<p>Ilustrasi hotel. / Dok. PT Jakarta International Hotels &amp; Development Tbk</p>
Industri

Begini Strategi JIHD Bertahan dari Guncangan COVID-19

  • Jakarta-Penerapan kebijakan Pembatasan sosial Berskala Besar (PSBB) membuat kinerja industri perhotelan semakin tertekan. Mensikapi, PT Jakarta International Hotels & Development Tbk. (JIHD) melalukan berbagai strategi demi bertahan di tengah guncangan pandemi COVID-19. Wakil Presiden Direktur PT Jakarta International Hotels & Development Tbk Lanny Pujilestari Liga mengatakan perseroan telah menyesuaikan operasional hotel dengan menerapkan berbagai program […]

Industri

wahyudatun nisa

Jakarta-Penerapan kebijakan Pembatasan sosial Berskala Besar (PSBB) membuat kinerja industri perhotelan semakin tertekan. Mensikapi, PT Jakarta International Hotels & Development Tbk. (JIHD) melalukan berbagai strategi demi bertahan di tengah guncangan pandemi COVID-19.

Wakil Presiden Direktur PT Jakarta International Hotels & Development Tbk Lanny Pujilestari Liga mengatakan perseroan telah menyesuaikan operasional hotel dengan menerapkan berbagai program penawaran.

“Kami memberikan penawaran paket tranquility stay bagi tamu yang memerlukan tampat isolasi/karantina mandiri,” kata Lanny dalam keterangan resminya di keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia, Senin, 4 Mei 2020.

Lanny menyebutkan pihaknya juga telah mengoptimalkan penggunaan pemesanan via daring serta menawarkan jasa antar makanan dari restoran yang ada di hotel. Strategi lainnya yaitu dengan memaksimalkan pemasaran digital dan sosial media.

Dalam penjelasannya, pemberlakuan PSBB di DKI Jakarta sejak 10 April lalu membuat kunjungan tamu hotel semakin anjlok sehingga pendapatan perseroan terus merosot. Selain itu, kebijakan tersebut juga berdampak pada perjalanan karyawan yang tinggal di sekitar Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi.

“Sehingga kami menutup sebagian besar operasional hotel dan mengurangi jumlah karyawan yang masuk bekerja dengan cara penggunaan sisa cuti dan unpaid leave pada jumlah hari tertentu,” ujarnya. Adapun, jumlah karyawan yang masuk sekitar 25-30% dari total keseluruhan.

Menurutnya, langkah ini perlu dilakukan untuk mengurangi beban perseroan. Lantaran gaji dan tunjangan karyawan merupakan komponen biaya tertinggi di hotel.

“Bisnis perhotelan merupakan sektor yang menyerap banyak tenaga kerja, alangkah baiknya apabila hotel yang tidak tutup diberikan insentif,” kata dia.

Selain itu, Lanny berharap dukungan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan pemerintah untuk dapat memberikan relaksasi atau penghapusan perpajakan daerah dan pusat, seperti pajak hotel dan restoran, pajak bumi bangunan (PBB), serta pajak penghasilan (PPh) pasal 21 dan 25. Sebab, saat ini relaksasi PPh pasal 21 dan 25 belum menjangkau industri perhotelan di Jakarta.

Adapun, Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) sebelumnya telah mengajukan permohonan kepada pemerintah untuk meringankan biaya listrik dan gas negara.