Bank Jumbo Getol Akuisisi, Persaingan Berebut Titel Bank dengan Aset terbesar Kian Sengit
- Bank jumbo dengan yang masuk dalam Kelompok Bank Berdasarkan Modal Inti (KBMI) IV gemar menempuh upaya anorganik dalam menggenjot kinerja.
Industri
JAKARTA - Bank jumbo dengan yang masuk dalam Kelompok Bank Berdasarkan Modal Inti (KBMI) IV gemar menempuh upaya anorganik dalam menggenjot kinerja pada tahun ini. Hal ini tampak dari aksi korporasi merger akuisisi terhadap bank mini yang dilakukan bank jumbo.
Analis Pasar Modal dan Ekonom LBP Institute mengatakan aksi korporasi itu membuat persaingan untuk menyabet gelar bank dengan aset terbesar semakin sengit. Meski begitu, peningkatan aset akibat aksi akuisisi ini disebut Lucky bisa menjadi katalis positif, baik terhadap kinerja bisnis mau pun investor di bursa.
“Saya lihat aksi korporasi para bank jumbo ini efeknya akan terasa dalam waktu singkat, terutama dari peningkatan aset,” ucap Lucky saat dihubungi TrenAsia.com, Senin, 8 November 2021.
- Aturan Masuk Mal, Bioskop, Karaoke, hingga Syarat Perjalanan Transportasi di Wilayah PPKM Level 1
- Momen Bulan Fintech Nasional, Asosiasi: Potensi Fintech Syariah Masih Luas
- Museum di Belanda Pajang Koleksi Seni Tersembunyi di Gudang Kaca
Di awal 2021, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI) lebih dulu mendapatkan berkah dari adanya aksi merger tiga bank syariah milik bank anggota Himpunan Bank Milik Negara (Himbara). PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS) pun praktis terkonsolidasi dengan Bank Mandiri.
Pasalnya, sebanyak 50,83% saham BRIS diapit oleh Bank Mandiri. Sementara, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI) menggenggam 24,85% dan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) 17,25%, DPLK BRI Saham Syariah 1,60%, PT BNI Life Insurance 0,01%, dan publik 5,46%.
“Aset yang bertambah ini bisa menjadi sentimen positif bagi investor, karena jangkauan terhadap berbagai nasabah akan semakin luas,” papar Lucky.
Imbasnya, Bank Mandiri kini menempati posisi puncak sebagai bank dengan aset terbesar di Indonesia. Total aset Bank Mandiri menembus Rp 1.637,95 triliun, meningkat 16,44% year on year (yoy).
Kendati demikian, gerak aksi korporasi Bank Mandiri tidak berhenti sampai di situ. Emiten bersandi saham BMRI itu diketahui tengah membuka opsi adanya aksi akuisisi terhadap bank mini untuk mengembangkan fully digital bank.
Pesaing terdekat Bank Mandiri, BRI tidak ketinggalan untuk semakin menggemukan total asetnya. Ditunjuk jadi induk Holding Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Ultra Mikro, BRI langsung kedatangan dua entitas anyar, PT Pegadaian dan PT Permodalan Nasional Madani (PNM).
“Dengan fundamental yang solid serta adanya potensi penambahan aset, BBRI memiliki profitabilitas baik. Harga sahamnya bisa bergerak ke Rp4.800,” jelas Lucky.
Kinerja intermediasi yang meningkat serta adanya entitas bisnis baru mendorong total aset BRI melejit hingga 11,87% yoy pada kuartal III-2021. Total aset BRI menggunung dari Rp1.447,85 triliun menjadi Rp1.619,77 triliun.
Hingga kuartal III-2021 ini, permodalan BRI yang tampak dari Capital adequacy ratio (CAR) parkir di level 24,54%. “BRI bisa saja kembali sebagai bank terbesar, saya rasa dampak kenaikan asetnya akan mulai terasa pada kuartal IV-2021,” ujar Lucky.
Jalan berbeda dipilih oleh bank swasta terbesar di Indonesia, PT BAnk Central Asia Tbk (BBCA). Upaya digitalisasi ditempuh BBCA dengan mengembangkan sendiri Blu by BCA ketimbang mencaplok bank mini.
Meski tidak diwarnai aksi akuisisi, nyatanya peningkatan aset BBCA masih bisa melampaui BBRI. BBCA mencatatkan kenaikan total aset sebesar 16,5% yoy menjadi Rp1.169,3 triliun pada kuartal III-2021.
Fundamental BBCA yang terjadi juga bisa ditilik dari konsistensi pertumbuhan laba bersih dalam lima tahun ke depan. Bank swasta terbesar ini mengantongi laba bersih Rp20,6 triliun atau tumbuh 14,4% yoy pada 2016.
Pertumbuhannya pun cenderung stabil, yakni 13,1% yoy menjadi Rp23,3 triliun pada 2017 dan 10,9% yoy menjadi Rp25,9 triliun pada 2018. Pada 2019, laba bersih BBCA sempat melambat tipis menjadi 10,5% yoy menjadi Rp28,6 triliun.
Bila BRI dan Bank Mandiri harus alami koreksi laba bersih hingga dobel digit akibat pandemi, nasib berbeda dicatatkan BCA. Laba bersih BCA hanya terkontraksi 5,14% yoy menjadi Rp27,13 triliun pada 2020.
BCA pun mengerek laba bersih 15,8% year on year (yoy) pada kuartal III-2021. Laba bersih emiten bersandi saham BBCA ini naik dari Rp20,03 triliun pada kuartal III-2020 menjadi Rp23,19 triliun pada kuartal III-2021.
Terakhir, ada PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI) yang coba mengejar ketertinggalan perolehan aset dari bank se-level. Emiten pelat merah ini diketahui tengah mengincar bank dengan modal inti maksimal Rp3 triliun untuk dijadikan sebagai bank digital.
Total aset BBNI tercatat sebesar Rp 919,45 triliun pada kuartal III-2021 atau tumbuh dari akhir Desember 2020 yang hanya Rp 891,34 triliun.Dengan bisnis internasional yang sudah dikuasai oleh BBNI, Lucky percaya calon anak usaha perseroan bisa mengoptimalkan lini bisnis yang sama secara fully digital.
Seperti diketahui, Kementerian BUMN memberi mandat BNI untuk fokus pada bisnis perbankan internasional. Walhasil, BNI tercatat agresif menambah branch di luar negeri seperti Singapura, Hong Kong, Tokyo, Seoul dan New York, serta satu sub-branch di Osaka dan anak perusahaan di Hong Kong (BNI Remittance).
“Ini kesempatan bagi BNI untuk memperkenalkan digitalisasi, karena bank digital ini tidak terbatas ruang waktu jadi saya kira akan bisa menguntungkan bank digital nya mau pun BNI,” jelas Lucky.