Bayang-bayang Utang MIND ID di Balik Divestasi Vale Indonesia
- MIND ID mencari dana segar senilai US$2 miliar atau Rp31,2 triliun yang diperkirakan untuk membayar utang dan menyerap divestasi saham INCO
Korporasi
JAKARTA – Sekitar dua pekan sebelum akuisisi 14% saham PT Vale Indonesia Tbk (INCO), holding industri pertambangan BUMN, Mining Industry Indonesia (MIND ID) dikabarkan tengah mencari utang baru.
Diberitakan Bloomberg (8/2), MIND ID mencari dana segar senilai US$2 miliar atau Rp31,2 triliun. Utang jumbo tersebut diperkirakan akan digunakan untuk membayar utang dan menyerap divestasi saham INCO.
Bloomberg melaporkan, MIND ID menargetkan realisasi pinjaman dalam satu bulan. Adapun opsi yang dipertimbangkan adalah kredit bank atau obligasi.
Akan tetapi, hingga penandatanganan divestasi Vale Indonesia ditandatangani pada (26/2), MIND ID belum mengungkapkan kelanjutan pencarian utang tersebut. Pun, sumber dana yang digunakan untuk akuisisi 14% saham INCO.
Direktur Utama MIND ID, Hendi Prio Santoso hanya menyatakan bahwa sebagian biaya akuisisi bersuber dari internal perusahaan. Namun, ia belum menjabarkan secara rinci dari mana saja dana akuisisi tersebut.
"Jadi belum bisa kita tetapkan sekarang. Jadi ada penerbitan saham baru di mana kita akan subscribe juga. Tapi total kita 14% yang baru, yang lama 20%, total 34%," kata Hendi usai penandatanganan kesepakatan divestasi Vale ke MIND ID (26/2).
"(Sumber dana) dari internal," tambah Hendi.
Setali tiga uang, Menteri BUMN Erick Thohir hanya berkomentar bahwa MIND ID memiliki banyak uang. "Banyak duitnya," kata Erick dalam kesempatan yang sama.
Komentar Erick diamini oleh Wakil Menteri BUMN, Kartika Wirjoatmodjo yang menyebut MIND ID memperoleh banyak uang dari dividen anggotanya, terutama PT Freeport Indonesia.
"Cukup banyak duitnya dari Freeport," timpal pria yang biasa dipanggil Tiko.
Pola Refinancing
Meskipun stakeholders MIND ID belum merinci sumber dana divestasi Vale Indonesia, namun kita bisa berkaca dari akuisisi PT Freeport Indonesia (PTFI).
Pada Desember 2018, PT Indonesia Asahan Alumunium (Inalum) Persero (sekarang MIND ID) membeli sebagian saham PTFI sehingga kepemilikan saham Indonesia atas PTFI meningkat dari 9,36% menjadi 51,23%. Sementara Freeport-McMoran menggenggam 40% saham dari 90,64%.
Dari 51,23% saham Freeport Indonesia, MIND ID menguasai 26,23% secara langsung. Sementara, 25% saham sisanya dimiliki oleh PT Indonesia Papua Metal dan Mineral (IPMM) yang merupakan perusahaan patungan Inalum (60%) dan BUMD milik Pemkab Mimika dan Pemprov Papua (40%).
Untuk mengakuisisi saham PTFI, MIND ID merogoh kocek US$3,85 miliar atau setara Rp53,9 triliun melalui penerbitan surat utang global alias global bonds sekitar US$4 miliar pada tahun itu.
Secara keseluruhan, utang perusahaan ketika menyerap divestasi saham Freeport mencapai US$5,5 miliar. Utang tersebut berasal dari US$4 miliar dari global bonds di Singapura dan obligasi baru US$2,5 miliar di mana US$1 miliar disiapkan untuk bayar utang jatuh tempo. Sehingga total utang yang harus dibayar ke depan US$4,5 miliar.
Neraca Keuangan MIND ID
Sementara merujuk laporan keuangan 2022, MIND ID menanggung liabilitas Rp119,08 triliun, bertambah dari sebelumnya sebanyak Rp117,69 triliun. Rinciannya, liabilitas jangka pendek meningkat 40,0% di tahun 2022, dari Rp29,93 triliun menjadi Rp41,91 triliun.
Peningkatan liabilitas jangka pendek terutama didorong oleh akrual yang meningkat 86,3% menjadi Rp7,75 triliun dan pinjaman bank jangka pendek yang meningkat 31,7% menjadi Rp13,03 triliun.
Sementara itu, liabilitas jangka panjang menurun 12,1% menjadi Rp77,18 triliun. Penurunan ini terutama didorong oleh penurunan utang obligasi sebesar 22,3% menjadi Rp53,53 triliun.
Di sisi lain, perusahaan mencatat peningkatan ekuitas sebesar 26,4%, yaitu dari Rp87,24 triliun pada akhir tahun 2021 menjadi Rp110,25 triliun pada akhir tahun 2022. Sedangkan jumlah aset MIND meningkat dari Rp204,94 triliun menjadi Rp229,33 triliun, atau meningkat 11,9%.
Konsolidasi aset terdiri dari aset lancar yang meningkat dari Rp62,40 triliun menjadi Rp67,55 triliun atau meningkat 8,2%. Hal ini didorong oleh peningkatan persediaan sebesar 45,3% menjadi Rp16,68 triliun.
Sementara itu, aset tidak lancar meningkat 13,5% dan mencapai Rp161,78 triliun. Peningkatan ini didorong terutama oleh peningkatan investasi pada PTFI, yaitu sebesar 14,9%, dari Rp76,67 triliun menjadi Rp88,06 triliun.