Bank Rakyat Indonesia Kantor Cabang Tangerang, Kamis 29 Juli 2021. Foto : Panji Asmoro/TrenAsia
Bursa Saham

BBRI Pimpin Penguatan Saham Big Banks Usai Suku Bunga Jadi 5,75 Persen

  • BBRI memimpin penguatan saham big banks pada 15 Januari 2025, setelah BI memutuskan untuk memangkas suku bunga acuan dari 6% menjadi 5,75%. Penurunan suku bunga ini diluar perkiraan ekonom.

Bursa Saham

Alvin Pasza Bagaskara

JAKARTA – Saham big banks yang dipimpin PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) terpantau menguat pada perdagangan Rabu, 15 Januari 2025. Ini terjadi di tengah keputusan Bank Indonesia memangkas suku bunga dari 6% menjadi 5,75%. 

Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia, hingga perdagangan hari ini pukul 14.43 WIB, saham BBRI yang pada momen perdagangan sebelumnya melemah, kali ngegas memimpin kenaikan saham big banks, yaitu 3,95% ke level Rp3.950 per saham. 

Sementara itu, PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) juga terpantau menanjak 3,24% ke level Rp5.575 per saham. Kemudian, PT Bank Negara Indonesia Tbk melesat 2,18% ke level Rp4.220 per saham, dan PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) juga melesat tipis 0,52% ke level Rp9.575 per saham.

Sebagaimana diketahui, pada penutupan perdagangan hari Selasa, 14 Januari 2025, saham-saham bank besar terpantau mengalami penurunan yang cukup signifikan. Ini didorong oleh net sell asing yang jumbo di mana saham BBCA terpantau dilepas sebesar Rp286,43 miliar, diikuti oleh BBRI sebesar Rp124,4 miliar, BMRI sebesar Rp84,86 miliar, dan BBNI sebesar Rp57,48 miliar.

Situasi tersebut didorong oleh dampak dari data tenaga kerja Amerika Serikat (AS) yang menguat telah memicu capital outflow dari pasar modal Indonesia dalam jangka pendek. Selain itu, pasar juga menantikan menanti rilis data inflasi produsen AS untuk Desember 2024.

Terkait kinerja saham emiten perbankan besar, belum tampak adanya perbaikan signifikan pada dua pekan pertama 2025. JP Morgan telah merevisi proyeksi kinerja 2025–2026 untuk sejumlah bank beraset jumbo di Indonesia, terutama bank pelat merah seperti BBNI, BMRI, dan BBRI.

Dalam riset tersebut, JP Morgan menilai BBCA tetap menjadi pilihan utama, dengan peringkat 'overweight' dan target harga saham Rp12.000 per saham. Untuk BBRI, meskipun tetap direkomendasikan, target harga sahamnya diturunkan dari Rp5.200 per saham menjadi Rp5.000 per saham untuk 12 bulan ke depan.

Sementara itu, emiten perbankan bersandikan BMRI dan BBNI dipertahankan dengan rekomendasi ‘neutral’, namun target harga keduanya juga diturunkan, masing-masing menjadi Rp6.700 per saham dan Rp5.100 per saham.

Di sisi lain, Bank Indonesia telah menurunkan suku bunga acuan (BI Rate) menjadi 5,75% pada 15 Januari 2025, setelah Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada 14-15 Januari. Selain itu, suku bunga Deposit Facility diturunkan menjadi 5,00%, dan Lending Facility menjadi 6,50%.

Gubernur BI, Perry Warjiyo, menjelaskan bahwa keputusan ini konsisten dengan kebijakan moneter untuk menjaga inflasi tetap terkendali dalam sasaran 2,5±1% pada 2025 serta mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. 

Perry juga menyatakan bahwa kebijakan moneter difokuskan untuk memperkuat stabilitas nilai tukar rupiah, terutama dalam menghadapi ketidakpastian ekonomi global akibat kebijakan Amerika Serikat dan ketegangan geopolitik yang meningkat.

“BI akan terus memantau perkembangan ekonomi global dan domestik, serta prospek inflasi, guna menentukan kemungkinan penurunan suku bunga lebih lanjut,” jelasnya dalam keterangannya pada Rabu, 15 Januari 2025.

Ke depan, Bank Indonesia akan terus mengarahkan kebijakan makroprudensial yang longgar untuk mendorong kredit perbankan ke sektor-sektor prioritas, serta mendukung penciptaan lapangan kerja dan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

Hal ini kontras dengan Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) FEB UI memperkirakan Bank Indonesia (BI) akan mempertahankan suku bunga acuan di level 6% pada rapat dewan gubernur 14-15 Januari 2025. 

Ekonom LPEM, Teuku Riefky, menjelaskan bahwa meskipun inflasi Indonesia berada di bawah target BI, tekanan eksternal, seperti ekspektasi kebijakan moneter yang hati-hati dari The Fed dan potensi ketidakpastian politik di AS, membatasi fleksibilitas BI.

Rupiah juga mengalami depresiasi akibat arus modal keluar sebesar US$750 juta antara Desember dan Januari, dengan nilai tukar mencapai Rp16.195 per dolar AS pada 9 Januari 2025. Kinerja rupiah tercatat lebih buruk dibandingkan mata uang negara berkembang lainnya. 

Riefky menilai BI perlu mempertahankan suku bunga demi menghindari risiko arus modal keluar lebih lanjut dan pelemahan rupiah yang lebih dalam. Hingga perdagangan pagi tadi, nilai tukar rupiah hingga pukul 09.30 WIB di pasar spot exchange turun 33 poin atau 0,30% hingga mencapai level Rp16.303 per dolar AS.