Presiden Baru Argentina, Javier Milei (Reuters/Cristina Sille)
Dunia

Resep Javier Milei Bikin Anggaran Argentina Surplus Setelah 14 Tahun Tekor

  • Reformasi yang dilakukan tidak hanya memberikan dampak langsung pada pengelolaan anggaran negara, tetapi juga meningkatkan persepsi investor terhadap Argentina.

Dunia

Distika Safara Setianda

JAKARTA – Argentina membukukan surplus anggaran pada tahun 2024, pertama kalinya setelah lebih dari satu decade atau 14 tahun. Hal tersebut menandai keberhasilan bagi Presiden libertarian Javier Milei yang mendorong penghematan besar-besarannya dalam tahun pertama masa jabatannya.

“Surplus anggaran negara mencapai 1,76 triliun peso (Rp27,6 triliun), atau 0,3% dari produk domestik bruto (PDB) sepanjang tahun,” kata Kementerian Perekonomiam Arhentina. Sementara itu, neraca fiskal primer, yang tidak termasuk pembayaran utang, mengalami surplus 10,41 triliun peso, atau 1,8% PDB.

“Nol defisit adalah kenyataan,” kata Milei di media sosial, yang dilansir dari Reuters. “Janji-janji telah terpenuhi.”

Milei memangkas anggaran belanja negara setelah menjabat pada Desember 2023 dalam upaya untuk meredam inflasi yang merajalela di Argentina, yang mencapai puncak tahunan hampir 300% pada April 2024.

Untuk mengatasi masalah tersebut, ia memutuskan untuk memangkas belanja negara secara signifikan, termasuk memecat sekitar 5.000 pegawai negeri sipil sebagai salah satu kebijakan awalnya.

Milei juga menghapus 380.000 regulasi yang dianggap menghambat pertumbuhan ekonomi dan mendorong efisiensi di berbagai sektor pemerintahan. Selain itu, jumlah kementerian dikurangi dari 21 menjadi hanya 9 sebagai bagian dari upaya menghemat anggaran.

Meski kebijakan ini menuai kontroversi, dampaknya mulai terlihat pada kuartal kedua 2024. Inflasi secara bertahap menurun, dan pengeluaran negara berhasil ditekan hingga seimbang dengan pendapatan yang diterima.

Pemerintahan di bawah Javier Milei juga melakukan reformasi struktural di berbagai sektor. Salah satunya adalah membuka sektor minyak dan gas untuk investasi asing, yang bertujuan meningkatkan pendapatan negara tanpa perlu menaikkan tarif pajak.

Sementara, kementerian yang fokus pada isu gender dan keberagaman dibubarkan dengan alasan efisiensi anggaran. Meski langkah ini menuai kritik dari berbagai kalangan, pemerintah berpendapat kebijakan tersebut diperlukan untuk mengurangi beban fiskal.

Reformasi yang dilakukan tidak hanya memberikan dampak langsung pada pengelolaan anggaran negara, tetapi juga meningkatkan persepsi investor terhadap Argentina. Negara ini mulai dianggap sebagai destinasi investasi yang lebih stabil.

Adapun. Kementerian Perekonomian dalam sebuah pernyataan mengatakan bahwa jangkar fiskal pemerintah akan tetap berlaku hingga tahun 2025.

Anggaran dan neraca primer pada bulan Desember 2024 berada pada angka negatif, menandai defisit primer bulanan pertama setelah 11 bulan berada pada catatan kelamnya.

Negara Amerika Selatan itu mencatat defisit fiskal primer sebesar 1,30 triliun peso dan defisit keuangan sebesar 1,56 triliun peso pada bulan Desember 2024.

Menteri Ekonomi Luis Caputo menghubungkan defisit tersebut dengan faktor musiman, mengingat Desember merupakan momen belanja negara meningkat.

Dilansir dari Nhan Dan, Argentina pernah menjadi negara dengan utang terbesar kepada IMF. Pada tahun 2018, di bawah Presiden Mauricio Macri, IMF meminjamkan Argentina sebesar US$45 miliar.

IMF selalu menetapkan syarat keuangan dan ekonomi yang spesifik dan ketat untuk mempertahankan perjanjian restrukturisasi utang dengan Argentina, dan akan meninjau kembali pembayaran utang setiap tiga bulan.

Diperkirakan pada tahun 2024, Argentina berutang kepada IMF lebih dari US$32 miliar, setara dengan 5,3% dari Produk Domestik Bruto (PDB) negara tersebut.

Luis Caputo menyatakan, pada tahun 2024, untuk pertama kalinya dalam 14 tahun, Argentina akan mencapai surplus fiskal yang setara dengan 1,8% dari PDB.

