Bahlil Beberkan Biang Kerok Industri Masih Lakukan PHK
- Bahlil mengklaim dalam waktu dekat terdapat sejumlah investor baru di sektor industri tekstil yang akan beroperasi dalam waktu dekat
Nasional
JAKARTA - Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia menilai bahwa adanya tren pemutusan hubungan kerja massal atau PHK yang terjadi di daerah industri disebabkan oleh dua hal ini.
Yang pertama menurut Bahlil, PHK disebabkan oleh relokasi pabrik di mana banyak pabrik yang tutup di daerah Jawa Barat pindah ke Jawa Tengah. Hal ini menyebabkan pergeseran dan ketidakseimbangan pekerja di daerah tersebut.
"Masalah alat juga karena mesinnya tua, yang kedua biaya ekonominya sudah tinggi dibandingkan negara lain," kata Bahlil dalam Konpers Realisasi Investasi Semester I-2024 di Kementerian BKPM pada Senin, 29 Juli 2024.
- Dominasi Pasar dengan Cash Management, Bank Mandiri Raih Penghargaan Alpha SouthEast Asia 2024
- Proyeksi Kinerja PGEO Usai Laba dan Pendapatan Semester I-2024 Beda Arah
- Go Internasional! Ekspor Produsen Susu Cimory Melambung 105 Persen
Biang kerok lainnya yang membuat industri ini tumbang karena, banyak pabrik tutup permanen karena tidak mampu bersaing. Menutnya hal ini akan berpengaruh ke penerimaan negara.
Sementara itu, Bahlil mengungkapkan PHK massal juga dipicu oleh masalah produktivitas pekerja. Tingginya biaya produksi ini berbanding terbalik dengan produktivitas pekerja. Kondisi ini mengakibatkan terganggunya keuangan perusahaan yang akhirnya terpaksa melakukan efisiensi.
Oleh karena itu, dia mendorong adanya jalan tengah, dimana hak-hak buruh diperhatikan, tetapi buruh juga harus memperhatikan keberlangsungan perusahaan.
Industri Butuh Sweeterner
Menteri Invetasi dan Kepala BKPM ini menekankan pentingnya ada pemanis (sweetener) berupa insentif yang diberikan pemerintah untuk menarik investor beroperasi di dalam negeri.
Perbankan diminta untuk ikut mendanai peremajaan mesin serta memberikan insentif kemudahan untuk mendapat pembiayaan mesin. Langkah lain yang akan diambil oleh pemerintah yakni mendorong adanya kerja sama dengan buruh.
"Kita harus hargai buruh, menghargai buruh kerja dengan upah layak, tapi juga buruh juga harus mengerti, kalau industri enggak jalan bagaimana pabrik mau survive (bertahan)," jelasnya.
- Pengguna Mobil Listrik AS Ingin Balik ke Konvesional, Bagaimana dengan Indonesia?
- Ketika Tambang Ilegal Selalu Jadi Kambing Hitam
- Proyeksi Laba dan Target Saham Batu Bara LQ45 Ini Direvisi Naik
Bahlil mengklaim dalam waktu dekat terdapat sejumlah investor baru di sektor industri tekstil yang akan beroperasi dalam waktu dekat. Dia pun meminta media untuk berimbang dalam memberitakan persoalan PHK massal di industri tekstil di ini.
Sebelumnya, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mencatat bahwa sekitar 11.000 buruh di industri tekstil mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK). Jumlah ini terjadi di perusahaan-perusahaan berskala besar.
Menurut Plt Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil (IKFT) Kemenperin, Reni Yanita, PHK ini terjadi setelah diterbitkannya Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024. Dengan aturan ini, beberapa barang kategori tekstil dan produk tekstil dapat masuk Indonesia dengan mudah.
Dia juga memberikan rincian perusahaan yang melakukan PHK pegawai, dengan jumlah yang bervariasi, mulai dari 500 orang hingga 8.000 orang. Beberapa di antaranya adalah PT S Dupantex, PT Alenatex, PT Kusumahadi Santosa, PT Kusumaputra Santosa, PT Pamor Spinning Mills, dan PT Sai Apparel.