Beda dari BI, Analis Prediksi Tapering Off The Fed Terjadi Desember 2021
- Antisipasi terhadap Tapering off The Fed terus dilakukan otoritas moneter Indonesia.
Pasar Modal
JAKARTA – Antisipasi terhadap Tapering off The Fed terus dilakukan otoritas moneter Indonesia. Bank Indonesia (BI) menyebut tapering off bakal dilaksanakan The Fed pada November mendatang.
Kendati demikian, Analis Pasar Uang Ariston Tjendra mengatakan keputusan tapering off kemungkinan dilakukan pada Desember 2021. Dirinya melihat tren selama beberapa tahun ke belakang menunjukan keputusan penting biasanya diambil The Fed pada akhir tahun.
“Meski belum ada timeline pasti. Saya kira tapering off bakal dilakukan pada Desember 2021 ini, bukan November,” ucap Ariston kepada Trenasia.com, Rabu, 15 September 2021.
- IHSG Bergerak Terbatas, Ini Rekomendasi Saham Indosurya dan MNC Asset Management
- Kurs Rupiah Hari Ini: TIngkat Inflasi AS Tembus 5,3 Persen, Rupiah Semakin Tertekan
- IHSG Berpeluang Menguat, Simak Rekomendasi Saham Reliance dan Mirae Hari Ini
Indeks Harga Konsumen (IHK) Amerika Serikat yang menunjukan inflasi 5,3% year on year (yoy) dilihat Ariston sudah cukup menunjukan kembali menggeliatnya ekonomi di AS. Angka itu hanya berselisih tipis dibanidngkan inflasi Juli 2021 yang sebesar 5,4% yoy.
Selain itu, tingkat pengangguran di AS yang menurun ke level 5,2% semakin menjadi sinyal stimulus The Fed terhadap pemerintah AS bakal dicabut berkala pada akhir tahun ini.
Sebelumnya, Deputi Gubernur Senior BI Destry Damayanti mengatakan keputusan The Fed tiak akan mengguncang stabilitas ekonomi di Indonesia. Dirinya menjamin efek tapering off tidak akan separah pada 2013.
Sejumlah kesiapan menjadi dasar otoritas moneter mengklaim tapering off tidak akan mengguncang stabilitas ekonomi dalam negeri. Pertama, BI melihat kecukupan cadangan devisa sebesar US$144 miliar cukup untuk memitigasi efek tapering.
Kedua, BI telah memiliki triple intervention. Hal ini antara lain kemampuan Indonesia mengintervensi pasar keuangan melalui Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder, pasar spot, hingga pasar DNDF.
“Karena sudah mulai terlihat gejolak, khususnya di emerging market. Tekanan di mata uang emerging market tinggi, termasuk nilai tukar rupiah,” kata Destry kepada Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Selasa, 14 September 2021.
Terakhir, Destry menyebut BI telah menyusun strategi untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah. Selain itu, ada pula sentimen penanganan COVID-19 di dalam negeri yang menunjukan perbaikan sehingga bisa memicu optimise pasar kembali.
“Kondisi pasar cenderung cepat berbalik karena ada kepercayaan terhadap penanganan pandemi COVID-19 di Indonesia,” ucap Destry.