Industri

Bank Digital Jangan Cuma Bermain di Segmen Konsumer

  • JAKARTA – Euforia bank digital sangat terasa pada tahun ini. Kendati demikian, bank digital ini diprediksi hanya menjadi primadona pada segmen konsumer dengan n
Industri
Muhamad Arfan Septiawan

Muhamad Arfan Septiawan

Author

JAKARTA – Euforia bank digital sangat terasa pada tahun ini. Kendati demikian, bank digital ini diprediksi hanya menjadi primadona pada segmen konsumer dengan nilai transaksi dan simpanan yang terbatas

“Bank digital ini nyasarnya Milenial dan generasi Z, jadi meski pun volume transaksinya tinggi itu nilainya kecil-kecil. Tapi saya melihat fee based income bank digital bisa naik,” kata Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira kepada TrenAsia.com, Kamis, 26 Agustus 2021.

Oleh karena itu, dalam menjaring lebih banyak profitabilitas, Bhima menyebut perbankan harus membidik calon nasabah dari kalangan usia yang lebih tua.

Pertumbuhan pendapatan komisi dari jasa keuangan tersebut ikut terpantik oleh semakin tingginya nilai transaksi e-commerce. Pasalnya, nilai transaksi e-commerce pada tahun lalu saja telah menyentuh Rp266,3 triliun.

E-commerce sendiri transaksinya sangat tinggi dan ini tentu menguntungkan perbankan dari segi pendapatan fee based income-nya,” ucap Bhima.

Tantangan lain bagi bank digital untuk meraup pendapatan adalah penetrasi pembiayaan produktif. Dalam hal ini, Bhima menyebut sebenarnya bank digital punya kelebihan untuk menjaring debitur yang berasal dari kalangan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM).

Perkembangan ekosistem bank digital ini bisa menggeser penggunaan kredit peer to peer (P2p) lending yang saat ini banyak diakses pelaku UMKM.

“P2P itu bunga tinggi sekali, ada yang mencapai 20% dan ini sebenarnya bank digital bisa masuk ke sini dengan menawarkan bunga yang lebih kompetitif bagi debitur,” jelas Bhima.

Ditopang POJK 12/2021

Selain itu, Bhima menyebut keuntungan lain dari bank digital adalah adanya payung hukum baru dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Peraturan OJK (POJK) nomor 12 tahun 2021, kata Bhima, dapat semakin mengakselerasi inovasi layanan keuangan perbankan digital.

“Adanya POJK berkaitan dengan uji coba produk baru perbankan, kalau di tes ternyata pas, itu modelnya bisa seperti fintech. Jadi hanya menyertakan invoice tanpa lagi harus memberikan agunan-agunan seperti BPKB,” tegas Bhima.

OJK mencatat ada tujuh bank yang telah mengantongi izin transformasi digital. Tujuh bank itu antara lain MotionBanking dari PT Bank MNC Internasional Tbk (BABP), PT Bank Aladin Syariah Tbk (BANK), Jenius dari PT Bank BTPN Tbk (BTPN), Wokee dari PT Bank KB Bukopin Tbk (BBKP), Digibank milik Bank DBS, TMRW dari Bank UOB, serta Jago milik PT Bank Jago Tbk (ARTO).

Sulit Tembus Korporasi?

Meski begitu, bank digital dinilai masih sulit untuk menembus segmen korporasi. Ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Aviliani mengatakan proses penarikan kredit jumbo masih sulit difasilitasi oleh bank digital.

“Kalau pinjam dana jumbo misal Rp500 miliar secara full digital, itu perusahaan akan ragu. Jadi untuk kredit korporasi ini saya kira masih akan dipegang bank konvensional,” jelas Aviliani kepada TrenAsia.com, Kamis, 26 Agustus 2021.

Status sebagai perbankan tampaknya masih belum bisa meningkatkan acceptance debitur kelas kakap untuk menarik dana dari bank digital. Di sisi lain, Aviliani meninjau bank digital ini punya potensi untuk menguasai segmen konsumer.

“dengan banyaknya digital payment  dan ekosistem  e-commerce saat ini, bank digital bisa kuat di transaksi yang kecil-kecil ini,” jelas Aviliani.