Logo di Kantor Bursa Efek Indonesia IDX di kawasan SCBD Jl Sudirman Jakarta Selatan, Kamis 26 Januari 2023. Foto : Panji Asmoro/TrenAsia
Pasar Modal

BEI Targetkan Pasar Modal Syariah Indonesia Tumbuh 10 Persen pada 2023

  • Target pertumbuhan 10% yoy tersebut meliputi nilai transaksi, total volume total frekuensi perdagangan, serta jumlah investor syariah.

Pasar Modal

Laila Ramdhini

JAKARTA - Bursa Efek Indonesia (BEI) menargetkan kinerja pasar modal syariah Indonesia tumbuh sebesar 10% secara tahunan atau year on year (yoy) pada 2023.

Kepala Divisi Pasar Modal Syariah BEI Irwan Aballoh mengungkapkan target pertumbuhan 10% tersebut meliputi nilai transaksi, total volume total frekuensi perdagangan, serta jumlah investor.

“Sehingga kami berharap bukan hanya investor yang naik, tapi targetnya itu baik korporat 10 persen semua (investor, nilai, volume dan frekuensi transaksi),” ujar Irwan, dikutip Selasa, 14 Maret 2023.

Hingga akhir 2022, total nilai transaksi saham syariah mencapai Rp10,1 triliun dan total volume perdagangan mencapai 29,9 lembar saham.

Kemudian, total frekuensi perdagangan saham syariah mencapai 2.664 dan jumlah investor mencapai 117.942 investor.

“Dalam 10 tahun, investor syariah tumbuh 22,89 persen,” ujar Irwan.

Hingga saat ini, pihaknya mencatat sebanyak 510 saham masuk kategori saham syariah atau 64% dari total saham di BEI.

Kemudian, kapitalisasi pasar mencapai Rp4.786 triliun atau 50% dari total kapitalisasi pasar modal Indonesia.

Selanjutnya, sukuk korporasi tercatat sebanyak 221 dengan nilai mencapai Rp42,49 triliun dan reksa dana syariah tercatat sebanyak 274 dengan nilai mencapai Rp40,6 triliun.

Lebih lanjut, pihaknya menyampaikan sebanyak 78.400 investor atau mencakup 67% tersebar di Pulau Jawa dengan total nilai transaksi mencapai Rp8,37 triliun.

Kemudian, sebanyak 20.893 investor atau 18% dari Pulau Sumatra dengan nilai transaksi mencapai Rp964 miliar. Diikuti Pulau Kalimantan sebanyak 9.350 atau 8% dengan nilai transaksi mencapai Rp308 miliar.

Selanjutnya, sebanyak 6.080 investor atau 5% dari Pulau Sulawesi, Maluku dan Maluku Utara dengan nilai transaksi mencapai Rp379 miliar, dan sebanyak 2.111 investor atau 2% dari Pulau Bali, NTB, NTT, Papua dan Papua Barat dengan nilai transaksi mencapai Rp90 miliar.