Bappenas: Kualitas Air Tanah di 45 Persen Wilayah Jakarta Kritis
- Menurut Vivi, pemerintah perlu memiliki strategi untuk menjaga air tanah seperti lewat konservasi dan penghematan. Pemerintah, imbuhnya, juga dapat membangun infrastruktur air tanah yang berkelanjutan
Nasional
JAKARTA—Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) membeberkan kualitas air tanah di 45% wilayah DKI Jakarta telah rusak dan kritis. Bakteri bahkan sudah mencemari air tanah tersebut sejak tahun 2018.
Deputi Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Alam Kementerian Bappenas Vivi Yulaswati mengatakan pencemaran air tanah di hampir separuh kawasan Jakarta sangat berisiko bagi warga.
Ini karena sekitar 50% rumah tangga masih memakai air tanah untuk kebutuhan sehari-hari. “Padahal air tanah tersebut mengandung bakteri karena tercemar industri,” ujar Vivi di Jakarta, Kamis, 7 Desember 2023.
Bappenas menyebut lebih dari 60% sungai di kawasan Jakarta sudah terkontaminasi pencemaran seperti limbah industri. Selain masalah bakteri, kualitas air tanah menurun karena penggunaan air yang berlebihan.
- Pertumbuhan Laba BBCA dan BMRI Diperkirakan Lampaui Estimasi Konsensus
- Dorong Usaha Kecil, PaDi UMKM Beri Akses Pembiayaan hingga Rp2 Miliar
- 6 Perusahaan Susu Dunia Gabung Gerakan Tekan Emisi Global
Vivi mengatakan penggunaan air tanah berlebihan dapat memicu dampak serius seperti penurunan permukaan air tanah, intrusi air laut hingga degradasi tanah. “Permukaan tanah Jakarta juga sudah turun antara 0,04 hingga 6,3 cm per tahun di wilayah cekungan air tanah (CAT) pada 2015-2022,” bebernya.
Pihaknya mendorong keterlibatan aktif setiap pihak mulai pemerintah, komunitas, warga dan sektor industri untuk mencegah kerusakan air tanah semakin parah. “Penggunaan air, khususnya air tanah harus diperhatikan. Jangan sampai penggunaanya berlebihan,” pesan Vivi.
Merujuk data Bappenas, sekitar 12,7 juta hektare lahan di Indonesia kritis atau rusak parah. Ekstraksi air tanah yang tidak terkontrol menyebabkan penurunan tanah dan pengurangan air seperti di pesisir Utara pulau Jawa. Hal ini diperparah dengan fasilitas sanitasi yang tidak memadai.
Menurut Vivi, pemerintah perlu memiliki strategi untuk menjaga air tanah seperti lewat konservasi dan penghematan. Pemerintah, imbuhnya, juga dapat membangun infrastruktur air tanah yang berkelanjutan. “Serta mengupayakan perencanaan pengelolaan air tanah berbasis ekosistem,” ujarnya.
Perlu Edukasi
Lebih lanjut, pihaknya menekankan pentingnya edukasi dan sosiaisasi untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dan industri. “Melindungi hutan juga wajib dilakukan,” ujar Vivi. Sebelumnya Kementerian ESDM telah mengeluarkan regulasi anyar untuk melindungi air tanah.
Kementerian ESDM mengatakan pengelolaan penggunaan air tanah mendesak dilakukan demi mencegah kerusakan dan penurunan permukaan lebih lanjut. Oleh sebab itu, pemerintah mengeluarkan Keputusan Menteri ESDM Nomor 291.K/GL.01/MEM.G/2023 tentang Standar Penyelenggaraan Persetujuan Penggunaan Air Tanah.
Beleid tersebut mengatur masyarakat atau rumah tangga dengan pemakaian air tanah lebih dari 100 meter kubik (m3) per bulan harus memiliki izin terlebih dahulu. Sementara masyarakat dengan penggunaan air di bawah batas tersebut tidak wajib memiliki izin.