Bank Rakyat Indonesia
Bursa Saham

BBRI Dominasi Pasar Awal Pekan, Ini Broker Teraktif dan Katalisnya

  • Saham BBRI menutup perdagangan dengan kenaikan 3,18% ke level Rp4.220 per saham, yang mencerminkan penguatan 10,88% selama satu minggu terakhir. Tren tersebut didukung oleh pemangkasan suku bunga.

Bursa Saham

Alvin Pasza Bagaskara

JAKARTA – Saham PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) kembali tampil memukau pada perdagangan awal pekan ini. Tercatat, pada penutupan perdagangan Senin, 20 Januari 2025, saham ini mencatatkan total volume 1,67 juta lot dengan nilai transaksi mencapai Rp699,04 miliar. 

Alhasiil, saham berkodekan BBRI menutup perdagangan dengan kenaikan 3,18% ke level Rp4.220 per saham, yang mencerminkan penguatan 10,88 selama satu minggu terakhir. Penguatan ini terjadi setelah Bank Indonesia melakukan pemangkasan suku bunga pada pertengahan pekan lalu. 

Hal tersebut dapat dipantau dari total transaksi net buy asing di saham BBRI selama satu minggu yang mencapai Rp873 miliar. Sementara itu, pada penutupan perdagangan kemarin, saham BBRI paling banyak diburu oleh investor asing dengan transaksi tembus Rp356 miliar.

Nah, dari sisi broker, Macquarie Sekuritas menjadi broker teraktif memborong BBRI di awal pekan ini dengan transaksi menembus Rp214,7 miliar. Dikuti UBS Sekuritas dan CLSA Sekuritas yang masing-masing mencatatkan transaksi Rp137,2 miliar dan Rp41,5 miliar. 

Kendati begitu, Direktur Utama BBRI, Sunarso, dalam podcast bersama Hermanto Tanoko baru-baru ini berharap ke depan mayoritas saham BBRI dimiliki masyarakat Indonesia, mengurangi dominasi investor asing. Ia menyoroti dampak negatif fluktuasi harga saham oleh investor asing terhadap investor domestik.

Per Desember 2024, jumlah pemegang saham BBRI mencapai 653.251, meningkat signifikan dari 2023. Mayoritas investor BBRI adalah domestik, meskipun investor asing masih memegang porsi saham yang signifikan. Tren ini menunjukkan peningkatan kepemilikan lokal dalam saham BBRI.

Ciptadana Sekuritas merekomendasikan beli saham BBRI, memprediksi potensi kenaikan harga hingga 50% dan imbal hasil dividen tertinggi di antara saham perbankan domestik. Rasio harga saham terhadap laba bersih (PER) dan nilai buku (PBV) BBRI menunjukkan valuasi yang menarik bagi investor.

Sebelumnya BBRI membagikan dividen interim sebesar Rp20,33 triliun pada Januari 2025, dengan pemerintah RI sebagai pemegang saham terbesar. Bank berkomitmen untuk menjaga rasio dividen tinggi dalam lima tahun ke depan, seiring dengan kekuatan permodalan.

Mengapa Saham BBRI Menguat? 

Menurut riset BRI Danareksa Sekuritas, penurunan BI Rate akan menurunkan suku bunga di pasar uang antarbank (PUAB). Hal tersebut menjadi katalis positif bagi seluruh saham perbankan termasuk BBRI. 

“Dengan penurunan PUAB, biaya dana (cost of fund) perbankan akan berkurang, yang kemudian diikuti oleh penurunan bunga simpanan dan bunga kredit,” jelas mereka dalam risetnya pada Senin, 20 Januari 2025.

Selain itu, penurunan suku bunga acuan ini berdampak positif bagi perbankan dengan porsi deposito yang tinggi terhadap total dana pihak ketiga (DPK), seperti PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN) dengan porsi 52%, PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS) 38%, dan BBRI 36%, demikian menurut riset BRI Danareksa Sekuritas yang dikutip pada Senin (20/1/2025).

Lebih lanjut, penurunan BI Rate juga akan mengurangi tekanan terhadap PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) dan PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI), yang memiliki porsi deposito khusus sebesar 40% dari total DPK. 

Selain itu, penurunan imbal hasil obligasi dan surat berharga seperti Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) dapat meningkatkan likuiditas perbankan. Tren penurunan imbal hasil obligasi pemerintah tenor 10 tahun juga mendukung hal ini.

Penurunan BI Rate menjadi 5,75% memberikan peluang strategis bagi bank untuk meningkatkan efisiensi operasional dan memperkuat kinerja keuangan. Sebagai contoh, selama periode penurunan BI Rate pada 2016-2018 sebesar 125 basis poin, sektor perbankan mencatatkan pertumbuhan signifikan dalam harga saham.

“Saham perbankan memiliki bobot besar dalam pembentukan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI), mencapai hampir 30%. Oleh karena itu, kenaikan saham perbankan otomatis akan mengangkat IHSG,” tamabahnya.