Beda Cara Donald Trump, Shinzo Abe, dan Jokowi Tangani Pandemi, Siapa Terbaik?
TrenAsia.com akan mengulas kebijakan-kebijakan ekonomi apa saja yang diambil oleh tiga pemimpin negara. Mulai dari Presiden Republik Indonesia Joko Widodo, Presiden Amerika Serikat Donald Trump hingga mantan Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe.
Nasional & Dunia
JAKARTA – Adanya pandemi COVID-19 telah membuat para pemimpin dunia memutar otak berupaya menekan laju penyebaran wabah. Pasalnya, wabah corona jenis baru ini tidak hanya mengancam kesehatan masyarakat dunia, melainkan seluruh lini kehidupan warga.
Berbagai macam kebijakan telah diambil para pemimpin negara di dunia dalam menghadapi situasi sulit ini. Ada yang dianggap berhasil, dan tidak sedikit yang justru dianggap memilih kebijakan kontroversi. Bahkan, beberapa di antaranya ada yang meremehkan gempuran virus ini.
Beda pemimpin tentu beda kebijakan. Lantas bagaimana sebenarnya langkah-langkah yang seharusnya diambil para pemimpin negara dalam menghadapi situasi seperti ini? Seberapa tepatkah kebijakan yang mereka buat untuk menanggulangi pandemi COVID-19?
- 11 Bank Biayai Proyek Tol Serang-Panimbang Rp6 Triliun
- PTPP Hingga Mei 2021 Raih Kontrak Baru Rp6,7 Triliun
- Rilis Rapid Fire, MNC Studios Milik Hary Tanoe Gandeng Pengembang Game Korea
- Anies Baswedan Tunggu Titah Jokowi untuk Tarik Rem Darurat hingga Lockdown
- IPO Akhir Juni 2021, Era Graharealty Dapat Kode Saham IPAC
Nah, kali ini TrenAsia.com akan mengulas kebijakan-kebijakan ekonomi apa saja yang diambil oleh tiga pemimpin negara. Mulai dari Presiden Republik Indonesia Joko Widodo, Presiden Amerika Serikat Donald Trump hingga mantan Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe.
Presiden RI Joko Widodo
Beberapa waktu lalu Presiden Jokowi menegaskan bahwa kondisi pandemi seperti ini dapat dijadikan momentum perubahan untuk lebih memajukan bangsa. Menurutnya saat ini merupakan saat yang dapat untuk meninggalkan cara-cara lama untuk bangkit melawan situasi sulit.
Bagi mantan Gubernur DKI Jakarta ini, persoalan kesehatan dan ekonomi yang tengah dihadapi bangsa telah memberikan banyak pelajaran berharga. Namun ia yakin bahwa Indonesia sanggup dan memiliki modal besar untuk menghadapi kondisi ini bersama-sama.
“Inilah saatnya kita untuk melakukan transformasi. Meninggalkan cara-cara lama, membangkitkan kekuatan sendiri, serta melakukan lompatan-lompatan kemajuan,” ujar Jokowi melalui keterangan resmi Sekretariat Kabinet di Jakarta, Sabtu 8 Agustus 2020 lalu.
Jokowi terbilang fokus menyelamatkan perekonomian dalam negeri. Saking peduli dengan urusan ekonomi, sebagian menganggap dirinya mengorbankan kepentingan kesehatan.
Berikut ini 10 kebijakan ekonomi yang pernah diambil oleh Jokowi di tengah wabah virus corona
- Stimulus ekonomi sebesar Rp405 triliun melalui Perppu Nomor 1 tahun 2020 Tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan COVID-19.
- Pemangkasan rencana belanja non prioritas pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) serta Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
- Realokasi anggaran dan refocusing kegiatan melalui Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 4 Tahun 2020.
- Memperbanyak program Padat Karya Tunai, khususnya pada Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Kementerian Perhubungan, Kementerian Pertanian, dan Kementerian Kelautan dan Perikanan.
- Menggenjot impelementasi kartu pra-kerja. Tidak hanya itu, Jokowi juga menaikkan anggaran kartu pra-kerja sebanyak 100% dari Rp10 triliun menjadi Rp20 triliun.
- Memberikan insentif Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 bagi pelaku industri Tanah Air. Selain itu ada PPh Pasal 22 Impor selama enam bulan. Ada juga PPh Pasal 25 yang akan menerima insentif dengan pengurangan besarnya angsuran sebesar 30%. Pengurangan ini dari total angsuran yang seharusnya dibayar selama 6 bulan ke depan.
- Melalui Otoritas Jasa Keuangan (OJK), pemerintah memberikan relaksasi kredit di bawah Rp10 miliar bagi pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM).
