<p>Gedung Bank Mandiri / Facebook @bankmandiri</p>
Industri

Bank Mandiri Prediksi Ekonomi 2020 Minus 2,21%

  • JAKARTA – Tim riset ekonomi PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. atau Bank Mandiri memprediksi ekonomi Indonesia 2020 akan terkontraksi hingga minus 2,21%. “Kami memperkirakan, ekonomi Indonesia sepanjang 2020 akan mengalami kontraksi 2,21 persen, dan baru kembali tumbuh positif pada 2021 sebesar 4,43 persen,” ujar siaran tertulis manajemen perseroan yang dikutip TrenAsia.com, Jumat, 25 September 2020. […]

Industri

Aprilia Ciptaning

JAKARTA – Tim riset ekonomi PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. atau Bank Mandiri memprediksi ekonomi Indonesia 2020 akan terkontraksi hingga minus 2,21%.

“Kami memperkirakan, ekonomi Indonesia sepanjang 2020 akan mengalami kontraksi 2,21 persen, dan baru kembali tumbuh positif pada 2021 sebesar 4,43 persen,” ujar siaran tertulis manajemen perseroan yang dikutip TrenAsia.com, Jumat, 25 September 2020.

Menurutnya, situasi pandemi dan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang masih berlangsung dapat menghambat aktivitas ekonomi pada semester II tahun ini. Pasalnya, pembatasan aktivitas ekonomi tersebut dinilai berdampak signifikan terhadap kegiatan operasional dunia usaha.

Berdasarkan hasil survei Badan Pusat Statistik (BPS) terkait dampak pandemi terhadap pelaku usaha menunjukkan, operasional perusahaan mengalami penurunan aktivitas akibat pemberlakuan PSBB.

Dari keseluruhan pelaku usaha yang disurvei, terdapat 40,6% yang mengaku adanya perubahan dalam operasional perusahaan.

Rinciannya, 24,3% pelaku usaha mengalami pengurangan kapasitas, 2,05% pelaku usaha beroperasi dengan penerapan working from home (WFH) untuk seluruh pegawai, dan 5,45% beroperasi dengan penerapan WFH untuk sebagian pegawai, serta 8,76% pelaku usaha berhenti beroperasi. Di sisi lain, sebanyak 59,4% menyatakan masih beroperasi seperti biasa.

Sementara itu, apabila dilihat menurut sektor, jasa pendidikan, konstruksi dan industri pengolahan adalah yang paling terdampak. Hasil survei menunjukkan, perusahaan yang menyatakan masih beroperasi normal pada tiga sektor tersebut hanya sebesar 27,3%, 47,8% dan 49,4%.

Sebaliknya, perusahaan yang masih beroperasi normal terdapat di sektor air dan pengelolaan sampah (77,9%), pertanian dan peternakan (76,6%) dan real estate (76,5%).

Di sisi lain, pandemi juga menurunkan kinerja perusahaan. Hasil survei BPS mencatat 82,9% perusahaan menyatakan terjadi penurunan pendapatan. Berdasarkan skala usaha, sebanyak 82,3% perusahaan dengan kategori usaha menengah besar (UMB) dan 84,2% usaha mikro kecil (UMK) mengalami penurunan pendapatan.

Penurunan pendapatan terdalam dialami oleh sektor akomodasi dan makan minum (92,5%), jasa lainnya (90,9%), dan transportasi dan pergudangan (90,3%).

Penyebab dari penurunan kinerja pendapatan perusahaan antara lain penurunan permintaan dari pelanggan yang juga terdampak pandemi COVID-19.

Selain itu, dari sisi supply dan internal juga terjadi masalah, yakni rekan bisnis atau supplier tidak dapat beroperasi secara normal akibat kendala keuangan terkait pegawai dan operasional.

“Sebagian besar pelaku usaha, tidak mengetahui daya tahan perusahaan jika tidak ada bantuan. Jumlahnya ada 53,3% perusahaan,” tambahnya.

Sementara itu, perusahaan yang menjawab secara pasti akan mampu bertahan lebih dari 3 bulan hanya sebesar 25,9%, serta perusahaan yang menjawab hanya mampu bertahan maksimal 3 bulan sebesar 18,8%.