<p>Gedung Bank Indonesia di Jakarta</p>
Industri

Bank Indonesia Tahan BI Rate Februari 3,5 Persen, Begini Alasannya

  • Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuan bulan Februari 2022 di angka 3,5%.
Industri
Idham Nur Indrajaya

Idham Nur Indrajaya

Author

JAKARTA – Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) bulan Februari 2022 di angka 3,5%. Hal itu didorong oleh alasan yang berkenaan dengan stabilitas ekonomi dalam negeri. 

Keputusan itu disuarakan dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI yang berlangsung pada 9-10 Februari 2022. Selain suku bunga acuan, BI juga mempertahankan suku bunga deposit facility sebesar 2,75%, dan suku bunga lending facility di angka 4,25%. 

"Keputusan ini sejalan dengan perlunya menjaga stabilitas nilai tukar dan terkendalinya inflasi, serta upaya untuk tetap mendorong pertumbuhan ekonomi,di tengah tekanan eksternal yang meningkat,” ujar Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi pers virtual, Kamis, 10 Februari 2022. 

Meski mengalami pertumbuhan sesuai dengan perkiraan, ekonomi global masih dibayangi risiko akibat kenaikan kasus COVID-19 yang disebabkan varian Omicron, percepatan normalisasi kebijakan moneter di bank-bank sentral, dan tingginya tensi geopolitik.

Pemulihan ekonomi global diprediksi akan berlanjut karena percepatan vaksinasi dan keberlangsung kebijakan fiskal yang ekpansif. Realisasi pertumbuhan ekonomi 2021 di Amerika Serikat, Eropa, dan China pun sudah menunjukkan perbaikan yang berlanjut. 

Sementara itu, kebijakan moneter dan fiskal yang tetap akomodatif diperkirakan akan terus menopang perbaikan ekonomi di Jepang dan India. 

Pemulihan ekonomi yang berlanjut dibuktikan oleh sejumlah indikator, di antaranya purchasing manager index (PMI), keyakinan konsumen, dan penjualan ritel yang tetap kuat di tengah kenaikan kasus COVID-19

Dengan adanya indikasi tersebut, pertumbuhan ekonomi global 2022 diperkirakan sesuai dengan proyeksi sebelumnya, yakni sebesar 4,4%. Volume perdagangan dan harga komoditas global pun diperkirakan masih mengalami peningkatan sehingga dapat mendukung prospek ekspor negara berkembang. 

Kendati demikian, perekonomian global masih harus menghadapi ketidakpastian pasar keuangan akibat dari rencana percepatan kebijakan normalisasi negara maju, khususnya Amerika Serikat dan Eropa karena peningkatan tekanan inflasi akibat gangguan rantai pasok, kuatnya permintaan, kenaikan kasus Covid-19, dan peningkatan tensi geopolitik.

Hal itu pun berpotensi menyebabkan terbatasnya aliran modal dan tekanan nilai tukar negara berkembang, termasuk Indonesia. 

BI pun terus berupaya optimalkan bauran kebijakan demi terjaganya stabilitas dan pemulihan ekonomi dengan memperkuat kebijakan nilai tukar rupiah untuk menjaga stabilitas yang sejalan dengan mekanisme pasar dan fundamental ekonomi dan mempertegas normalisasi kebijakan likuiditas yang diumumkan tanggal 20 Januari 2022 melalui Giro Wajib Minimum (GWM).

Selain itu, BI juga akan memberikan insentif bagi bank-bank yang menyalurkan kredit kepada sektor prioritas dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) atau memenuhi target Rasio Pembiayaan Inklusif Makroprudensial (RPIM).

BI pun memperkuat kebijakan transparansi suku bunga dasar kredit (SBDK) dengan pendalaman perbandingan spread suku bunga kredit perbankan terhadap negara kawasan, meningkatkan limit transaksi QRIS menjadi Rp10 juta pertransaksi, dan memperluas penggunaan Local Currency Settlement (LCS). 

BI pun berusaha memperluas kerja sama dengan bank sentral serta otoritas negara mitra lainnya, memfasilitasi penyelenggaraan promosi investasi dan perdagangan bekerja sama dengan instansi terkait, serta menyukseskan enam agendar prioritas jalur keuangan Presidensi Indonesia pada G20 tahun 2022.