Berhubungan Baik, Rusia Tepis Tudingan Bentuk Aliansi Militer dengan China
- Rusia menepis tuduhan bahwa negaranya membentuk aliansi militer dengan China.
Dunia
MOSCOW- Rusia menepis tuduhan bahwa negaranya membentuk aliansi militer dengan China. Meski begitu, Negeri Beruang Merah mengatakan bahwa kerjasama kedua negara bersifat transparan, termasuk di bidang militer.
Dalam pertemuannya dengan Presiden China Xi Jinping pekan lalu, kedua belah pihak memang sepakat mempererat hubungan di tengah konflik yang masih terjadi dengan Ukraina.
"Kami tidak membuat aliansi militer dengan China. Ya, kami memiliki kerja sama di bidang interaksi militer-teknis. Kami tidak menyembunyikan ini. Semuanya transparan, tidak ada rahasia," kata Putin sebagaimana dikutip TrenAsia.com dari Reuters Senin, 27 Maret 2023.
Selain buka suara mengenai hubungan antara negaranya dan China, Putin menepis anggapan bahwa saat ini Rusia menjadi terlalu bergantung pada China. Putin bahkan dengan mengatakan bahwa gagasan tersebut merupakan pandangan dari orang-orang yang tak senang.
"Selama beberapa dekade, banyak yang menginginkan China melawan Uni Soviet dan Rusia, dan sebaliknya. Kami memahami dunia tempat kami tinggal. Kami sangat menghargai hubungan timbal balik kami dan level yang telah mereka capai dalam beberapa tahun terakhir," ujar Putin.
Mengulik ke belakang, sebelum pertemuan kedua negara dihelat pekan lalu, China dan Rusia China dan Rusia menandatangani perjanjian kemitraan "tanpa batas" pada awal 2022. Kemitraan tersebut berlangsung beberapa minggu sebelum Putin mengirim puluhan ribu tentara ke Ukraina.
Atas invasi yang dilakukan Rusia, Beijing telah menahan diri untuk tidak mengkritik keputusan Putin. Di sisi lain, Negeri Tirai Bambu menggembar-gemborkan rencana perdamaian untuk Ukraina.
Meski begitu, Barat menolak proposalnya dan mengatakan upaya damai tersebut. Mereka bahkan berasumsi bahwa proposal perdamaian merupakan taktik untuk memberi Putin lebih banyak waktu agar dapat membangun kembali pasukannya di Ukraina.
Neo-Axis
Atas segala sanksi dan tuduhan yang dilayangkan oleh barat pada negaranya, terutama NATO, Putin menyebut bahwa saat ini AS berusaha membangun "poros" global baru. Upaya ini menurutnya memiliki kemiripan dengan aliansi blok Axis pada Perang Dunia Kedua antara Nazi Jerman, fasis Italia, dan kekaisaran Jepang.
Putin menyebut Australia, Selandia Baru, dan Korea Selatan sejalan untuk bergabung dengan "NATO global" dan merujuk pada perjanjian pertahanan yang ditandatangani oleh Inggris dan Jepang awal tahun ini.
"Itulah mengapa para analis Barat. Berbicara tentang Barat yang mulai membangun poros baru yang mirip dengan yang dibuat pada 1930-an oleh rezim fasis Jerman dan Italia dan militeris Jepang," ujar Putin.
Sebelumnya, diketahui bahwa Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg telah mengunjungi Jepang dan Korea Selatan tahun ini. Kunjungan tersebut sekaligus menekankan pentingnya aliansi Atlantik bekerja sama dengan mitra di kawasan Indo-Pasifik.
Stoltenberg juga berbicara tentang meningkatnya ketegangan antara Barat dan China dan mendesak lebih banyak dukungan militer untuk Ukraina.
Di sisi lain, Putin telah menggambarkan tindakan Rusia di Ukraina sebagai dorongan defensif terhadap musuh Barat yang agresif. Ia menggambarkan posisi Rusia saat ini sama seperti layaknya perjuangan Moskow melawan invasi pasukan Nazi Jerman selama Perang Dunia Kedua.
Menanggapi hal tersebut, Kyiv dan sekutu Baratnya menolak klaim yang diberikan. Mereka mengatakan pandangan tersebut tidak masuk akal. Barat dan Ukraina juga mengatakan bahwa Moskow berusaha merebut wilayah dan melumpuhkan kemampuan Ukraina untuk berfungsi sebagai negara merdeka.
Ukraina mengatakan tidak akan ada pembicaraan damai sampai semua pasukan Rusia ditarik dari wilayahnya. Sedangkan Rusia mengatakan Ukraina harus menerima hilangnya petak-petak wilayah yang diklaim Moskow telah dianeksasi.