- Jokowi meminta adanya penjaminan ketersediaan bahan pokok oleh pemerintah pusat maupun daerah. Hal ini dibarengi dengan memastikan terjaganya daya beli masyarakat.
- Pemerintah juga memberikan stimulus bagi masyarakat berpenghasilan rendah yang melakukan kredit kepemilikan rumah (KPR).
- Jokowi membentuk Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional.
Presiden AS Donald Trump
Agak berbeda dengan Jokowi, Presiden AS Donald Trump tampaknya tidak terlalu serius menangani permasalahan ekonomi di masa pandemi. Bahkan, dia pernah menyatakan jika ekonomi merupakan urusan nomor dua meskipun negaranya menerima dampak serius akibat merebaknya virus ini.
Negeri Paman Sam resmi masuk jurang resesi setelah tercatat perekonomiannya terkontraksi hingga minus 32,9% pada kuartal II-2020. Kebijakan lockdown sejak Maret hingga Juni membuat konsumsi masyarakat lesu sehingga menekan produk domestik bruto (PDB) AS.
Trump tampaknya baru menyadari pandemi COVID-19 merupakan ancaman serius bagi negaranya. Tidak hanya bagi kesehatan masyarakat, tetapi juga pada sendi perekonomian di negara tersebut.
Ia juga terlihat gagap dalam menentukan arah kebijakan perekonomian negeri di saat-saat seperti ini. Salah satunya obsesi Trump terhadap tarif perdagangan yang telah memperburuk kondisi dalam negeri. Kebijakan ini terlebih mempersulit transaksi perdagangan dunia di tengah kebutuhan eskpor-impor peralatan medis.
Trump mulai menunjukkan keseriusannya dalam menanggulangi pandemi di negara tersebut dengan menggelontorkan dana stimulus yang cukup fantastis. Tidak tanggung-tanggung, pemerintah AS mencairkan duit sebesar US$2 triliun atau setara dengan Rp29,2 kuadraliun. Tentu nilai ini jauh dibandingkan dengan dana stimulus yang digelontorkan Jokowi sebesar Rp405 triliun.
Di tengah pro dan kontra kebijakan Trump, pada 12-15 Juli lalu Washington Post-ABC News membuat jajak pendapat tentang kinerjanya dalam menangani COVID-19. Hasil polling menunjukkan sekitar 60% warga AS tidak puas bahkan kecewa dengan kinerja Trump dalam menangani situasi ini.
Survei itu menunjukkan 52% responden sangat tidak puas dengan langkah yang diambil Trump. Angka itu naik 9% sejak Mei dan 16% sejak bulan Maret lalu. Sementara, koresponden yang menyatakan kepuasan pada kinerja Trump turun 18 poin menjadi 38% dibandingkan dengan bulan Mei.
Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe
Jepang mengalami kontraksi ekonomi terpararah sejak 1980 dan gempa bumi dan tsunami yang terjadi pada 2011 lalu. Pandemi COVID-19 membuat Produk Domestik Bruto (PDB) negara ini menjadi 485 triliun yen. Jepang terjerembab ke dalam lubang resesi menyusul kontraksi ekonomi selama dua kuartal berturut-turut.
Salah satu faktor utama di balik amblesnya ekonomi Jepang adalah penurunan drastis dari konsumsi domestik yang berkontribusi lebih dari setengah ekonomi Jepang. Nilai ekspor juga anjlok seiring dengan perdagangan global yang terpuruk imbas dari pandemi.
Situasi ini turut menghantam kebijakan khas Abe untuk mendorong perekonomian Jepang yang dikenal dengan “Abenomics”. Untuk mengatasi kondisi ini, Abe berkomitmen akan mengeluarkan kebijakan ekonomi yang belum pernah dilakukan sebelumnya. Ini sebagai upaya melindungi negaranya dari tekanan ekonomi dunia.
Abe menggambarkan kebijakan ekonomi pemerintah amencakup stimulus fiskal, moneter serta keringanan pajak untuk perusahaan. Pemerintah Jepang telah mengeluarkan dana stimulus fantastis sebesar US$2,2 triliun atau setara Rp32,1 kuadraliun.
Langkah yang diambilnya membuat membengkaknya utang rakyat Jepang. Nilai utang negara ini sendiri sudah menjadi yang terbesar di antara negara-negara maju lain.
Jepang kemungkinan akan melakukan lebih baik daripada negara lain dalam menghadapi resesi, menurut beberapa analis beberapa waktu lalu. Namun, tampaknya harapan ini pupus saat Shinzo Abe mengundurkan diri sebagai PM Jepang dengan alasan kesehatan yang memburuk. (SKO)