Berapa Sebenarnya Biaya untuk Meninggalkan PLTU Batu Bara?
Energi

Berapa Sebenarnya Biaya untuk Meninggalkan PLTU Batu Bara?

  • Dari data Global Energy Monitor, di Indonesia pada semester pertama tahun 2023, terdapat 234 PLTU batu bara dengan total kapasitas listrik 45,35 gigawatt.

Energi

Ilyas Maulana Firdaus

JAKARTA — Transisi energi yang sedang dilakukan di Indonesia  secara lambat tapi pasti mendorong Indonesia  meninggalkan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU).

Akan ada banyak tantangan dan biaya transformasi energi yang tidak sedikit. Namun  hal ini dapat membawa manfaat seperti mengurangi emisi karbon, pengurangan pencemaran lingkungan, dan berkembangnya inovasi teknologi dengan keselarasan energi terbarukan.

Sebagai gambaran untuk memutuskan hubungan dengan PLTU Unit 1 dan PLTU Pelabuhan Ratu sebelum masa gunanya selesai,  pemerintah harus merogoh kocek dana sebesar Rp18,4 triliun. Lebih rinci lagi Rp4,7 triliun untuk PLTU Cirebon Unit 1 dan Rp13,7 triliun untuk PLTU Pelabuhan Ratu. Dana tersebut digunakan untuk menanggung biaya perubahan dari hitungan bunga pinjaman proyek, selain itu, beban operasi dikarenakan masa pakai yang terpangkas.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sebelumnya, Arifin Tasrif pada Oktober 2022 pernah  mengatakan  pembiayaan transisi energi akan semakin meningkat. Hal ini dikarenakan pemerintah menerapkan pensiun dini pada pembangkit listrik tenaga batu bara yang membutuhkan biaya besar untuk mengembalikan modal pinjaman dan bunga kepada pengembang.

Dari data Global Energy Monitor, di Indonesia pada semester pertama tahun 2023, terdapat 234 PLTU batu bara dengan total kapasitas listrik 45,35 gigawatt. Menurut Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi (Menkomarves) Luhut Binsar Panjaitan, setidak-tidaknya Indonesia membutuhkan Rp1.500 triliun untuk menghentikan operasi PLTU batu bara.

Tujuan untuk transformasi energi berasal dari batu bara menuju energi terbarukan selaras dengan visi Net Zero Emission (NZE) atau nol bersih emisi di tahun 2060 untuk mencegah krisis iklim. Dengan target 700 gigawatt energi terbarukan dari berbagai sumber seperti matahari, panas bumi, hidro, hidrogen, dan nuklir. 

Sebelumnya, pemerintah menghirup angin segar, ketika pemerintah dan negara-negara maju membuat kesepakatan terkait kerangka pembiayaan Just Energy Transition Partnership (JETP) pada G20. Nilainya cukup fantastis yakni Rp300 triliun. Namun ternyata JETP adalah utang dengan bunga tinggi.

Dengan kata lain, transformasi energi harus mulai dilakukan dari sekarang. Jika tidak, maka target tersebut tidak akan tercapai. Posisi Indonesia yang kian terjepit, pemerintah seakan tidak kehabisan akal, Arifin Tasrif mengajak para investor, lembaga pembiayaan, industri dan pembuat kebijakan untuk membuat kesepakatan dan kolaborasi demi mendukung transformasi energi ini.

Tidak hanya itu, pemerintah memberikan pelatihan kepada pekerja yang terkena imbas dari pensiun dini PLTU dan mempersiapkan mereka dalam menuju peralihan dari industri tambang ke energi terbarukan. 

Transisi dari batubara ke energi terbarukan menawarkan banyak manfaat, terutama dalam hal lingkungan dan kesehatan, tetapi juga menghadirkan tantangan ekonomi dan sosial yang perlu dikelola dengan baik. Kebijakan yang inklusif dan dukungan bagi pekerja serta masyarakat yang terdampak sangat penting untuk memastikan transisi yang sukses dan berkelanjutan.