut persiapan untuk MIND ID (IPO)," ujar Orias September lalu.

Rencana IPO demi menggalang dana segar guna menutupi utang US$1,25 miliar ke Freeport-McMoran pada 2023, maka hal itu dianggap merupakan sebuah kebodohan bagi MIND ID.

Pasalnya, pembangunan smelter Gresik bukan merupakan kewajiban MIND ID, melainkan komitmen Freeport-McMoran untuk mengembangkan industri hilir mineral dalam negeri setelah puluhan tahun perusahaan kakap itu mencaplok tambang emas dan tembaga di Papua (sejak 1967).

Pengamat industri pertambangan Ferdy Hasiman mengatakan bahwa dalam hal ini MIND ID tidak perlu membiayai proyek tersebut.

"Pembangunan smelter merupakan bagian dari klausul divestasi saham Freeport Indonesia pada tahun 2018. Salah satunya itu mereka wajib membangun smelter sebagai jaminan agar dikeluarkan IUPK," katanya ketika dihubungi reporter TrenAsia.com, Senin, 25 Oktober 2021.

Ferdy menegaskan bahwa tidak ada aksi korporasi baru yang dilakukan MIND ID dalam rangka mencari dana untuk biayai smelter.

Karena itu, dia mendesak agar pemerintah, yang terwakili melalui MIND ID harus tegas mengatakan tidak pada rencana Freeport-McMoran yang meminta agar pembiayaan smelter dibagikan menurut eukitas sesuai kepemilikan saham pada PTFI.

"Sudah enggak bisa negara ini diatur oleh asing terus. Saatnya negara harus tegas terhadap komitmen Freeport (McMoran)," papar Ferdy.*