PT Bank Central Asia Tbk (BCA/BBCA) bekerja sama dengan Perkumpulan Warna Alam Indonesia (WARLAMI) telah memulai program pembinaan dalam pembuatan wastra menggunakan pewarna alam bagi 50 penenun di Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Perbankan

BCA Gelar Pembinaan di Sumba Timur untuk Mendukung Tren Ecofashion Lokal

  • Program ini bertujuan untuk mendukung pelestarian budaya lokal sambil mengembangkan tren ecofashion wastra warna alam di wilayah tersebut.

Perbankan

Idham Nur Indrajaya

JAKARTA - Untuk mengikuti arus perkembangan mode ramah lingkungan, PT Bank Central Asia Tbk (BCA/BBCA) bekerja sama dengan Perkumpulan Warna Alam Indonesia (WARLAMI) telah memulai program pembinaan dalam pembuatan wastra menggunakan pewarna alam bagi 50 penenun di Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT). 

Program ini bertujuan untuk mendukung pelestarian budaya lokal sambil mengembangkan tren ecofashion wastra warna alam di wilayah tersebut.

Pembinaan ini melibatkan penenun dari lima desa dan kelurahan di Sumba Timur, termasuk Kelurahan Kawangu, Kelurahan Watumbaka, Desa Kambatatana, Desa Persiapan Praiklimbatu, dan Desa Persiapan Wukukalara. 

Kegiatan pembinaan direncanakan berlangsung selama 6 bulan ke depan, dimulai dari fase persiapan dan perencanaan teknis yang sudah dimulai sejak pertengahan April.

Dalam upaya membangkitkan kembali tradisi wastra warna alam di Sumba Timur, BCA dan WARLAMI berharap dapat memotivasi komunitas penenun setempat untuk menghasilkan wastra menggunakan bahan-bahan alami. 

EVP Corporate Communication & Social Responsibility BCA, Hera F. Haryn, menyatakan bahwa program ini tidak hanya bertujuan untuk mempertahankan tradisi yang mulai pudar, tetapi juga untuk menghadirkan nilai ekonomis lebih tinggi dengan memanfaatkan tren ecofashion yang semakin meningkat.

“Kami berharap dapat memacu gairah komunitas penenun di Sumba Timur untuk kembali memproduksi wastra warna alam. Selain menghidupkan kembali tradisi yang tergerus zaman, wastra warna alam memiliki nilai ekonomi lebih tinggi seiring meningkatnya tren ecofashion saat ini. Wastra warna alam dapat menjadi katalis peluang ekonomi bagi masyarakat Sumba Timur,”  ujar Eva melalui keterangan yang diterima TrenAsia, Jumat, 10 Mei 2024.

Baca Juga: Likuiditas Ketat, NIM Bank KBMI 4 Tertekan oleh Perang Harga

Meskipun kain tenun telah lama menjadi bagian dari budaya masyarakat Sumba Timur, penggunaan pewarna alam dalam proses pembuatannya semakin jarang dilakukan seiring berjalannya waktu. 

Alasan utamanya adalah karena proses pembuatan pewarna alam yang memakan waktu lebih lama dan dianggap lebih sulit dibandingkan dengan pewarna sintetis. Kondisi ini telah menyebabkan menurunnya minat terhadap penggunaan warna alam di kalangan pengrajin tenun.

Salah satu peserta pembinaan wastra warna alam yang antusias adalah Padu Ata Ndima, seorang wanita dari Desa Kambatatana. 

Dia menyambut baik pelatihan yang diselenggarakan oleh BCA dan WARLAMI karena memberinya kesempatan untuk memperluas pengetahuannya tentang pewarna alam untuk wastra. Meskipun telah memiliki pengalaman dengan pewarna alam sebelumnya, Padu Ata Ndima merasa mendapatkan wawasan baru dari pelatihan ini.

Diharapkan bahwa melalui pelatihan ini, para penenun di Sumba Timur akan dapat meningkatkan keterampilan mereka dalam menggunakan pewarna alam dan pada akhirnya dapat menciptakan produk wastra yang lebih bernilai. 

Selain itu, BCA diharapkan dapat membantu dalam pemasaran kain-kain tenun yang dihasilkan oleh para peserta pelatihan, sehingga mereka dapat meraih hasil yang lebih baik secara ekonomis.

“Ke depannya, kami berharap BCA dapat membantu memasarkan kain-kain tenun kami. Terima kasih BCA karena sudah mengadakan pelatihan ini sehingga ke depannya kami dapat melanjutkan semangat ini guna memperoleh hasil lebih bagus,” kata Padu.

Bakti BCA bekerjasama dengan WARLAMI sedang berupaya untuk menghidupkan kembali tradisi tenun warna alam sejalan dengan pertumbuhan industri mode yang berkelanjutan. 

Menurut riset dari Researchandmarket.com pada tahun 2019, nilai pasar pewarna alam dunia diprediksi dapat mencapai US$5 miliar pada tahun 2024, dengan pertumbuhan tahunan sekitar 11% dari tahun 2018 hingga 2024.

Peningkatan kesadaran akan dampak lingkungan dalam proses produksi menjadi salah satu faktor utama yang mendorong popularitas pewarna alam.

Ketua WARLAMI, Myra Widiono, menyatakan bahwa pembinaan pewarna alam bukan hal baru bagi masyarakat Sumba Timur. Perannya adalah untuk menyegarkan kembali pemahaman tentang manfaat penggunaan warna alam dalam pembuatan wastra. 

Alam di Sumba Timur memiliki potensi besar dalam budidaya bahan pewarna alam yang dapat mendukung keberlanjutan tradisi tenun warna alam.

“Pembinaan pewarna alam bukan sesuatu yang baru bagi Masyarakat Sumba Timur. Peran kami hanya menyegarkan kembali ingatan mereka tentang segala manfaat penggunaan warna alam bagi wastra yang mereka produksi. Alam di Sumba Timur sejatinya memiliki potensi besar untuk budi daya bahan pewarna alam yang dapat menopang keberlangsungan tradisi tenun warna alam,” papar Myra. 

Pada tahun 2022, Bakti BCA dan WARLAMI telah mengadakan pembinaan serupa untuk 28 penenun dari berbagai desa di Kabupaten Timor Tengah Selatan, NTT. 

Selain itu, pada bulan Februari tahun ini, Bakti BCA juga menyelesaikan tahap pertama pembinaan untuk 15 pegiat warna alam dari Baduy, Desa Kanekes, Lebak, Banten. 

Melalui upaya-upaya ini, mereka berharap dapat memperkuat dan melestarikan tradisi tenun warna alam serta memberikan kontribusi positif bagi lingkungan dan masyarakat lokal.