Belum Layani Kredit Kendaraan Listrik, BFI Finance: Masih Dihitung Risikonya
- Perusahaan multifinance PT BFI Finance Indonesia Tbk (BFIN) membeberkan alasan belum adanya layanan pembiayaan untuk kendaraan listrik
Korporasi
JAKARTA – Perusahaan multifinance PT BFI Finance Indonesia Tbk (BFIN) membeberkan alasan belum adanya layanan pembiayaan untuk kendaraan listrik.
Direktur Keuangan BFI Finance, Sudjono mengakui, potensi kredit kendaraan listrik sangat menjanjikan di masa depan. Akan tetapi, saat ini perseroan tengah menghitung risiko kredit kendaraan listrik.
"Kami masih memperhitungkan risikonya, tidak mau terburu-buru karena potensinya besar di mana depan," kata Sudjono dalam paparan publik, Kamis 27 Oktober 2022.
- Cara Membuat Akun WhatsApp Business, Pemilik Usaha Wajib Tahu!
- Ajaib dan Stockbit Kena Sanksi BEI, Ini Gara-garanya
- Bukit Asam Optimistis, Target Porsi Ekspor Batu Bara Capai 40 Persen di Kuartal IV-2022
- Pemerintah Berikan Fomepizole Gratis untuk Semua Pasien Gangguan Ginjal Akut
Tak bisa ditampik, pertumbuhan kendaraan bermotor listrik di Indonesia menunjukkan tren yang positif, khususnya pada tahun ini. Hal terkait seiring dengan banyaknya model yang mulai diperkenalkan oleh berbagai perusahaan otomotif.
Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) mencatat, selama Januari-Juli 2022 penjualan jenis kendaraan listrik mencapai 4.849 unit. Angka itu sudah melebihi capaian tahun lalu dengan 3.205 unit.
Meski trennya meningkat, angka tersebut masih jauh dari harapan. Sebab, pemerintah memproyeksikan populasi kendaraan listrik tahun mencapai 100.000 unit.
Perinciannya, mobil listrik bisa mencapai sekitar 20.000 unit dan motor listrik 80.000 unit. Tetapi sampai September 2022, baru 23.000 unit dari 100.000 unit.
Keadaan itu lantas yang membuat pemerintah mengeluarkan berbagai aturan dan kebijakan penggunaan kendaraan listrik terbaru. Satu diantaranya ialah Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 7 Tahun 2022.
Melalui perintah tersebut, Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) meminta seluruh dinas pemerintahan, baik pusat maupun daerah, serta Polri/TNI, untuk mulai menggunakan kendaraan listrik berbasis baterai sebagai kendaraan dinas.
Kinerja BFI Finance
Sebagai informasi, BFIN membukukan laba setelah pajak sebesar Rp1,3 triliun hingga September 2022. Laba tersebut naik 64,5% secara tahunan (year on year/ yoy) dari semula Rp796 miliar.
Perbaikan torehan laba BFIN terdongkrak oleh kinerja penyaluran pembiayaan. Per September 2022, penyaluran pembiayaan baru (booking) mencapai Rp13,7 triliun atau tumbuh 48,3% yoy.
Dari sisi pertumbuhan aset, BFI Finance melaporkan nilai aset tertinggi yang pernah diraih Perusahaan sebesar Rp20 triliun, tumbuh sebesar 36,6% yoy. Pencapaian ini bahkan melampaui nilai aset Perusahaan tertinggi di masa prapandemi, yaitu Rp19,1 triliun per 31 Desember 2018. Berkat pengelolaan bisnis yang efektif dan efisien, nilai pendapatan juga terkerek 29,6% year-on-year (yoy) menjadi Rp3,8 triliun.
Persentase NPF BFI Finance juga masih stabil di rasio bruto 1,09%. Persentase ini menempatkan BFI Finance kembali di angka rasio yang masih berada jauh lebih rendah dibandingkan rata-rata industri (Data Otoritas Jasa Keuangan/OJK per 31 Agustus 2022 sebesar 2,60%).
NPF coverage terhitung mencapai 4,2 kali diimbangi dengan proses penagihan berbasis sistem yang efisien dengan tetap menerapkan prinsip kehati-hatian dari sisi penyisihan atau Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN). Pencadangan Perusahaan ini masih lebih besar dibandingkan rata-rata industri sebesar 2,2 kali (Data OJK per 31 Agustus 2022).
Dari total piutang yang dikelola sebesar Rp18,4 triliun, portofolio pembiayaan BFI Finance masih didominasi pembiayaan kendaraan roda empat sebesar 68,2% atau ekuivalen dengan Rp12,5 triliun.
Disusul oleh pembiayaan alat berat dan mesin dengan porsi 12,7%, pembiayaan kendaraan roda dua sebesar 11,3%, pembiayaan bersertifikat rumah dan ruko sebanyak 2,8%, serta pembiayaan syariah dan lainnya 5,0%.
Seiring dengan geliat aktivitas dan ekonomi masyarakat, restrukturisasi konsumen juga turut melandai dengan nilai restrukturisasi tersisa sebesar 2,9% dari nilai total piutang pembiayaan. Sebanyak 77,1% dari sisa restrukturisasi tersebut turut dilaporkan telah kembali ke pembayaran normal.