Bahlil Akui Pajak Hiburan 40 Persen Bisa Ganggu Investasi
- Pajak yang bakal dikenakan sekitar 40% sampai 75% tergantung pada pada jasa hiburan yang diberikan.
Makroekonomi
JAKARTA - Menteri Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengatakan penerapan pajak hiburan menjadi 40 persen hingga 75 persen akan berdampak pada investasi Indonesia.
Pemerintah menetapkan tarif pajak barang dan jasa tertentu (PBJT) atas jasa hiburan pada diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa yang ditetapkan maksimal 75%, sedangkan kelompok jasa kesenian dan hiburan dikenakan pajak 10%.
"Kami juga kaget pajak hiburan ini, namun Menko Marves Luhut telah sampaikan untuk di tahan dulu penerapannya masih membutuhkan kajian," kata Bahlil dalam Konpers Realisasi Investasi Kuartal IV di Kementerian BKPM pada Rabu, 24 Januari 2024.
- Volume Transaksi Layanan Madina Bank Muamalat Tembus Rp50,4 Triliun
- Okupansi The Nusa Dua Capai 68,46 Persen, Dekati Capaian Sebelum Pandemi
- Melambung Ratusan Persen, Laba Bersih Hutama Karya Jadi Rp1,6 Triliun
Menurut Bahlil jika penerapan pajak hiburan diberlakukan sekarang bisa berbahaya. Di mana konsumen masih belum sepenuhnya pulih jika biaya tinggi tidak akan kompetitif sehingga berdampak pada investasi RI.
Lebih lanjut Bahlil memahami dari sisi Kementerian Keuangan dalam penerapan pajak ini dalam rangka untuk tercapainya target penerimaan pajak.
Sebelumnya, pemerintah menetapkan pajak hiburan ini tercantum dalam Undang-undang (UU) No.1/2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
Pajak yang bakal dikenakan sekitar 40% sampai 75% tergantung pada pada jasa hiburan yang diberikan. Adanya rencana tersebut ditanggapi oleh sederet pengusaha yang mengaku keberatan atas kenaikan pajak.
Terkait keluhan itu, Kemenkeu memberikan solusi. “Kalau saat ini memang belum mampu dengan tarif 40%, silakan berdasarkan assesment daerahnya, melakukan pengurangan pokok pajaknya,” kata Direktur Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Kementerian Keuangan Lydia Kurniawati dalam keterangannya, dikutip Kamis 18 Januari 2024.
Keringanan berupa insentif pengurangan pajak itu dimohonkan oleh pelaku usaha kepada Kepala Daerah setempat