Bakal Babat UMKM, Aplikasi Temu Dilarang Jualan di Indonesia
- Konsep F2C milik Temu memungkinkan konsumen membeli produk langsung dari pabrik, sehingga memotong jalur distribusi tradisional dan menawarkan harga yang lebih murah dibawah pasaran.
Hukum Bisnis
JAKARTA - Aplikasi belanja Temu asal China akan menghadapi kendala serius untuk memasuki pasar Indonesia. Pemerintah menilai model bisnis Temu yang berbasis Factory to Consumer (F2C) tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku di Indonenesia.
"Modelnya, Temu F to C, di Indonesia tidak bisa. Kena itu bertentangan sama peraturan pemerintah, ada PP 29 (PP Nomor 29 Tahun 2021) mengenai distribusi, itu produsen enggak bisa langsung masuk ke konsumen," ungkap Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag, Isy Karim, di Jakarta, Jumat 14 Juni 2024.
Serupa dengan TikTokshop, Temu diluncurkan pada tahun 2022 dan dikembangkan oleh Pinduoduo, salah satu platform e-commerce terbesar di China.
Konsep F2C memungkinkan konsumen membeli produk langsung dari pabrik, sehingga memotong jalur distribusi tradisional dan menawarkan harga yang lebih murah di bawah pasaran.
Sejak peluncurannya, Temu telah populer di beberapa negara Asia Tenggara dan berhasil menarik minat konsumen yang mencari produk berkualitas dengan harga terjangkau.
- Kontroversi Bahlil: Membabat 2 Juta Hektare Hutan Demi Manisnya Gula
- Zurich dan Adira Dorong Pelestarian Habitat Mangrove
- Cegah Penyelewengan Dana, Ini Langkah OJK untuk Awasi BP Tapera
Sulit Diterapkan di Indonesia
Di Indonesia, regulasi pemerintah mengharuskan produsen untuk tidak langsung menjual produknya kepada konsumen, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 29 Tahun 2021.
Selain itu, Temu juga harus mematuhi berbagai aturan lainnya, termasuk Permendag Nomor 31 Tahun 2023, yang mengatur perdagangan elektronik dan persyaratan operasional bagi platform e-commerce.
"Kalau mau harus ada penyesuaian, banyak yang disesuaikan, masih ada barrier-nya kita, banyak banget," tambah Karim.
Hingga saat ini, Temu belum mendaftarkan diri atau mengajukan izin ke Kementerian Perdagangan (Kemendag), padahal proses pendaftaran tersebut merupakan langkah awal yang wajib dipenuhi sebelum dapat beroperasi secara legal di Indonesia.
- Kontroversi Bahlil: Membabat 2 Juta Hektare Hutan Demi Manisnya Gula
- Zurich dan Adira Dorong Pelestarian Habitat Mangrove
- Cegah Penyelewengan Dana, Ini Langkah OJK untuk Awasi BP Tapera
Berbeda dengan situasi di Indonesia, aplikasi Temu telah berhasil beroperasi di beberapa negara lain seperti Malaysia dan Thailand.
Walaupun raksasa e-commerce seperti Shopee dan Lazada mungkin masih memiliki pangsa pasar yang lebih besar di Asia Tenggara, Temu tetap berhasil melakukan ekspansi dan menarik perhatian konsumen di wilayah tersebut.
"Temu itu belum masuk, belum ada pendaftaran, pengajuan ke Kementerian Perdagangan, mungkin di Malaysia, bukan di Indonesia. Belum masuk ke Indonesia, belum daftar dan belum ada kontak ke Kemendag," ungkap Karim.
Model bisnis F to C yang diusung oleh Temu tidak sesuai dengan regulasi yang ada di Indonesia, sehingga aplikasi tersebut tidak bisa masuk ke pasar Indonesia saat ini.