Kantor Bank Sentral Korea/Bank of Korea.
Dunia

Bank Sentral Korea Bekukan Suku Bunga 4 Kali Beruntun

  • Dewan Kebijakan Moneter Bank of Korea (BOK) mempertahankan suku bunga acuan tujuh hari repurchase agreement (Repo) pada angka 3,5%.

Dunia

Distika Safara Setianda

JAKARTA – Bank sentral Korea Selatan mempertahankan suku bunga utamanya tetap stabil untuk kali keempat berturut-turut. Hal itu untuk menghadapi prospek pertumbuhan yang suram dan inflasi yang moderat.

Dewan Kebijakan Moneter Bank of Korea (BOK) mempertahankan suku bunga acuan tujuh hari repurchase agreement (Repo) pada angka 3,5%. Ini kali keempat beruntun BOK bertahan setelah laju pembekuan pada bulan Februari, April, dan Mei. 

Pembekuan suku bunga terjadi setelah BOK mengirimkan tujuh kenaikan suku bunga berturut-turut sejak April 2022. Dilansir dari Yonhap News Agency, Kamis 13 Juli 2023, pada bulan Mei, bank sentral menurunkan prospek pertumbuhan ekonomi terbesar keempat di Asia sebesar 1,4% dari 1,6% yang diprediksi tiga bulan sebelumnya.

Awal bulan ini, Kementerian Keuangan juga memangkas prospek pertumbuhannya untuk tahun ini menjadi 1,4% dari 1,6%. Ekspor, salah satu mesin pertumbuhan utama turun untuk bulan kesembilan berturut-turut di bulan Juni karena lemahnya permintaan semikonduktor.

Pengiriman turun 6% dari tahun ke tahun menjadi US$54,24 miliar bulan lalu. Hal ini karena ekspor semikonduktor dan barang ekspor utama negara itu merosot 28% diakibatkan penurunan permintaan dan penurunan harga chip.

Ekspor telah mencatat penurunan dari tahun ke tahun sejak Oktober tahun lalu di tengah pengetatan moneter yang agresif oleh negara-negara besar untuk mengekang inflasi dan perlambatan ekonomi.

Surplus Perdagangan Pertama

Pada bulan Juni, terlihat penurunan ekspor tahunan terkecil sepanjang tahun ini. Korea juga melaporkan surplus perdagangan pada Juni untuk pertama kalinya dalam 16 bulan. Ekonomi Korea Selatan nyaris terhindar dari resesi pada kuartal pertama tahun ini setelah penurunan pada kuartal sebelumnya. 

Perekonomian tumbuh 0,3 persen selama triwulan I pada 2023 dari triwulan terakhir 2022, menyusul kontraksi triwulan sebesar 0,4 persen dari triwulan III 2022. Secara teknis, resesi adalah dua kuartal berturut-turut dari pertumbuhan ekonomi negatif. 

Secara tahunan, ekonomi terbesar keempat di Asia ini berkembang 0,8% pada kuartal pertama, dibandingkan dengan kenaikan 1,3% pada kuartal keempat. Tahun lalu, ekonomi negara itu tumbuh 2,6%, melambat dari kenaikan 4,1% pada 2021. Hal ini menandai laju paling lambat sejak 2020, ketika ekonomi mengalami penurunan 0,7% di tengah pandemi COVID-19.