Ilustrasi asuransi jiwa
IKNB

Bengkaknya Klaim Asuransi di Tengah Impitan Inflasi Medis dan Rumah Sakit ‘Nakal’

  • Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) mencatat rasio klaim kesehatan mencapai 138% terhadap total pendapatan premi yang dikeruk selama tahun 2023.
IKNB
Idham Nur Indrajaya

Idham Nur Indrajaya

Author

JAKARTA – Klaim asuransi kesehatan mengalami pembengkakan dalam beberapa waktu terakhir. Pelaku industri serta regulator melihat fenomena ini sebagai dampak dari inflasi medis dan adanya rumah sakit yang melebih-lebihkan beban klaim. 

Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) mencatat rasio klaim kesehatan mencapai 138% terhadap total pendapatan premi yang dikeruk selama tahun 2023. 

Ketua Bidang Literasi dan Perlindungan Konsumen AAJI, Freddy Thamrin menyampaikan bahwa sepanjang tahun 2023, industri asuransi jiwa membayarkan klaim sebesar Rp162,75 triliun Jumlah tersebut tercatat menurun 6,8% dibandingkan tahun lalu.

Kendati demikian, klaim asuransi kesehatan justru semakin meningkat sepanjang tahun 2023. Di awal tahun, tepatnya pada kuartal pertama, total klaim asuransi kesehatan berjumlah Rp4,6 triliun dan sampai dengan Desember 2023, nilai tersebut terus melonjak hingga mencapai Rp20,83 triliun. Freddy mengatakan, ada marjin yang cukup besar antara pembayaran klaim dengan pendapatan preminya. 

“Namun, kami di industri asuransi jiwa tetap menjaga komitmen kami dalam memberikan perlindungan maksimal kepada masyarakat melalui pembayaran klaim yang sesuai dengan kesepakatan dalam polis," kata Freddy dalam konferensi pers paparan kinerja industri asuransi jiwa tahun 2023 di Rumah AAJI beberapa waktu lalu.  

Inflasi Medis

Freddy menuturkan, kenaikan klaim kesehatan ini terjadi seiring dengan inflasi biaya medis yang terus merangkak. Untuk tahun ini, AAJI memperkirakan inflasi biaya medis masih akan berada di kisaran dua digit.

Walau klaim kesehatan melonjak naik dengan rasionya yang bahkan melebihi pendapatan premi asuransi kesehatannya sendiri, namun Freddy menegaskan bahwa AAJI tidak serta-merta mendongkrak biaya premi dengan tingkat kenaikan yang setara dengan inflasi. 

“Peningkatan biaya kesehatan itu buat industri kami ya kami bisa naikin aja premi harganya. Tapi kasian masyarakat terbebani. Ini kami tidak inginkan. Makanya, kita harus cermati apayang terjadi,” tutur Freddy.

Freddy menjelaskan bahwa inflasi medis yang tinggi itu meliputi harga fasilitas kesehatan, biaya perawatan, biaya layanan, obat, dan berbagai biaya tes yang mengalami peningkatan.

“Bisa juga dipengaruhi oleh peralatan yang sekarang ini semakin canggih untuk menunjang layanan yang lebih baik,” katanya. 

Ketua Dewan Pengurus AAJI Budi Tampubolon menyebutkan bahwa prinsip kehati-hatian perusahaan perlu ditingkatkan dalam menghadapi tantangan ini.  

Ia mengatakan bahwa kenaikan inflasi biaya medis sudah dirasakan dampaknya di industri asuransi jiwa dengan tingginya angka klaim kesehatan. 

Budi mengungkapkan bahwa klaim kesehatan cenderung meningkat, bukan hanya di Indonesia, tetapi juga di banyak negara lain. Data yang dimiliki AAJI menunjukkan bahwa inflasi medis di beberapa negara melebihi inflasi nasional.

