rempang.jpg
Nasional

Bentrok Kembali Pecah di Pulau Rempang, Pemerintah Diminta Segera Bertindak

  • Pemerintah harus hadir untuk melindungi hak-hak masyarakat adat dan menyelesaikan konflik ini secara adil dan manusiawi

Nasional

Muhammad Imam Hatami

REMPANG - Situasi di Pulau Rempang kembali memanas setelah serangan oleh puluhan orang, diduga pegawai PT Makmur Elok Graha (MEG), yang menyebabkan kerusakan parah dan melukai delapan warga. Insiden terjadi pada Selasa dini hari di Kampung Sembulang Hulu dan Sei Buluh.

Kekacauan bermula ketika seorang pria diduga merusak spanduk penolakan relokasi yang terkait dengan Proyek Strategis Nasional (PSN) Rempang Eco City. Aksi tersebut memicu kemarahan warga setempat yang kemudian menahan pria itu di posko lingkungan mereka. 

Ketegangan mencapai puncaknya pada malam hari, ketika puluhan orang bersenjata tajam tiba-tiba menyerbu kampung. Serangan itu menciptakan kepanikan besar di tengah masyarakat.

Bentrokan yang terjadi mengakibatkan delapan warga mengalami luka serius, termasuk luka sobek di bagian kepala, patah tulang, dan cedera akibat terkena panah. Tidak hanya itu, belasan sepeda motor milik warga dirusak.

Kerusakan fisik dan trauma psikologis yang ditimbulkan dari insiden ini memperburuk kondisi warga yang sebelumnya sudah hidup dalam tekanan akibat rencana relokasi yang kontroversial. 

Perwakilan PT MEG, Angga, membantah tuduhan bahwa mereka memulai kekerasan. Menurut mereka, insiden terjadi saat dua pegawai membantu kendaraan di tepi jalan dan dihadang oleh warga yang membawa senjata. Salah satu pegawai mereka bahkan diklaim ditangkap dan dipukuli hingga tak sadarkan diri. PT MEG menyatakan komitmennya terhadap program sosial masyarakat dan menyesalkan eskalasi kekerasan ini.

“Salah satu rekan kami ditangkap dan dipukuli oleh warga hingga tak sadarkan diri. Kami berusaha membawanya ke rumah sakit, tetapi dihalangi warga selama beberapa jam,” Klaim Angga kepada media, di Jakarta, dikutip, Rabu, 18 Desember 2024.

Seruan Perlindungan dari WALHI dan Organisasi Masyarakat Sipil

Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) bersama masyarakat Rempang mendesak pemerintah untuk segera mengambil langkah dalam merespons situasi mencekam yang terus berulang di Pulau Rempang. 

Mereka menilai pemerintah harus hadir untuk melindungi hak-hak masyarakat adat dan menyelesaikan konflik ini secara adil dan manusiawi. Kepada Presiden Prabowo Subianto dan DPR RI, mereka meminta komitmen nyata untuk melindungi masyarakat adat yang selama ini terpinggirkan oleh rencana Proyek Strategis Nasional (PSN) Rempang Eco City. 

Proyek tersebut dinilai tidak hanya mengancam keberlangsungan hidup masyarakat adat, tetapi juga merugikan secara sosial, budaya, dan lingkungan. Oleh karena itu, mereka mendesak agar proyek ini dibatalkan dan kebijakan pembangunan yang lebih inklusif diterapkan.

Selain itu, WALHI  mendesak Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) untuk memerintahkan penindakan tegas terhadap pelaku kekerasan dan intimidasi yang terus menghantui warga Rempang.  Menurut Walhi penegakan hukum yang adil tidak hanya diperlukan untuk menghukum pelaku, tetapi juga untuk memulihkan rasa aman di tengah masyarakat.

Selain itu, kepada Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), WALHI dan masyarakat meminta pengawasan ketat terhadap potensi pelanggaran HAM yang terjadi di Pulau Rempang. Mereka mendesak Komnas HAM untuk secara aktif memonitor situasi, melakukan investigasi atas insiden kekerasan, dan memastikan adanya perlindungan bagi masyarakat adat yang terancam. 

Lebih dari itu, mereka meminta Komnas HAM untuk mengoordinasikan langkah-langkah yang diperlukan guna mencegah terjadinya pelanggaran lebih lanjut, sekaligus mendorong penyelesaian konflik yang berpihak pada keadilan bagi masyarakat adat.

Insiden ini menambah daftar panjang konflik antara masyarakat Pulau Rempang dengan pengembang terkait proyek Rempang Eco City. Masyarakat adat merasa terusir dari tanah mereka demi proyek pembangunan. Hingga kini, situasi di Rempang masih tegang.