Bank Indonesia
Pasar Modal

Bank Indonesia Didorong Siapkan Skenario Terbaik Hadapi Potensi Tapering Off pada 2022

  • Pemulihan ekonomi di Indonesia masih dibayangi adanya tapering off dari bank sentral Amerika Serikat (AS) The Fed. Lepasnya stimulus jumbo dari The Fed diproyeksikan bakal mengguncang kondisi ekonomi Indonesia.

Pasar Modal

Muhamad Arfan Septiawan

JAKARTA – Pemulihan ekonomi di Indonesia masih dibayangi adanya tapering off dari bank sentral Amerika Serikat (AS) The Fed. Lepasnya stimulus jumbo dari The Fed diproyeksikan bakal mengguncang kondisi ekonomi Indonesia.

Melihat hal tersebut, Kepala Ekonom Bank Permata Tbk (BNLI) Josua Pardede mengatakan Bank Indonesia (BI) harus mempertimbangkan potensi tapering off dalam rencana kebijakan pada tahun depan. Selain bisa menggoyahkan aliran modal asing, tapering off The Fed juga bakal mempengaruhi kondisi nilai tukar rupiah.

“Bank Indonesia juga perlu tetap mengantisipasi arah kebijakan moneter AS di tahun depan sedemikian sehingga kebijakan moneter suku bunga BI juga cenderung akan menyeimbangkan upaya untuk menjaga stabilitas rupiah dan disaat bersamaan mendukung pemulihan ekonomi tahun 2022 yang diperkirakan akan lebih signifikan,” ucap Josua kepada Trenasia.com, Rabu, 4 Agustus 2021.

Meski begitu, Josua memprediksi The Fed masih belum bisa melepas stimulus di sisa tahun ini. Hal ini, kata Josua, mesti dijadikan momentum untuk mempertahankan suku bunga acuan BI agar pemulihan ekonomi semakin terdorong optimal.

“Maka arah kebijakan suku bunga acuan BI berpotensi untuk dipertahankan untuk menjaga momentum pemulihan ekonomi nasional hingga akhir tahun,” jelas Josua.

Serupa, Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Aviliani mengingatkan pemerintah untuk mewaspadai adanya aliran dana keluar yang membuat nilai tukar rupiah anjlok pada 2013.  Kondisi ini yang membuat masa ekspansi ekonomi Indonesia pada 2013 harus tertahan akibat sentimen dari Negeri Paman Sam tersebut.

“Kita Ingat di 2013 itu rupiah kita langsung turun dari Rp9.000 menjadi Rp13.000, jadi kita yang tadinya ekonominya sedang melaju jadi turun lagi karena harga naik dan daya beli juga merosot,” ujar Avi dalam diskusi virtual INDEF, dikutip Rabu, 4 Agustus 2021.

Tertahannya ekspansi ekonomi itu bisa ditinjau dari pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia yang susut dari 6,23% year on year (yoy) pada 2012 menjadi 5,78% pada 2013.A Apalagi, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memasang target pertumbuhan ekonomi 2022 sebesar 5,2%-5,8% yoy atau lebih tinggi dibandingkan 2021 yang sebesar 3,7%-4,5%.