Menurut Budi, peningkatan klaim kesehatan setiap tahunnya dapat berdampak pada kenaikan biaya premi. Hal ini perlu dipertimbangkan oleh berbagai pihak, termasuk pemberi kerja, untuk menghindari potensi pembengkakan biaya kesehatan karyawan di masa mendatang. 

Budi juga menyampaikan peringatan bahwa jika pertumbuhan premi tidak sejalan dengan pertumbuhan klaim asuransi kesehatan dalam jangka waktu yang lama, hal ini dapat menjadi masalah yang serius yang harus diwaspadai.

"Lama-lama biaya kesehatan akan dominan daripada gaji, itu yang harus dipikirkan oleh banyak pihak,” papar Budi dalam acara Outlook Industri Asuransi Jiwa beberapa waktu lalu. 

Diketahui bahwa inflasi medis telah menjadi faktor penentu utama dalam peningkatan klaim asuransi kesehatan. Sebelumnya, riset dari Mercer Marsh Benefits (MMB) dalam Health Trends 2023 menyebutkan bahwa Medical Trend Rate atau biaya kesehatan di Indonesia diproyeksikan meningkat hingga 13,6% di tahun 2023. 

Proyeksi ini tidak hanya melebihi inflasi keuangan Indonesia pada tahun 2022 sebesar 5,5%, tetapi juga melebihi proyeksi pertumbuhan di tingkat Asia yang sebesar 11,5%.

Overutilisasi Rumah Sakit

CEO dan President Director PT MSIG Life Insurance Indonesia Tbk (LIFE) Wianto Chen mengungkapkan bahwa klaim asuransi kesehatan bisa jadi lebih tinggi akibat adanya modus overtreatment atau overtutilisasi dari rumah sakit. 

Wianto memberi contoh, misalnya nasabah yang menerima total manfaat sebesar Rp35 miliar, dikenai biaya sebesar Rp35 juta saat ia sedang berobat.

Terkadang, dengan adanya total manfaat yang jumlahnya terlampau jauh dibanding biaya kebutuhannya, pihak rumah sakit menambahkan beberapa layanan yang tidak penting sebagai akhirnya terjadilah overtreatment dan biaya klaim yang lebih tinggi daripada yang dibutuhkan 

“Berbeda misalnya dengan misalnya di negara Jepang, di mana orang itu harus membayar sebagian kecil dari klaim yang disepakati. Kalau misalnya ikut membayar, akhirnya kan mereka pasti akan mengecek detil layanan kesehatan yang diberikan. Kalau tidak, mereka mungkin tidak peduli karena berpikir semua biaya akan ditanggung asuransi,” ujar Wianto dalam acara peluncuran produk unit link Smile Optima Flexilink di Jakarta, belum lama ini. 

Wianto mengungkapkan bahwa klaim yang terus-menerus meningkat dapat berdampak pada peningkatan premi nasabah. 

Untuk mengatasi masalah ini, telah terjadi pembicaraan antara asosiasi asuransi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Kementerian Kesehatan terkait penanganan overtreatment oleh rumah sakit.

Selain itu, Wianto mencatat bahwa faktor lain yang mendorong peningkatan klaim adalah inflasi kesehatan di Indonesia, di mana semua biaya rumah sakit, termasuk obat dan perawatan, mengalami kenaikan. 

Peningkatan klaim asuransi kesehatan mencapai 34% secara tahunan, terutama didorong oleh klaim asuransi kesehatan individu, sedangkan klaim produk asuransi kumpulan atau karyawan justru mengalami penurunan.

Wianto mengungkapkan bahwa ke depannya, industri asuransi akan menerapkan pertukaran data antara anggota AAJI untuk memitigasi risiko fraud atau kecurangan dari nasabah. Hal ini diharapkan dapat membantu perusahaan asuransi dalam menilai apakah nasabah layak mendapatkan asuransi atau tidak.