Melalui akun media sosialnya, Caputo menegaskan kebijakan penghematan anggaran dan penyaringan pekerja sektor publik akan terus dilanjutkan pada tahun 2025. Mereka menganggap hasil keuangan tahun 2024 sebagai tonggak sejarah bagi ekonomi terbesar ketiga di Amerika Latin.

Caputo menekankan program pemotongan belanja publik telah mengejutkan dunia, dan menegaskan kebijakan “penghematan” fiskal adalah alat utama untuk memulihkan stabilitas makroekonomi dan perdamaian sosial.

Menteri Ekonomi Argentina tersebut berkomentar, dengan menghilangkan defisit anggaran, Argentina tidak perlu lagi mengejar penerbitan uang dan berkat itu, inflasi akan terkendali. Selama beberapa dekade, “hantu” inflasi selalu menghantui Argentina.

Setelah upaya penyesuaian kebijakan fiskal pada tahun pertama masa jabatan, pemerintahan Presiden Javier Milei telah berhasil mengendalikan situasi hiperinflasi, meskipun inflasi masih berada pada tingkat tinggi di dunia. Menteri Ekonomi Luis Caputo mengumumkan inflasi Argentina pada tahun 2024 akan menjadi yang terendah sejak 2018.

Diharapkan inflasi Argentina akan turun menjadi 25% dan pertumbuhan ekonomi akan mencapai 5% pada tahun 2025. Pemerintah Argentina juga menekankan berkat upaya rakyat, negara ini telah stabil dan mulai memulihkan kondisi yang diperlukan untuk memulai jalan menuju kemakmuran.

Dalam konteks perbaikan “Kesehatan” ekonomi, pemerintah Argentina telah menetapkan tujuan untuk membangun kembali negara pada tahun 2025. Oleh karena itu, pemerintah terus mendorong daya tarik investasi dan memfasilitasi kegiatan impor.

Dengan mengizinkan peredaran parallel peso domestik dan USD mulai Februari mendatang, akan menciptakan kompetisi yang sehat antara mata uang. Selain itu, Argentina akan menghapus banyak regulasi yang menghambat perkembangan dan bergerak menuju kebebasan ekonomi.

Indonesia Bentuk Kabinet Gemuk

Sementara itu, Presiden Indonesia Prabowo Subianto justru melantik 48 menteri dan 56 wakil menteri dalam Kabinet Merah Putih, yang disebut-sebut sebagai kabinet terbesar sejak era Orde Baru hingga Reformasi.

Prabowo menjelaskan alasan di balik pembentukan kabinet yang lebih besar dibandingkan dengan kabinet pada periode pemerintahan sebelumnya. Menurutnya, kabinet gemuk diperlukan untuk menciptakan pemerintahan yang kuat. Dia juga menambahkan, Indonesia besar memerlukan kabinet yang besar.

Peneliti Celios Galau D. Muhammad menyatakan, pembagian jabatan tersebut tidak hanya menimbulkan kekecewaan moral, tetapi juga berpotensi menyebabkan pemborosan anggaran yang besar.

“Semakin banyaknya wakil menteri yang diangkat berarti akan meningkatkan belanja negara, termasuk gaji para staf pendukung, pengadaan mobil dinas, fasilitas kantor, hingga pembayaran gaji pensiun bagi menteri dan wakil menteri tersebut,” ungkapnya, dikutip dari laman Celios.

Semua tanggungan ini semakin memperburuk kerentanan fiskal akibat jatuh tempo utang dan turunnya penerimaan pajak.

Analisis Celios mengungkapkan adanya potensi pembengkakan anggaran sebesar Rp1,95 triliun selama 5 tahun ke depan akibat koalisi gemuk. Jumlah ini belum termasuk beban pengeluaran barang yang timbul akibat pembangunan fasilitas kantor atau gedung lembaga baru.

Sementara, Peneliti Celios Achmad Hanif Imaduddin juga menyatakan kerugian yang dialami negara akibat fenomena ini tidak hanya terbatas pada pemborosan fiskal, tetapi juga memperlebar ketimpangan.

Ia menambahkan, meski gaji menteri tergolong kecil dibandingkan dengan jabatan lainnya, posisi ini bisa memberikan dampak ekonomi yang luas, seperti peningkatan nilai saham perusahaan yang dimiliki oleh menteri, yang bisa dilihat sebagai keuntungan dari akses terhadap kekuasaan.

Hanif menilai fenomena ini berpotensi menciptakan ketimpangan baru di masyarakat, karena pejabat-pejabat tersebut memperoleh keuntungan ganda dari posisi kekuasaannya.