Prabowo Subianto saat pelantikan presiden RI 2024-2029 di Jakarta, Minggu, 20 Oktober 2024.
Nasional

Baru Dilantik Sudah Ketiban Utang, Mampukah APBN Mendukung Program Ambisius Prabowo-Gibran?

  • Salah satu isu utama dalam APBN 2025 adalah beban utang yang tinggi. Anggota Dewan Pakar TKN Prabowo-Gibran, Drajad Wibowo, menilai bahwa sebagian besar pendapatan negara akan terserap untuk membayar utang.

Nasional

Muhammad Imam Hatami

JAKARTA - Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 telah disahkan oleh DPR dengan alokasi belanja negara mencapai Rp3.621,3 triliun.  Pendapatan negara diperkirakan mencapai Rp3.005,1 triliun, didukung oleh penerimaan perpajakan sebesar Rp2.490,9 triliun dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) sebesar Rp513,6 triliun. 

Belanja Negara untuk tahun 2025 dipatok sebesar Rp3.621,3 triliun, dengan rincian belanja Kementerian/Lembaga (K/L) mencapai Rp1.160,1 triliun dan belanja non-K/L sebesar Rp1.541,36 triliun. 

“Ini adalah untuk pertama kali pendapatan negara mencapai dan menembus di atas Rp3.000 triliun,” kata Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam Rapat Paripurna Pembicaraan Tingkat II atau Pengambilan Keputusan terhadap RUU tentang APBN Tahun Anggaran 2025 di Jakarta, bulan September kemarin dilansir Senin 21 Oktober 2024.

Selain itu alokasi Transfer ke Daerah (TKD) ditetapkan sebesar Rp919,9 triliun. Tujuan dari TKD ini adalah untuk mendukung akselerasi pertumbuhan ekonomi daerah melalui sinergi dan harmonisasi antara belanja pusat dan daerah. Selain itu, dana ini diharapkan dapat mendorong pengembangan sumber ekonomi baru di daerah, meningkatkan investasi, dan memperkuat keterlibatan daerah dalam rantai pasokan global. 

“APBN 2025 dirancang untuk menjaga stabilitas, inklusivitas, serta keberlanjutan. Hal ini untuk mendukung transisi pemerintahan agar berjalan lancar dan efektif. APBN 2025 dijaga tetap sehat dan kredibel untuk mendukung reformasi struktural di dalam rangka memperbaiki produktivitas dan daya saing ekonomi Indonesia,” tambah Sri Mulyani

Namun, tantangan besar mengancam pemerintahan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka dalam mengimplementasikan program-program ambisius mereka, seperti program Makan Bergizi Gratis dan program pembangunan 3 juta rumah.

Beban Utang dan Keterbatasan Ruang Fiskal

Salah satu isu utama dalam APBN 2025 adalah beban utang yang tinggi. Anggota Dewan Pakar TKN Prabowo-Gibran, Drajad Wibowo, menilai bahwa sebagian besar pendapatan negara akan terserap untuk membayar utang. 

Sekitar Rp1.353,2 triliun atau 45 persen dari total pendapatan negara direncanakan untuk membayar pokok dan bunga utang yang jatuh tempo. Ini berpotensi membatasi ruang fiskal yang tersedia untuk belanja prioritas pemerintahan.

“Jadi, 45 persen dari total pendapatan negara, baik yang berasal dari pajak maupun bukan pajak, digunakan untuk membayar pokok dan bunga utang. Lalu, di mana ruang fiskalnya?”  ujar Drajad Wibowo, saat menghadiri Indonesia Future Policy Dialogue di Jakarta awal Oktober lalu.

Kondisi ini sangat mengkhawatirkan, mengingat untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi sebesar 6-7 persen, pemerintah harus memiliki anggaran yang cukup untuk mendanai berbagai program dan proyek pembangunan. Drajad menekankan bahwa untuk mencapai pertumbuhan tersebut, pemerintah perlu memperluas ruang fiskal. 

Program Makan Bergizi Gratis

Dalam pembentukan RAPBN 2025, program Makan Bergizi Gratis yang ditujukan untuk memberikan makanan sehat kepada siswa hanya dialokasikan sebesar Rp71 triliun, jauh di bawah ekspektasi Prabowo Subianto yang sebelumnya memperkirakan anggaran yang dibutuhkan untuk program ini mencapai Rp460 triliun. 

