Belum Dapat Dana Talangan Rp8,5 Triliun, Garuda Siap Naikkan Harga Tiket
Bos Garuda Indonesia Irfan Setiaputra menyatakan hingga kini maskapai nasional tersebut belum menerima dana talangan dari pemerintah sebesar Rp8,5 triliun untuk mengatasi dampak keuangan yang dialami akibat COVID-19.
Industri
JAKARTA – Setelah diizinkan kembali terbang, maskapai penerbangan pelat merah PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. siap menaikkan harga tiket.
Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra mengatakan tidak akan memasang harga tinggi pada harga tiket pesawat meski pemerintah sudah merestui maskapai untuk mematok hingga tarif batas atas (TBA).
“Kami masih monitor terus, nantipun kalau naik enggak gede-gedelah,” ujarnya dilansir Antara, Jumat, 19 Juni 2020.
- 11 Bank Biayai Proyek Tol Serang-Panimbang Rp6 Triliun
- PTPP Hingga Mei 2021 Raih Kontrak Baru Rp6,7 Triliun
- Rilis Rapid Fire, MNC Studios Milik Hary Tanoe Gandeng Pengembang Game Korea
- Anies Baswedan Tunggu Titah Jokowi untuk Tarik Rem Darurat hingga Lockdown
- IPO Akhir Juni 2021, Era Graharealty Dapat Kode Saham IPAC
Kendati demikian, manajemen emiten Badan Usaha Milik Negara (BUMN) bersandi saham GIAA tersebut belum memutuskan untuk menaikkan harga. Garuda masih memantau dinamika yang terjadi di masyarakat dalam kelaziman baru (new normal) pandemi COVID0-19.
Tidak dapat dimungkiri, Irfan menilai adanya kenaikan tarif bisa membantu kondisi keuangan maskapai yang saat ini tengah mengalami masa paceklik akibat wabah virus corona.
“Kami sementara masih dengan harga yang sama. Tentu kalau bisa naik membantu pendapatan kami, tapi kami masih monitor dinamika yang berkembang di masyarakat,” ujar Irfan. Selama pandemi COVID-19, Garuda sudah mengandangkan 70 armada pesawat yang membuat pendapatan anjlok hingga 90%.
Aturan soal harga tiket pesawat tertuang dalam Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 106 Tahun 2019 tentang Tarif Batas Atas Penumpang Pelayanan Kelas Ekonomi Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri.
Irfan mengakui selama pandemi COVID-19, Garuda telah kehilangan kesempatan meraup pendapatan dalam empat peak season atau musim penerbangan dengan jumlah penumpang paling banyak.
“Garuda dari tahun ke tahun punya lima peak season. Di tahun 2020 ini, empat kesempatan itu sudah hilang. Yang pertama adalah ketika mudik,” kata dia.
Garuda kehilangan momentum peak season pertama dengan adanya larangan mudik Lebaran dari pemerintah pada Mei 2020. Saat itu, jumlah penerbangan Garuda merosot tajam menjadi hanya 33 flight, termasuk domestik dan internasional dari biasanya 300 flight.
Kesempatan kedua adalah saat peak season liburan sekolah Juni-Juli 2020. Bahkan, seluruh pemesanan untuk Juni dan Juli dibatalkan setelah pemerintah menerapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB).
Kemudian ketiga, Garuda kehilangan potensi penumpang saat musim umrah. Setidaknya, dalam waktu tiga bulan silam, Garuda biasanya memberangkatkan 400.000-500.000 jemaah umrah ke Tanah Suci.
Terakhir, Garuda kehilangan momentum peak season saat musim haji. Padahal, Garuda biasanya bisa mengangkut 110.000 penumpang ke Saudi Arabia dalam musim haji.
Akan tetapi, kesempatan itu sirna lantaran pemerintah membatalkan pemberangkatan haji dan umrah akibat COVID-19. Akhirnya, Garuda hanya memiliki satu kesempatan terakhir peak season yakni libur akhir tahun yang digabung dengan cuti bersama Idulfitri 2020.
Dana Talangan Rp8,5 Triliun
Sementara itu, Bos Garuda Indonesia Irfan Setiaputra menyatakan hingga kini maskapai nasional tersebut belum menerima dana talangan dari pemerintah sebesar Rp8,5 triliun untuk mengatasi dampak keuangan yang dialami akibat COVID-19.
Sejak awal Juni, Kementerian Keuangan dan Kementerian BUMN memutuskan untuk memberikan dana talangan kepada Garuda sebagai modal kerja agar perusahaan dapat memperlancar arus kas yang terpukul corona.
“Dengan segala macam alasannya, kita sebagai penerima tetap prosesnya sampai sekarang masih berlangsung. Dana talangan itu, masih insyaallah, belum alhamdulillah,” kata dia.
Irfan mengaku, dana talangan dari negara akan digunakan untuk rencana efisiensi. Memang, pendapatan Garuda melorot tajam hingga tersisa 10% dari biasanya akibat 70 pesawat dikandangkan.
Dana talangan itu akan disalurkan bertahap. Karena sifatnya talangan, jadi Garuda pun harus mengembalikan ke negara. Pemerintah di hampir seluruh negara mengintervensi untuk menyelamatkan operasional maskapai penerbangan lantaran industri ini paling terpukul COVID-19.
Dia pun membandingkan dengan maskapai penerbangan di negara tetangga, yakni Singapore Airlines yang mendapatkan dana talangan dari pemerintah Singapura hingga US$11,5 miliar setara Rp161 triliun untuk mengantisipasi krisis akibat pandemi.
“Kami memang harus menerima kenyataan bahwa Garuda mungkin mendapat US$500 juta, sementara Singapura US$11,5 miliar untuk menghadapi situasi pandemi,” keluhnya. (SKO)