Beda Kebijakan Pajak Mobil Listrik di RI dan Amerika
- Salah satu kebijakan yang diberlakukan pemerintah adalah pengurangan nilai pajak tahunan untuk mobil listrik. Hal ini membuatnya lebih terjangkau bagi masyarakat.
Transportasi dan Logistik
JAKARTA - Era pergeseran begitu cepat dari mobil konvensional berbahan bakar minyak (BBM) menuju mobil listrik (electric vehicle, EV) membuat guncang bisnis otomotif.
Banyak produsen komponen otomotif konvensional banting setir ataupun menyuntikan kembali investasi jumbo. Mereka melakukan investasi di berbagai bidang yang relevan pada era EV.
Indonesia tidak mau ketinggalan untuk turut meramaikan kendaraan listrik. Pemerintah pun memberikan insentif untuk mendorong penggunaan mobil listrik.
- Mengukur Peluang Rebound Saham Big 4 Banks di Tengah Sinyal Oversold
- Mantap! Moladin Kini Punya Pembiayaan untuk UMKM
- Harga Emas 19 Juni 2024, Naik Rp7.000 jadi Rp1.349.000 per Gram
Salah satu kebijakan yang diberlakukan pemerintah adalah pengurangan nilai pajak tahunan untuk mobil listrik. Hal ini membuatnya lebih terjangkau bagi masyarakat.
Sejumlah negara juga berlomba-lomba memasifkan keberadaan mobil listrik juga melalui pemberian insentif. Bagaimana perbedaan kebijakan pajak untuk mobil listrik di Indonesia, China dan AS?
Indonesia
Dasar hukum pertama terdapat pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 73 Tahun 2019. Peraturan ini mengatur insentif terkait pajak mobil listrik. Insentif pada mobil listrik terbagi menjadi dua tahap, masing-masing berdasarkan jenisnya.
Untuk mobil listrik murni, terdapat insentif sebesar 0% untuk tahap I dan II. Sementara itu, mobil listrik PHEV (Plug-in Hybrid Electric Vehicle) akan memperoleh insentif sebesar 5% untuk tahap I dan 8% untuk tahap II.
Khusus mobil listrik model hybrid, terdapat insentif tarif pajak sebesar 6-8% untuk tahap I. Kemudian, angka ini naik menjadi 10-12% pada tahap II.
Lalu dalam Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 2019 kemudian menjadi dasar dari Nomor 74 Tahun 2021. Dalam peraturan ini, terdapat penekanan insentif pajak pada saat pembelian kendaraan bermotor listrik.
Aturan tersebut mencantum bahwa teknologi baterai kendaraan listrik (termasuk baterai mobil listrik) dan fuel cell electric vehicles akan terkena PPnBM (pajak pembelian barang mewah dengan tarif insentif sebesar 15%.
Untuk kendaraan bermotor jenis PHEV, PPnBM-nya mendapat insentif 15% dari tarif normal. Terdapat pula DPP sebesar 33,33% dari harga jual.
Pemerintah telah mengesahkan UU HKPD (Undang-Undang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah). Pengesahan Undang-Undang ini menjadi kabar gembira bagi setiap pemilik kendaraan listrik.
Dalam Undang-Undang ini, mobil listrik tidak termasuk sebagai objek PKB (Pajak Kendaraan Bermotor) dan BBNKB. Artinya, mobil listrik bebas dari PKB dan BBNKB yang berlaku. Aturan ini akan mulai berlaku pada tahun 2025 mendatang.
- Kontrak Baru ADHI dan PTPP Melonjak per Mei 2024, Mayoritas dari IKN
- 50 Ucapan Iduladha 2024 yang Penuh Makna dan Menyentuh Hati
- Mengulas Nilai Ekonomi Allianz Arena, Stadion Pembuka Euro 2024
Terakhir melalui Peraturan Pemerintah No. 74 Tahun 2021, di mana mengatur, jumlah pajak mobil listrik sudah ditetapkan dalam Peraturan Menteri dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2021 Pasal 10 dan 11. Kedua pasal itu mengatakan bahwa mobil listrik hanya akan terkena pajak sebesar 10% dari tarif normal.
Amerika
Berbeda di Indonesia, Amerika Serikat melipatgandakan bea masuk kendaraan listrik asal China menjadi 100%. Tidak hanya itu, pungutan pajak untuk sejumlah produk baja dan aluminium juga ditingkatkan sebanyak 25% dan semikondukor naik sebanyak 50%.
Langkah itu diambil Presiden Joe Biden setelah pihaknya meninjau kebijakan bea masuk era pemerintahan Trump. Menurutnya kebijakan ini dilakukan untuk melawan kelebihan kapasitas China dalam industri-industri tersebut.
Kenaikan tarif tersebut akan meliputi produk-produk China yang nilainya mencapai US$18 miliar. Tarif untuk EV, baja dan aluminium serta sel surya akan diberlakukan tahun ini, sementara untuk cip akan mulai berlaku pada tahun depan.