Batal Usai Viral, Berikut Sederet Masalah UKT di Indonesia
- Nadiem Makarim menegaskan bahwa UKT yang berlaku tahun ini akan tetap menggunakan tarif UKT tahun 2023
Nasional
JAKARTA – Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Makarim memutuskan untuk membatalkan kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang direncanakan untuk tahun 2024.
Keputusan ini diambil setelah Nadiem berdialog dengan Presiden Joko Widodo untuk membahas solusi terkait masalah UKT.
"Baru saja saya bertemu dengan Bapak Presiden dan beliau menyetujui pembatalan kenaikan UKT. Dalam waktu dekat Kemendikbudristek akan mereevaluasi ajuan UKT dari seluruh PTN," ujar Nadiem di Jakarta, Senin 27 Mei 2024.
Dalam pernyataannya, Nadiem Makarim menegaskan bahwa UKT yang berlaku tahun ini akan tetap menggunakan tarif UKT tahun 2023.
Keputusan ini juga didukung oleh pembatalan Permendikbudristek No. 2 Tahun 2024 yang mengatur batas maksimal biaya kuliah di Perguruan Tinggi Negeri (PTN).
“Terima kasih atas masukan yang konstruktif dari berbagai pihak. Saya mendengar sekali aspirasi mahasiswa, keluarga, dan masyarakat. Kemendikbudristek pada akhir pekan lalu telah berkoordinasi kembali dengan para pemimpin perguruan tinggi guna membahas pembatalan kenaikan UKT dan alhamdulillah semua lancar.” tambah Nadiem.
- 4 Strategi Ini Bikin Likuiditas Bank Mega Syariah Makin Cair
- Dilema Sritex (SRIL), Antara PHK Karyawan dan Potensi Delisting Saham
- Nasib Pekerja Makin Sulit, Gajinya Kini Bakal Dipotong Tapera
Permasalahan UKT
Permasalahan terkait Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang dihadapi mahasiswa mencakup beberapa aspek penting.
Salah satu masalah utama adalah penempatan mahasiswa dalam kelompok UKT yang tidak sesuai dengan kemampuan ekonomi mereka.
Banyak mahasiswa yang merasa terbebani secara finansial karena ditempatkan dalam kelompok UKT yang lebih tinggi dari kemampuan sebenarnya.
Hal ini menyebabkan tekanan finansial yang tidak proporsional, menghambat kemampuan mereka untuk memenuhi kebutuhan pendidikan dan sehari-hari secara optimal.
Beberapa Perguruan Tinggi Negeri (PTN) menerapkan kenaikan UKT yang signifikan tanpa mempertimbangkan keseimbangan dan keadilan bagi semua mahasiswa.
Distribusi UKT tinggi menjadi permasalahan berikutnya, meskipun hanya sekitar 3,7% mahasiswa yang mendapat kategori UKT tinggi, beban finansial yang dirasakan oleh mereka tetap signifikan.
Mahasiswa yang masuk dalam kelompok ini seringkali berasal dari keluarga dengan penghasilan menengah yang tidak cukup kuat untuk menanggung biaya tinggi tersebut tanpa bantuan tambahan.
Beban ini semakin berat ketika tidak ada mekanisme bantuan atau subsidi yang memadai.
Secara keseluruhan, rata-rata kenaikan UKT berkisar antara 5-10%, yang dianggap memberatkan banyak keluarga.
- 4 Strategi Ini Bikin Likuiditas Bank Mega Syariah Makin Cair
- Dilema Sritex (SRIL), Antara PHK Karyawan dan Potensi Delisting Saham
- Nasib Pekerja Makin Sulit, Gajinya Kini Bakal Dipotong Tapera
Kasus Unsoed Viral
Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) menjadi sorotan publik setelah viralnya protes mahasiswa terkait kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang mencapai 100%.
Kenaikan yang signifikan ini memicu gelombang ketidakpuasan dan keresahan di kalangan mahasiswa dan orang tua.
Dalam daftar UKT yang beredar di media sosial X, terlihat bahwa UKT untuk Jurusan Hukum pada Golongan 5 mencapai Rp 9,5 juta, sementara untuk Golongan 8 bahkan lebih tinggi, mencapai Rp 14,5 juta.
Padahal, sebelumnya pada tahun 2023, UKT tertinggi untuk jurusan Hukum hanya sekitar Rp 7 juta.
Dalam menghadapi situasi ini, mahasiswa menuntut adanya dialog terbuka dengan pihak universitas untuk mencari solusi yang lebih adil dan mempertimbangkan kemampuan ekonomi semua pihak yang terdampak.
Nadiem Makarim berharap dengan dibatalkannya kenaikan UKT, beban finansial mahasiswa dapat berkurang dan memberikan waktu bagi pemerintah untuk merumuskan solusi yang lebih adil dan merata.