Bank BUMN Bantah Tudingan Terkait Skandal FinCen Files
Bocoran laporan The Financial Crimes Enforcement Network (FinCEN) Files menyebut adanya keterlibatan 19 perbankan nasional dalam transaksi janggal yang menggegerkan dunia. Diduga, 19 bank ini telah melakukan transaksi janggal dengan nilai US$504,65 juta atau setara Rp7,5 triliun dengan asumsi kurs Rp14.800 per dolar Amerika Serikat.
Industri
JAKARTA – Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) memastikan seluruh transaksi bank telah mengikuti aturan yang berlaku menanggapi dokumen The Financial Crimes Enforcement Network (FinCEN) Files yang menjadi pemberitaan hangat beberapa hari terakhir.
Ketua Himbara Sunarso mengatakan dengan dukungan sistem yang andal, bank-bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN) senantiasa berkomitmen untuk memenuhi kewajiban pelaporan kepada Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) sesuai ketentuan yang berlaku.
“Kami memastikan bahwa seluruh transaksi perbankan mengikuti ketentuan, baik Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan PPATK, serta selaras dengan international best practices dari financial action task force on money laundering,” ujar Sunarso dalam pernyataan resmi di Jakarta, dilansir Antara, Selasa, 22 September 2020.
- 11 Bank Biayai Proyek Tol Serang-Panimbang Rp6 Triliun
- PTPP Hingga Mei 2021 Raih Kontrak Baru Rp6,7 Triliun
- Rilis Rapid Fire, MNC Studios Milik Hary Tanoe Gandeng Pengembang Game Korea
- Anies Baswedan Tunggu Titah Jokowi untuk Tarik Rem Darurat hingga Lockdown
- IPO Akhir Juni 2021, Era Graharealty Dapat Kode Saham IPAC
Dokumen hasil penyelidikan FinCen Files mengungkapkan transaksi sejumlah bank global kakap yang diduga memuluskan praktik pencucian uang. Terutama yang diduga juga mengalir ke Indonesia.
Sunarso yang juga Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk atau BRI menjelaskan pelaporan transaksi nasabah bank telah diatur dalam Undang-Undang nomor 8 Tahun 2010. Dalam UU 8/2020 itu diatur tentang Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (UU APU PPT).
Dalam UU tersebut, diatur bahwa penyedia jasa keuangan wajib menyampaikan laporan transaksi keuangan yang memenuhi kriteria tertentu. Termasuk transaksi keuangan mencurigakan (suspicious transaction) kepada PPATK.
Selanjutnya, berdasarkan UU APU PPT tersebut juga, ditetapkan bahwa direksi, komisaris, pengurus, atau pegawai pihak pelapor dilarang memberitahukan kepada pengguna jasa atau pihak lain. Pemberitahuan itu baik secara langsung maupun tidak langsung, dengan cara apapun, mengenai laporan transaksi keuangan mencurigakan yang sedang disusun atau telah disampaikan kepada PPATK.
19 Bank di Indonesia
Bocoran laporan The Financial Crimes Enforcement Network (FinCEN) Files menyebut adanya keterlibatan 19 perbankan nasional dalam transaksi janggal yang menggegerkan dunia. Diduga, 19 bank ini telah melakukan transaksi janggal dengan nilai US$504,65 juta atau setara Rp7,5 triliun dengan asumsi kurs Rp14.800 per dolar Amerika Serikat.
Lebih rinci, dana tersebut berasal dari uang masuk ke Indonesia senilai US$218,49 juta setara Rp3,23 triliun. Plus, transaksi keluar mencapai US$286,16 juta atau Rp4,23 triliun.
Dinukil dari laman Konsorsium Internasional Jurnalis Ivestigasi (ICIJ), terdapat setidaknya 496 transaksi mencurigakan yang dilakukan di perbankan nasional. Periode transaksinya terhitung sejak Februari 2013 hingga 3 Juli 2017.
Dalam laporan itu disebutkan, terdapat dua nama bank pelat merah dan 17 bank swasta nasional yang telah melakukan transfer atas transaksi janggal tersebut.
Bank pelat merah yang dimaksud, yakni PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI) dan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI). Bank Mandiri diduga menerima 58% dana dari transaksi janggal sebesar US$292,73 juta.
Angka tersebut terdiri dari US$250,39 juta transaksi keluar, dan US$42,33 juta. Total transaksi yang melibatkan BMRI dalam kebocoran data ini mencapai 111 kali. Sementara BBNI diduga menerima aliran uang senilai US$10,94 juta dari dua transaksi.
Bank Swasta
Di luar nama dua perbankan yang tergabung dalam Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) ini, ada juga nama bank besar yang terlibat. PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) milik Grup Djarum juga diduga menerima aliran dana sebesar US$753.760 dari 19 transaksi.
Selain BCA, terdapat juga nama PT Bank CIMB Niaga Tbk (BNGA) yang menerima aliran dana sebesar US$44,89 juta dari tujuh transaksi. Lalu, PT Bank Danamon Indonesia Tbk (BDMN) senilai US$3,1 juta dari 28 transaksi dan PT Bank China Construction Bank Indonesia Tbk (MCOR) sebesar US$130,82 juta dari 49 transaksi.
Selanjutnya, ada nama PT Bank Pan Indonesia Tbk (PNBN) atau Bank Panin senilai US$708.541 dari 10 transaksi. PT Bank of India Indonesia Tbk (BSWD) sebesar US$20,76 juta dari 5 transaksi.
Kemudian PT Bank OCBC NISP Tbk (NISP) senilai US$2,70 juta dari 13 transaksi. Terakhir, PT Bank Maybank Indonesia Tbk (BNII) dengan nilai US$5,32 juta dari 34 transaksi.
Di luar nama emiten perbankan yang melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI), terdapat juga nama-nama perbankan multinasional lainnya. Termasuk Bank DBS Indonesia yang diduga menerima aliran dana sebesar US$3,5 juta dari tujuh transaksi.
Lalu, Hong Kong Shanghai Banking Corp (HSBC) senilai US$2,99 juta dari dua transaksi. Pun demikian dengan PT Standard Chartered Bank sebesar US$5,8 juta dari 3 kali transaksi.
Berikutnya, ada nama PT Bank UoB Indonesia senilai US$2,39 juta dari 24 transaksi. PT Bank ICBC Indonesia US$49.990 dari satu kali transaki. Citibank senilai US$2 juta dari satu kali transaksi. PT Bank Chinatrust Indonesia sebesar US$554.290 dari 39 transaksi. Terakhir, PT Bank Commenwealth senilai US$9,55 juta dari 194 transaksi. (SKO)