Ilustrasi
Gaya Hidup

Benarkah Vaksin Pfizer Haram? Ini Penjelasan MUI

  • Baru-baru ini, vaksin Pfizer kerap jadi perbincangan karena sering jadi incaran banyak orang. Inilah penjelasan MUI mengenai fatwa halal dan haram vaksin Pfizer

Gaya Hidup

Justina Nur Landhiani

JAKARTA - Baru-baru ini, vaksin Pfizer kerap jadi perbincangan karena sering jadi incaran banyak orang.

Mengutip dari laman Sehat Negeriku, vaksin Pfizer dengan merek COMIRNATY yang sudah tiba di Indonesia dapat diakses bagi masyarakat umum yang belum pernah menerima vaksin COVID-19 sebelumnya secara gratis.

Pada tahap awal, vaksin Pfizer telah didistribusikan ke wilayah seperti Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Tangerang Selatan, dan Bekasi.

Vaksin ini diprioritaskan untuk diberikan ke wilayah Jabodetabek karena sistem logistik yang kompleks, dibandingkan dengan jenis vaksin lainnya. Hal ini karena vaksin Pfizer membutuhkan penanganan dan penyimpanan yang khusus dan harus segera digunakan.

Seperti yang diketahui, spesifikasi vaksin Pfizer ini harus disimpan khusus di dalam tempat dengan suhu yang sangat rendah antara -90 hingga -60 derajat Celcius.

Vaksin Pfizer juga telah memperoleh Emergency Use Authorization (EUA) dari BPOM pada 14 Juli 2021, sehingga dapat langsung diberikan ke masyarakat.

Akan tetapi, baru-baru ini justru beredar kabar mengenai fatwa haram MUI pada vaksin Pfizer tersebut.

Mengutip dari keterangan yang diterbitkan laman resmi MUI pada 27 Agustus 2021, MUI telah menetapkan bahwa vaksin COVID-19 produk PT Pfizer adalah haram.

Akan tetapi, penggunaannya tetap dibolehkan, karena kondisi yang mendesak untuk mencapai herd immunity dan adanya risiko fatal jika tidak dilakukan vaksinasi. Selain itu, ketersediaan vaksin COVID-19 yang halal tidak mencukupi, serta ketidakleluasan pemerintah untuk mendapatkan dan memilih vaksin COVID-19.

Sementara itu, vaksin Moderna justru sudah ditetapkan izin Emergency Use Authorization (UEA) oleh BPOM. Vaksin ini didapatkan pemerintah melalui jalur multilateral, secara gratis dengan fasilitas Covax atau Gavi. Skemanya yaitu WHO mendapatkan vaksin dari perusahaan vaksin, kemudian WHO membagikan vaksin tersebut ke negara yang terbagung dalam Covax tersebut.

Oleh karena itu, dengan skema tersebut, proses sertifikasi halal menjadi lebih rumit dan panjang alurnya.

Selanjutnya, MUI masih mengkaji lebih lanjut mengenai fatwa vaksin Pfizer dalam waktu dekat. Fatwa halal atau haram suatu produk harus didasarkan pada tiga aspek, yaitu terkait bahan baku, bahan tambahan, dan bahan penolong yang harus halal. Tak hanya itu, proses produksi juga tidak boleh terkontaminasi dengan najis, dan perusahaan harus menjamin kehalalan mulai dari hulu sampai hilir.