Beda Nasib, Jumlah BPRS Ngebut Salip BPR
- Total aset BPRS tumbuh positif dengan titik pertumbuhan tertinggi selama pandemi mencapai 18,2% pada tahun 2022
Perbankan
JAKARTA – Pandemi COVID-19 menjadi titik balik nasib yang berbeda bagi industri perbankan nasional. Bagi bank perkreditan rakyat alias BPR, virus COVID-19 justru memperberat napas BPR yang sudah lama terengah-engah.
Dalam perkembangannya, jumlah BPR terus menunjukkan tren penurunan sepanjang periode tahun 2016 sampai dengan bulan Desember 2023, yang semula berjumlah 1.633 BPR, berkurang sebanyak 231 BPR menjadi berjumlah 1.402 BPR.
Berkurangnya jumlah BPR tersebut sebagian besar diakibatkan oleh konsolidasi industri BPR, baik melalui penggabungan maupun peleburan. Namun, penurunan jumlah BPR tersebut diiringi dengan tren peningkatan jumlah jaringan kantor BPR dengan jumlah kantor cabang meningkat 333 kantor menjadi 1.938 kantor cabang.
Di samping itu, sudah ada127 BPR mengalami kebangkrutan sedangkan pada BPRS. Di tahun 2024, fenomena ini berlanjut dengan pencabutan izin usaha dari 11 BPR.
Sebaliknya, dalam periode waktu yang sama, terjadi peningkatan jumlah BPR syariah (BPRS) menjadi 174.
Kinerja BPRS
Mengutip data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Senin 27 Mei 2024, total aset BPRS tumbuh positif dengan titik pertumbuhan tertinggi selama pandemi mencapai 18,2% pada tahun 2022. Pada posisi Desember 2023, BPRS berhasil mencatatkan pertumbuhan total aset sebesar 15,0% menjadi sebesar Rp23,17 triliun.
Penyaluran pembiayaan juga terus menunjukkan tren positif sepanjang periode lima tahun terakhir dengan pertumbuhan tertinggi mencapai 20,6% pada tahun 2022. Pada posisi Desember 2023, BPRS berhasil mencatatkan outstanding penyaluran pembiayaan sebesar Rp17,02 triliun atau tumbuh 17,8% dibandingkan periode tahun sebelumnya.
Sementara itu, pada penghimpunan dana, BPRS juga terus mencatatkan tren pertumbuhan positif pada periode lima tahun terakhir. Pertumbuhan tertinggi DPK BPRS terjadi pada tahun 2021 mencapai 18,1% secara year-onyear (yoy).
- Baca Juga: Ada BPR yang Bangkrut Lagi, Total Sudah Ada 11 Perusahaan yang Gulung Tikar sejak Awal Tahun
Per posisi Desember 2023, BPRS telah menghimpun DPK sebesar Rp15,27 triliun atau tumbuh 13,6% dibandingkan periode satu tahun sebelumnya. Sama halnya dengan industri BPR konvensional, komposisi DPK BPRS sebagian besar didominasi oleh deposito mudharabah, mencapai 67,3% dari total DPK.
Sejalan dengan hal tersebut, kinerja BPRS berdasarkan rasio keuangan juga masih menunjukkan kinerja positif dan terjaga. Dari sisi permodalan, BPRS masih relatif kuat untuk menopang risiko dengan rasio CAR tercatat sebesar 23,21%.
Begitu pula pada aspek likuiditas yang masih terjaga dengan baik dengan rasio Financing to Deposit Ratio (FDR) sebesar 111,50% dan CR sebesar 28,10%. Penyaluran pembiayaan yang semakin meningkat juga masih diiringi dengan risiko pembiayaan yang masih terjaga, bahkan lebih baik jika dibandingkan dengan periode sebelum COVID-19.
Rasio NPF BPRS per posisi Desember 2023 sebesar 6,49%, lebih baik jika dibandingkan posisi Desember 2019 yang mencapai 7,04%. Namun demikian, profitablitas BPRS cenderung menurun meskipun rasio NPF terus membaik. Pada posisi Desember 2023, rasio ROA BPRS tercatat sebesar 2,05%, lebih rendah dibandingkan posisi Desember 2019 dengan rasio ROA sebesar 2,61%.