Mata uang Yuan China
Dunia

Bergerak Usai Tidur Panjang, Prospek Ekonomi China Kembali Cerah

  • Penduduk China mulai kembali melakukan mobilisasi sebagaimana mestinya pascapandemi.
Dunia
Rizky C. Septania

Rizky C. Septania

Author

BEIJING - Penduduk China mulai kembali melakukan mobilisasi sebagaimana mestinya pascapandemi. Pergerakan ini dimulai usai negeri Tirai Bambu melakukan lockdown selama kurang lebih tiga tahun sehingga berdampak pada pertumbuhan ekonomi China.

Meski lonjakan infeksi karena COVID-19 di China kembali meningkat usai dihapuskannya lockdown , pemulihan bertahap mulai tampak dari sektor konsumsi sehingga diasumsikan dapat memengaruhi aktivitas ekonomi tahun ini.

Mengutip Reuters, Selasa, 16 Mei 2023, data mobilitas dan pengeluaran masyarakat China seperti  lalu lintas penumpang kereta bawah tanah di tiga kota terbesar China, volume penerbangan, hingga koleksi box office, menunjukkan peningkatan sejak akhir Desember 2022. Momen tersebut terjadi setelah Beijing mengakhiri tiga tahun kebijakan "nol COVID".

Mengutip laporan dari Biro Statistik Nasional China, output industri China tumbuh 5,6% pada April dari tahun sebelumnya.  Angka ini memang meleset dari ekspektasi dengan menyisakan  margin yang besar.

Mengutip jajak pendapat Reuters, pertumbuhan Industri China diperkirakan akan melejit hingga 10,9%. Meski demikian, angkanya meningkat dari kenaikan 3,9% yang terlihat pada bulan Maret.

Kemudian, penjualan ritel melonjak 18,4%, meleset dari perkiraan untuk kenaikan 21,0%. pertumbuhan ini secara signifikan lebih cepat dari kenaikan 10,6% di bulan Maret dan menandai pertumbuhan tercepat sejak Maret 2021.

Untuk investasi aset tetap meningkat 4,7% dalam empat bulan pertama tahun 2023 dari periode yang sama tahun sebelumnya. Pertumbuhan tersebut berada di bawah   ekspektasi yang meramalkan kenaikan 5,5%. Meski demikian, angka tersebut  tumbuh sekitar 5,1% pada periode Januari-Maret.

Tetap Waspada

Meski mulai bergerak, beberapa indikator menunjukkan aktivitas belum sepenuhnya pulih ke level beberapa bulan yang lalu. Selain itu, banyak ekonom yang menyarankan untuk tetap waspada terhadap laju pemulihan setelah pembukaan kembali yang lebih cepat dari perkiraan.

"Penurunan belanja ritel semakin berbasis luas, menunjukkan bahwa akan membutuhkan waktu untuk membalikkan dampak psikologis negatif pada konsumen China yang disebabkan oleh penguncian episodik selama tiga tahun," kata Louise Loo, ekonom senior di Oxford Economics.

Ia mengatakan, selama ini penguncian dan pembatasan terkait COVID memengaruhi banyak aktivitas termasuk  perjalanan, menonton bioskop, hingga belanja mobil pada musim semi dan dingin.

"Penurunan belanja ritel semakin berbasis luas, menunjukkan bahwa akan membutuhkan waktu untuk membalikkan dampak psikologis negatif pada konsumen China yang disebabkan oleh penguncian episodik selama tiga tahun," kata Louise Loo, ekonom senior di Oxford Economics.

Selain itu, Loo mengatakan pemulihan yang cepat juga terhambat oleh pergeseran posisi likuiditas rumah tangga selama pandemi.

"Tidak seperti skema pembayaran tunai langsung yang terlihat di Hong Kong dan Singapura yang mendukung pengeluaran rumah tangga, program bantuan COVID China malah berfokus terutama pada mendukung bisnis yang terkena dampak penguncian," katanya.

Sebagaimana diketahui, saat ini pembuat kebijakan di China telah berjanji untuk meningkatkan permintaan tahun ini, terutama konsumsi.

Di sisi lain, pengeluaran di ekonomi utama lainnya telah kehilangan tenaga karena lonjakan suku bunga yang bertujuan untuk menjinakkan inflasi. Hal ini tentunya merugikan ekspor China yang merupakan titik terang langka bagi ekonominya selama era pandemi.

Berdasarkan data survei terhadap aktivitas pabrik resmi menunjukkan bahwa sub-indeks pesanan ekspor baru tetap berada di wilayah kontraksi selama 20 bulan berturut-turut. Angka tersebut turun menjadi 44,2 poin pada Desember dari 46,7 poin di bulan November. 

Ketenagakerjaan di sektor manufaktur besar-besaran juga diketahui berada di bawah tekanan.  Kemungkinan, ini terjadi karena tingkat produksi yang rendah dan kesulitan mencari pekerja di tengah wabah virus.

Ekonom mengharapkan ekonomi terbesar kedua di dunia meningkat dari kuartal kedua, didukung oleh konsumsi yang lebih kuat dan peningkatan pengeluaran negara untuk infrastruktur infrastruktur. Sayangnya, pemulihan di pasar properti negara itu bisa memakan waktu lebih lama.