Nasional & Dunia

BEI Catat Rekor Jumlah Emiten Baru Tahun Ini

  • Bursa Efek Indonesia mencatatkan rekor penambahan jumlah emiten pada tahun ini dengan 53 emiten baru yang melaksanakan initial public offering (IPO). Dalam beberapa tahun terakhir, jumlah emiten melempem dari target 35 emiten per tahun.

Nasional & Dunia
trenasia

trenasia

Author

JAKARTA– Bursa Efek Indonesia mencatatkan rekor penambahan jumlah emiten pada tahun ini dengan 53 perusahaan melalui initial public offering (IPO). Dalam beberapa tahun terakhir, jumlah emiten melempem dari target 35 emiten per tahun. 

Mayoritas menajemen memutuskan untuk menghimpun dana (fund raising) di bawah Rp1 triliun pada tahun ini. Misalnya, PT LCK Globak Kedaton Tbk (LCKN) hanya meraup dana segar Rp41,6 triliun dari IPO dan perusahaan pemegang hak merek Pizza Hut, PT Sarimelati Kencana Tbk (PZZA) juga hanya menghimpun Rp664,81 miliar. 

Dari 53 emiten, hanya dua emiten yang mencari pendanaan hingga Rp1 triliun melalui IPO. Keduanya adalah PT Bank BRISyariah Tbk (BRIS) sebesar Rp1,33 triliun dan PT Medialoka Hermina Tbk (HEAL) sebesar Rp1,3 triliun.

Kepala Riset Paramitra Alfa Sekuritas Kevin Juido mengatakan, banyaknya perusahaan yang menjadi emiten didorong oleh daktor kondisi makro ekonomi Indonesia yang lebih baik dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Indikatornya adalah pertumbuhan ekonomi dan tingkat pengangguran. 

“Korelasinya juga sama Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Karena indeks itu kan cerminan dari kondisi makro ekonomi Indonesia,” ucap Kevin kepada CNNIndonesia.com, Jumat (7/12) dikutip dari CNNindonesia.

Pendanaan Pasar Modal

Selain itu, faktor global turut mendorong ketertarikan pelaku usaha untuk mencari pendanaan di pasar modal. Salah satunya adalah kenaikan harga sejumlah komoditas, khususnya batu bara.

Merujuk data Kementerian Energi dan Sumber Daya Manusia (ESDM), harga acuan batu bara (HBA) per November 2018 berada di level US$97,9 per ton. Angka itu sebenarnya turun dari bulan sebelumnya sebesar US$100,89 per ton. Namun, bisa dibilang lebih baik dari posisi 2016 lalu yang masih sekitar US$50-US$70 per ton.

Begitu juga sebaliknya, jika ekonomi sebuah negara mandeg, pelaku pasar yang akan berinvestasi di saham di bursa efek negara tersebut juga akan seret. Makanya, pelaku usaha juga tak sembarangan dalam memutuskan untuk IPO.

“Misalnya emiten A melepas sahamnya beberapa tahun lalu, kan belum tentu juga ada yang beli. Perusahaan lihat-lihat juga apa saham yang dilepas bakal diserap pasar atau tidak,” ujar Kevin.

BEI mencatat, beberapa saham yang melesat pada hari pertama perdagangannya, misalnya PT Jaya Trishindo Tbk (HELI) yang naik 70 persen menjadi Rp187 per saham, PT Sky Energi Indonesia Tbk (JSKY) naik 87,5 persen ke level Rp750 per saham, dan PT Pool Advista Finance Tbk (POLA) naik 68,89 persen ke level Rp228 per saham. ***(Nasser Panggabean)