Ilustrasi penandatanganan polis asuransi.
IKNB

Banyak yang Salah Paham, Inilah Perbedaan Industri Penjaminan dan Asuransi!

  • Secara garis besar, penjaminan dan asuransi adalah dua konsep yang berbeda. Meskipun keduanya berperan penting dalam menanggung risiko pihak lain dan menjadi sarana pengalihan risiko yang lazim dalam praktik bisnis internasional, ada beberapa perbedaan mendasar antara keduanya.

IKNB

Idham Nur Indrajaya

JAKARTA – Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun (PPDP) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Ogi Prastomiyono menyebutkan bahwa masih banyak pihak yang belum bisa membedakan industri penjaminan dan asuransi. 

Menurut Ogi, diperlukan edukasi kepada seluruh pihak terkait, khususnya masyarakat, bahwa penjaminan dan perasuransian pada dasarnya adalah dua hal yang berbeda. 

“Kami hendak meluruskan hal tersebut. Antara penjaminan dan dan asuransi itu kadang dicampuradukkan,” kata Ogi dalam konferensi pers peluncuran Roadmap Pengembangan dan Penguatan Industri Penjaminan Indonesia 2024-2028 beberapa waktu lalu. 

Untuk diketahui, pada tahun 2016, industri keuangan Indonesia mendapatkan perhatian khusus dengan terbitnya Undang-Undang No. 1 Tahun 2016 tentang Penjaminan. Undang-undang ini memperkenalkan regulasi baru yang memberikan panduan terkait praktik penjaminan, sebuah konsep yang sebelumnya sering kali dipersepsikan serupa dengan asuransi.

 Munculnya aturan ini memicu berbagai opini yang menganggap bahwa perusahaan asuransi tidak lagi diperbolehkan untuk menerbitkan produk penjaminan (suretyship). Hal ini menimbulkan pertanyaan mendasar: apakah penjaminan sama dengan asuransi?

Secara garis besar, penjaminan dan asuransi adalah dua konsep yang berbeda. Meskipun keduanya berperan penting dalam menanggung risiko pihak lain dan menjadi sarana pengalihan risiko yang lazim dalam praktik bisnis internasional, ada beberapa perbedaan mendasar antara keduanya. 

Asuransi: Mekanisme Pendanaan Kerugian

Asuransi merupakan salah satu bentuk perlindungan finansial yang telah diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang dan terus berkembang hingga diatur secara khusus dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian

Secara sederhana, asuransi adalah perjanjian antara dua pihak, yakni perusahaan asuransi dan pemegang polis. Dalam perjanjian ini, pemegang polis membayar premi kepada perusahaan asuransi sebagai imbalan atas jaminan ganti rugi atau pembayaran ketika terjadi suatu peristiwa tertentu, seperti kematian, kecelakaan, atau kerugian lainnya.

Asuransi berfungsi sebagai mekanisme pendanaan kerugian (loss funding mechanism), yang dirancang untuk memberikan kompensasi kepada tertanggung atas kejadian yang tidak dapat diprediksi. 

Perusahaan asuransi mengumpulkan premi dari para pemegang polis dalam sebuah pool, yang kemudian digunakan untuk membayar klaim kepada tertanggung jika terjadi peristiwa yang diasuransikan.

Hubungan antara perusahaan asuransi (penanggung) dan pemegang polis (tertanggung) adalah hubungan timbal balik. Dalam hal ini, tertanggung membayar sejumlah premi kepada penanggung, dan sebagai imbalannya, penanggung memberikan proteksi finansial jika tertanggung mengalami kerugian yang tercakup dalam perjanjian asuransi.

Penjaminan: Mekanisme Penghindaran Risiko

Di sisi lain, penjaminan diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan secara lebih rinci dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 2016 tentang Penjaminan. 

Penjaminan didefinisikan sebagai kegiatan pemberian jaminan oleh penjamin atas pemenuhan kewajiban finansial terjamin kepada penerima jaminan. Dalam konteks ini, penjamin bertindak sebagai pihak yang menanggung risiko jika terjamin gagal memenuhi kewajibannya.

Berbeda dengan asuransi, penjaminan menggunakan mekanisme penghindaran risiko (loss avoidance mechanism). Dalam proses underwriting penjaminan, seorang underwriter berasumsi bahwa tidak akan ada klaim yang diajukan. 

Oleh karena itu, sebelum menerima risiko, underwriter melakukan prakualifikasi terhadap pihak yang akan dijamin (terjamin) berdasarkan berbagai faktor seperti kemampuan keuangan, peringkat kredit, dan pengalaman.

Skema penjaminan melibatkan tiga pihak: penjamin, terjamin, dan penerima jaminan. Penjamin bertanggung jawab untuk membayar kewajiban finansial terjamin kepada penerima jaminan jika terjamin gagal memenuhi kewajibannya. Hubungan antara ketiga pihak ini melibatkan tiga perjanjian: perjanjian pokok (underlying agreement), perjanjian/sertifikat penjaminan, dan perjanjian ganti rugi (indemnity agreement) antara terjamin dan penjamin.

Dalam praktiknya, terjamin membayar sejumlah premi atau biaya jasa kepada penjamin sebagai imbalan atas jaminan yang diberikan. 

Jika terjamin gagal memenuhi kewajibannya, penerima jaminan dapat menuntut penjamin untuk membayarkan klaim. Namun, meskipun penjamin sudah membayarkan klaim kepada penerima jaminan, terjamin tetap memiliki kewajiban finansial kepada penjamin atas biaya yang sudah dikeluarkan.

Perbedaan dan Kesamaan antara Penjaminan dan Asuransi

Dari penjelasan di atas, dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan mendasar antara penjaminan dan asuransi. Pertama, asuransi menggunakan mekanisme pendanaan kerugian, sementara penjaminan menggunakan mekanisme penghindaran risiko. 

Kedua, skema bisnis asuransi melibatkan dua pihak (penanggung dan tertanggung), sedangkan penjaminan melibatkan tiga pihak (penjamin, terjamin, dan penerima jaminan).

Namun demikian, meskipun terdapat perbedaan, di Indonesia produk penjaminan sudah dipasarkan oleh perusahaan asuransi sejak tahun 1970-an.

 Praktik ini juga sejalan dengan praktik bisnis internasional, yang mengakui bahwa perusahaan asuransi dapat memasarkan produk penjaminan.

Kesimpulannya, meskipun penjaminan dan asuransi memiliki perbedaan yang signifikan dalam hal mekanisme dan skema bisnis, keduanya sama-sama berperan penting dalam industri keuangan, khususnya dalam pengelolaan risiko. 

Pemahaman yang baik mengenai kedua konsep ini akan membantu pelaku bisnis dan masyarakat umum dalam memilih produk yang sesuai dengan kebutuhan dan profil risiko mereka.