Kolaborasi OJK dan Industri

Ogi Prastomiyono, Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun Otoritas Jasa Keuangan (OJK), memberikan pandangan dan langkah-langkah yang diambil untuk mengatasi masalah yang berkaitan dengan overutilisasi dari rumah sakit.

Sebagai langkah awal untuk mengatasi overutilisasi, OJK tengah mendorong revitalisasi ekosistem asuransi kesehatan. Dalam upaya ini, OJK telah menandatangani Nota Kesepahaman dengan Kementerian Kesehatan. 

Salah satu fokusnya adalah mendorong tumbuhnya kontrol yang memadai atas kualitas layanan medis berdasarkan clinical pathways dan kualitas layanan obat dengan medical efficacy yang memadai.

“Proses evaluasi ini, yang dinamakan Utilization Review (UR), harus dilakukan secara berkala dan terus menerus dengan memanfaatkan teknologi digital untuk mempercepat proses dan memastikan kualitas data dalam jumlah yang memadai,” kata Ogi melalui jawaban tertulis, dikutip Jumat, 1 Maret 2024. 

Selain itu, OJK mendorong perusahaan asuransi untuk memberikan edukasi secara masif kepada seluruh pemegang polis. Edukasi ini diarahkan untuk meningkatkan kesadaran hidup sehat. 

Ogi menyatakan bahwa informasi yang banyak tersedia dari RS rekanan dapat dimanfaatkan dalam upaya penyuluhan kepada masyarakat. 

Oleh karena itu, OJK mendorong penggunaan mobile apps oleh perusahaan asuransi dalam ekosistem asuransi kesehatan untuk menyebarkan informasi dan sosialisasi mengenai polis asuransi kesehatan.

Sementara itu, Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) telah mengumumkan niatnya untuk berperan aktif dalam membentuk ekosistem yang bertujuan untuk mengurangi angka klaim asuransi kesehatan di Indonesia. 

Langkah ini merupakan respons terhadap nota kesepahaman yang sebelumnya ditandatangani oleh OJK dengan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) guna meningkatkan efisiensi layanan kesehatan di negara ini. 

Ketua AAUI, Budi Herawan, menegaskan keterlibatan pihaknya dalam inisiatif kerja sama ini. Dia mencatat bahwa saat ini belum ada standar harga yang jelas untuk beberapa komponen pemeriksaan, seperti tarif dokter spesialis dan harga obat-obatan.

Oleh karena itu, melalui penandatanganan nota kesepahaman, diharapkan ke depannya akan ada standarisasi penerapan layanan kesehatan dalam rangka menekan bengkaknya klaim asuransi.

"Ke depannya seharusnya tidak ada cheating-cheating lagi," ujar Budi Herawan dalam konferensi pers paparan kinerja AAUI tahun 2023 pada Rabu, 29 Februari 2024.

Upaya kerja sama ini diharapkan juga melibatkan pihak ketiga, seperti rumah sakit, dokter, dan pemangku kepentingan lainnya.

Sama seperti AAUI, AAJI pun mengambil berbagai langkah untuk memperkuat sektor asuransi jiwa. Salah satu tindakan yang diambil adalah melakukan tinjauan terhadap kerja sama dengan rumah sakit, mengevaluasi produk dan premi berdasarkan pengalaman klaim yang terjadi, serta memfasilitasi diskusi antara anggota untuk mengatasi berbagai permasalahan terkait.

Menurut Freddy, industri asuransi jiwa sepenuhnya mendukung langkah OJK yang telah menandatangani nota kesepahaman dengan Kemenkes. Langkah ini bertujuan untuk memperkuat ekosistem kesehatan melalui pengembangan produk dan layanan asuransi kesehatan yang berkualitas.

“Kami mendukung langkah OJK yang telah menandatangani nota kesepahaman dengan Kemenkes untuk memperkuat ekosistem kesehatan melalui produk dan layanan asuransi kesehatan yang berkualitas,” katanya.