logo
Pengeboran Minyak dan Gas Serpih Vaca Muerta, di provinsi Neuquen, Patagonia, Argentina
Korporasi

Beda Nasib Antara MEDC dan WINS Terkait Penghentian Ekspor Gas

  • MEDC tidak terdampak larangan ekspor dalam waktu dekat, karena kontraknya baru berakhir antara 2028-2030.

Korporasi

Alvin Pasza Bagaskara

Jakarta – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengungkapkan potensi penghentian sementara ekspor gas alam demi memprioritaskan konsumsi domestik. Langkah ini menimbulkan pertanyaan mengenai dampaknya terhadap emiten migas, terutama PT Medco Energi Internasional Tbk (MEDC) dan PT Wintermar Offshore Marine Tbk (WINS).

Sebagai informasi, Medco Energi memiliki hak partisipasi yang signifikan dalam infrastruktur gas di Indonesia, termasuk 30% di Donggi Senoro dan 62,5% di Simenggaris. Selain itu, MEDC juga menguasai 46% hak partisipasi di Blok Corridor dan 40% di Blok Natuna, yang selama ini menjadi jalur utama ekspor gas.

Analis BRI Danareksa Sekuritas, Timothy Wijaya dan Naura Reyhan Muchlis, dalam risetnya menyatakan bahwa MEDC tidak terdampak larangan ekspor dalam waktu dekat, karena kontraknya baru berakhir antara 2028-2030. 

Namun, pada 2036 ekspor gas akan dilarang sepenuhnya, yang berarti masih tersisa 12 tahun. Jika tidak diimbangi dengan peningkatan permintaan domestik yang signifikan, kebijakan ini dapat menekan profitabilitas MEDC dalam jangka panjang.

Selain itu, kontribusi PT Amman Mineral Internasional Tbk (AMMN) terhadap kinerja keuangan Medco diperkirakan menurun akibat dimulainya tambang fase 8 dan pembangunan smelter, yang berpotensi menekan laba pada 2025.

Meskipun demikian, BRI Danareksa Sekuritas tetap mempertahankan rekomendasi "beli" untuk MEDC dengan target harga Rp 1.400 per saham. Investor disarankan mencermati potensi stagnasi produksi dan fluktuasi harga minyak sebagai faktor risiko utama.

Di sisi lain, WINS berpotensi mendapatkan keuntungan dari kebijakan ini, terutama melalui peningkatan tarif sewa kapal dan utilisasi armada, seiring meningkatnya aktivitas eksplorasi dan produksi gas dalam negeri.

"Dengan fokus pada penyediaan layanan transportasi laut untuk industri migas, WINS memiliki prospek positif di tengah pergeseran kebijakan energi nasional," jelas kedua analis BRI Danareksa Sekuritas dalam riset yang dikutip pada Rabu, 5 Februari 2025.

Analis mencatat bahwa permintaan jasa offshore diperkirakan meningkat seiring bertambahnya proyek eksplorasi dan produksi dalam negeri. Hal ini berpotensi mendorong pertumbuhan pendapatan bagi WINS, yang direkomendasikan untuk dibeli dengan target harga Rp 610 per saham.

Secara keseluruhan, penghentian ekspor gas menjadi tantangan bagi MEDC dalam mempertahankan profitabilitas, sementara bagi WINS, kebijakan ini dapat menjadi peluang pertumbuhan bisnis. Investor perlu mempertimbangkan faktor ini dalam strategi investasi mereka di sektor migas.

Rencana Pemerintah Melarang Ekspor Migas

Selain gas, pemerintah juga tengah mempertimbangkan pelarangan ekspor minyak dan gas bumi secara bertahap guna memastikan ketahanan energi nasional. Langkah ini sejalan dengan target peningkatan pemanfaatan sumber daya migas dalam negeri untuk mendukung pertumbuhan industri dan kebutuhan energi nasional.

Kementerian ESDM menargetkan pengurangan ekspor gas sebesar 20% dari level 2016, serta penghapusan ekspor migas sepenuhnya pada 2036, sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden No. 22 Tahun 2017 tentang Rencana Umum Energi Nasional (RUEN).

Data menunjukkan bahwa ekspor gas Indonesia mengalami penurunan signifikan, dari 2.860 BBTUD pada 2016 menjadi 1.905 BBTUD pada 2024, atau turun sebesar 33,4% dalam sembilan tahun terakhir. Sementara itu, produksi gas nasional juga menurun sebesar 15,6%, dari 6.856 BBTUD menjadi 5.786 BBTUD pada periode yang sama.