Di sisi lain, Badan Gizi Nasional memperkirakan bahwa untuk tahap awal pelaksanaan program ini, anggaran yang dibutuhkan bisa mencapai Rp800 miliar per hari. Angka ini mencerminkan 75 persen dari total perkiraan anggaran yang dibutuhkan sebesar Rp1,2 triliun per hari jika program dijalankan secara penuh. 

"75 persen dari Rp1,2 triliun itu untuk intervensi makan bergizi. Bapak ibu harus tahu, 75 persen itu kurang lebih Rp800 miliar setiap hari untuk membeli produk-produk pertanian, membeli bahan baku," papar Kepala Badan Gizi Nasional Dadan Hindayana dalam acara BNI Investor Daily Summit 2024 di JCC, 8 Oktober 2024 lalu.

Program Pembangunan 3 Juta Rumah

Di samping itu, program ambisius lainnya adalah pembangunan 3 juta rumah yang dicanangkan oleh Prabowo. Program Sejuta Rumah (PSR) di era Presiden Jokowi menghabiskan Rp20 triliun per tahun. Pertanyaan pun muncul: apakah APBN mampu menangani program Prabowo secara keseluruhan?

Jika program 3 juta rumah ingin direalisasikan, tentu diperlukan anggaran yang jauh lebih besar. Misalnya, jika kita menggunakan angka Rp20 triliun yang dihabiskan untuk PSR, maka pembangunan 3 juta rumah bisa menghabiskan lebih dari Rp60 triliun per tahun, tergantung pada spesifikasi dan lokasi pembangunan. 

Mengingat belanja Kementerian/Lembaga (K/L) tahun 2025 mencapai Rp1.160,1 triliun dan belanja non-K/L sebesar Rp1.541,36 triliun, ada kekhawatiran bahwa prioritas lain juga harus dipenuhi, seperti infrastruktur dan kesehatan.

Anggaran Pendidikan 20 Persen APBN

Anggaran fungsi pendidikan untuk tahun 2025 direncanakan sebesar Rp722,6 triliun. Jumlah tersebut dinilai sudah sesuai dengan mandat Pasal 49 UU Sistem Pendidikan Nasional, yang mewajibkan negara untuk mengalokasikan minimal 20% dari APBN untuk pendidikan. 

Pemerintah berharap dapat meningkatkan kualitas pendidikan di berbagai jenjang, mulai dari pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi. Selain itu, dana tersebut diharapkan dapat digunakan untuk memperbaiki infrastruktur sekolah, meningkatkan kesejahteraan guru, serta mendukung program-program inovatif yang dapat mendorong partisipasi masyarakat dalam pendidikan.

Defisit Anggaran dan Konsekuensi Terhadap Sektor Lain

Tentu saja, kebijakan fiskal diatas bila diterapkan akan berdampak pada sektor-sektor lain dalam pemerintahan. Sebagian besar anggaran akan terfokus pada pemenuhan utang, yang mengurangi dana yang dapat dialokasikan untuk pembangunan infrastruktur, pendidikan, kesehatan, dan sektor-sektor vital lainnya.

Di sisi lain, pemerintah harus berinovasi dalam mencari sumber pendapatan baru dan memperbaiki sistem perpajakan agar lebih efisien. Ini termasuk mengurangi kebocoran dalam penerimaan pajak dan mendorong kepatuhan pajak di kalangan masyarakat serta perusahaan. Inisiatif untuk memperluas basis pajak juga perlu dipertimbangkan, agar lebih banyak sektor yang terlibat dalam kontribusi terhadap APBN.

Menteri Keuangan, Sri Mulyani telah proyeksi defisit anggaran mencapai Rp616,19 triliun dan keseimbangan primer defisit sebesar Rp63,33 triliun, tantangan yang dihadapi pemerintahan Prabowo-Gibran sangat besar. Dalam situasi ini, memperluas ruang fiskal menjadi keharusan untuk mendukung program-program yang dirancang untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. 

Sementara program Makan Bergizi Gratis dan pembangunan 3 juta rumah memiliki potensi untuk memberikan dampak positif, keberlanjutan dan keberhasilan program tersebut sangat bergantung pada kemampuan pemerintah untuk mengelola anggaran secara efektif dalam menghadapi tantangan utang yang ada.

Secara keseluruhan, kemampuan APBN 2025 untuk mendukung program-program ambisius Prabowo-Gibran sangat tergantung pada kebijakan fiskal yang bijak dan inovatif. Dengan upaya yang tepat, pemerintah dapat mengoptimalkan anggaran untuk mencapai tujuan pembangunan nasional, sembari tetap mempertimbangkan keberlanjutan ekonomi dalam jangka panjang.