Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia dalam acara Minerba Expo di Jakarta pada Senin, 25 November 2024.
Energi

Bahlil Akui Masih Ada Impor Nikel 10 Persen dari Kebutuhan Nasional

  • RKAB produksi nikel tahun 2024 yang disetujui Kementerian ESDM adalah sebesar 240 juta ton. Sementara hingga saat ini, produksi nasional telah mencapai 150 juta ton.

Energi

Debrinata Rizky

JAKARTA - Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia membenarkan, saat ini terdapat kegiatan impor nikel dari negara tetangga. Dengan jumlah impor sekitar 10% dari total kebutuhan nikel di dalam negeri.

Bahlil menjelaskan, bahwa kegiatan impor nikel bukan praktik yang 'haram' dan justru lumrah dilakukan oleh negara industri di dunia.

"Enggak apa-apa (impor nikel), belum sampai 10% (dari kebutuhan dalam negeri). Enggak apa-apa, barang nggak dilarang kan? Saya itu takut kalau barang dilarang. Barang nggak dilarang," kata Bahlil dalam acara Minerba Expo di Jakarta pada Senin, 25 November 2024.

Menurut catatannya, kebutuhan nikel dalam negeri baru mencapai 157 juta ton per tahun yang dipenuhi melalui produksi dalam negeri serta dari impor nikel ke Indonesia.

Sekadar informasi, RKAB produksi nikel tahun 2024 yang disetujui Kementerian ESDM adalah sebesar 240 juta ton. Sementara hingga saat ini, produksi nasional telah mencapai 150 juta ton.

Sedangkan, cadangan bijih nikel Indonesia merupakan cadangan terbesar di dunia dengan porsi sebanyak 42,1% dari seluruh cadangan dunia. Lalu, disusul oleh Australia dengan porsi 18,4%, Brazil 12,2%, Rusia 6,4%, Kaledonia Baru 5,4%, Filipina 3,7%, China 3,2%, dan sisanya negara lainnya.

Meski memiliki cadangan terbesar di dunia, Ketua Umum Golkar ini mewanti-wanti jangan sampai perizinan produksi nikel melalui Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) di Indonesia terlalu berlebihan yang dinilai bisa membuat harga nikel dunia menjadi terperosok.

Bahlil menyebut setiap RKAB yang disetujui oleh Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (Ditjen Minerba) Kementerian ESDM memperhitungkan keseimbangan antara demand dan supply agar tidak terjadi kelebihan pasokan (oversupply).

Hal ini diungkapkan Bahlil menanggapi kabar keterlambatan persetujuan RKAB memengaruhi produksi nikel di dalam negeri sehingga berdampak pada impor nikel dari Filipina membeludak.

Nilai Ekonomi Nikel
Kontribusi nikel terhadap ekonomi Indonesia sangat signifikan. Dengan nilai ekspor mencapai US$11,7 miliar atau sekitar Rp183,96 triliun (kurs Rp15.720) pada tahun 2022, nikel telah menjadi salah satu tulang punggung ekspor negara ini.

Proyeksi juga menunjukkan bahwa industri nikel berpotensi menghasilkan pendapatan negara hingga US$30 miliar atau sekitar Rp471,7 triliun per tahun pada tahun 2024, menunjukkan potensi besar yang masih belum tergarap sepenuhnya.