Bantuan Likuiditas Tiongkok untuk Evergrande Belum Mampu Pulihkan Kepercayaan Pasar
- Pemerintah Tiongkok telah mengguyur bantuan likuiditas 90 miliar yuan atau Rp198 triliun untuk krisis Evergrande.
Industri
JAKARTA - Krisis utang perusahaan properti asal Tiongkok, Evergrande Group, dinilai memiliki efek guncangan terhadap pasar keuangan global.
Meski pemerintah Tiongkok melalui People Bank of China (PBoC) telah mengguyur bantuan likuiditas 90 miliar yuan atau setara Rp198 triliun dalam sistem perbankan, pelaku pasar tampak masih cemas terhadap potensi gagal bayar Evergrande Group.
Analis Pasar Uang Ariston Tjendra menyatakan kekhawatiran pelaku pasar tampak dari pergerakan mata uang yang terbatas. Mengutip Bloomberg, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada pukul 09.27 hanya menguat tipis 0,04% ke level Rp14.262,50.
Dirinya menyebut langkah pemerintah Tiongkok cenderung bersifat mitigatif. Artinya, langkah yang ditempuh hanya sebatas mengurangi rush bila Evergrande Group gagal bayar, bukan mengantisipasinya.
- RUPSLB Besok, Saham Go Private Bentoel Dipatok Rp1.000 Selembar
- Kurs Dollar Hari Ini: Rupiah Diramal Perkasa ke Rp14.200
- Indosurya: IHSG Masih Fase Konsolidasi, 7 Saham Bisa jadi Pertimbangan Trading
“Sedangkan Evergrande masih dipertanyakan kemampuan bayar utangnya. Pekan lalu, Evergrande mengatakan siap membayar bunga yang jatuh Tempo hari Kamis, tapi belum ada yang tahu kelanjutannya,” ucap Ariston kepada TrenAsia.com, Senin, 27 September 2021.
Nasib Evergrande berada di ujung tanduk lantaran terindikasi gagal bayar utang sebesar US$300 miliar atau setara Rp4.275 triliun (asumsi kurs Rp 14.251 per dolar Amerika Serikat). Sebagai gambaran, utang Evergrande Group itu setara 83% dari Produk Domestik Bruto (PDB) Filipina yang menyentuh US$361 miliar pada 2020.
“Jadi tindakan Bank Sentral China ini sedikit meredakan tapi belum menghilangkan kekhawatiran,” jelas Ariston.
Sebelumnya, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo memastikan krisis Evergrande tidak akan mengguncang pasar keuangan Indonesia. Hal ini ditopang oleh derasnya aliran modal masuk (capital inflow) ke Indonesia.
Pada periode 20 Juli 2021 hingga 17 September 2021, terdapat aliran modal asing masuk hingga US$ 15 miliar. Tidak hanya itu, cadangan devisa Indoensia yang menyentuh US$144,8 miliar atau setara Rp2.05 kuadriliun (Asumsi kurs Rp14.204,25 per dolar Amerika Serikat juga dinilai cukup untuk meredam dampak krisis Evergrande.
“Sehingga ini tentu saja, untuk dampaknya secara keseluruhan pada investasi portofolio tidak tampak,” kata Perry dalam konferensi pers pekan lalu.
Perry mengaku BI masih akan terus memantau dampaknya terhadap Indonesia. Namun, sejauh ini nilai tukar rupiah dan pasar Surat Berharga Negara (SBN) cenderung aman.